NovelToon NovelToon
Diam-Diam Mencintaimu

Diam-Diam Mencintaimu

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Fantasi Wanita
Popularitas:507
Nilai: 5
Nama Author: Nildy Santos

Jenia adalah seorang gadis dari keluarga sederhana yang pintar, ceria, sangat cantik dan menggemaskan. namun tiada satupun pria yang dekat dengannya karena status sosialnya di yang di anggap tidak setara dengan mereka. namun selama 6 tahun lamanya dia sangat menyimpan rasa suka yang dalam terhadap seorang pria yang tampan, kaya raya dan mapan sejak mereka duduk di bangku kuliah.. akankah ia akan mendapatkan pria pujaannya itu?? kita akan mengetahuinya setelah membaca novel ini.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nildy Santos, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

episode 4

Sejak hari pertamanya resmi bekerja di perusahaan itu, Jenia memutuskan untuk menanamkan satu hal dalam benaknya: tidak boleh berharap apa pun pada Bastian.

Ia sadar pria itu sudah memiliki kekasih, dan dirinya hanyalah karyawan baru biasa. Maka yang bisa ia lakukan hanyalah fokus bekerja, menutup rapat-rapat perasaannya, dan pura-pura tidak mengenal Bastian lebih dari sekadar atasan.

Hari-hari berikutnya, Jenia benar-benar menjalankan sikap itu.

Setiap kali rapat berlangsung, ia hanya menunduk menulis catatan.

Setiap kali Bastian memberi instruksi, ia menjawab singkat dan datar: “Baik, Pak.”

Tak ada lagi tatapan kagum, tak ada lagi gugup berlebihan. Semuanya seolah berubah dingin.

Namun, justru sikap itu yang membuat Bastian merasa ada sesuatu yang aneh.

Suatu siang, saat rapat divisi berakhir, semua karyawan bergegas keluar. Bastian yang biasanya cepat beranjak justru menahan langkahnya. Dari sudut mata, ia melihat Jenia yang sibuk membereskan dokumen di mejanya.

Kenapa dia seperti menghindariku? pikir Bastian.

Padahal… rasanya aku pernah kenal dia dulu.

Entah sejak kapan, perhatiannya selalu tertuju pada gadis itu. Bahkan saat Vita datang menemuinya beberapa kali di kantor, tanpa sengaja ia mendapati dirinya mencari-cari sosok Jenia di tengah keramaian.

Di ruang kerja, Dion sang asisten pribadi menyerahkan beberapa berkas.

“Bos, ini laporan minggu lalu.”

Bastian hanya mengangguk, tapi pandangannya malah mengarah keluar jendela kaca besar. Dari situ, ia bisa melihat area pantry tempat beberapa karyawan sedang berbincang. Dan matanya langsung menemukan Jenia di sana.

Ia tertawa kecil bersama Leony, wajahnya tampak cerah. Senyum itu… membuat dada Bastian terasa sesak dengan sesuatu yang tak bisa ia jelaskan.

Dion yang memperhatikan ekspresi tuannya hanya bisa menahan senyum tipis. Ia sudah menyadari sejak lama, bosnya yang dingin itu kini sering diam-diam melirik satu karyawan baru.

Sore hari, kantor mulai sepi. Jenia berjalan menuju parkiran dengan langkah cepat. Ia tak sadar ada seseorang yang memperhatikannya dari lantai atas, melalui kaca besar ruang kerja.

Bastian berdiri dengan kedua tangan di saku celananya.

Ia memperhatikan bagaimana gadis itu merapikan helm, menyalakan motor tuanya dengan sedikit kesulitan, lalu akhirnya melaju pergi.

Tatapan Bastian tidak pernah lepas.

Ada rasa asing di dadanya setiap kali melihat punggung Jenia menjauh.

“Kenapa aku… selalu ingin tahu tentang dia?” gumamnya pelan, hanya terdengar oleh dirinya sendiri.

Malam itu di rumah, Vita sibuk bercerita panjang lebar tentang rencananya membuka bisnis baru. Bastian mendengarkan, tapi pikirannya tidak sepenuhnya ada di sana. Saat Vita sedang antusias menata ide, bayangan wajah Jenia dengan senyum cueknya justru muncul lagi di benaknya.

Ia tersadar, semakin Jenia bersikap dingin, semakin dirinya terikat oleh rasa penasaran.

Sementara itu, di kamar kosnya, Jenia menatap cermin sambil menghela napas panjang.

“Aku harus kuat. Aku nggak boleh jatuh hati lagi ke orang yang salah,” ucapnya pelan.

Namun ia tidak tahu, sikap cueknya justru sedang membuat seseorang di luar sana semakin sulit mengalihkan pandangan.

Keesokan harinya suasana kantor lebih ramai dari biasanya. Ada kunjungan investor sekaligus mitra lama perusahaan. Semua karyawan sibuk mempersiapkan ruangan rapat, termasuk Jenia yang ditugaskan membantu bagian administrasi.

Sementara ia sibuk menata dokumen di meja panjang, pintu ruangan tiba-tiba terbuka.

Seorang pria tinggi dengan setelan jas navy melangkah masuk dengan senyum ramah. Wajahnya tegas, karismatik, namun berbeda dari aura dingin Bastian.

“Rehan!” seru Bastian dari kejauhan, langsung menghampiri dan menepuk bahu pria itu dengan hangat.

Karyawan lain berbisik kagum, karena jarang sekali melihat Bastian yang biasanya dingin bisa tertawa lepas di depan umum.

“Sudah lama, Bast. Akhirnya aku bisa mampir ke kantormu juga,” ucap Rehan.

Mereka berbincang sebentar, lalu pandangan Rehan tanpa sengaja jatuh pada seorang gadis yang tengah membereskan map di meja. Gerakan tangannya berhenti, senyumnya perlahan mengembang.

Itu… dia?

Jenia yang merasa diperhatikan segera menunduk, pura-pura sibuk. Tapi dalam hati ia bertanya-tanya kenapa pria itu menatapnya seperti sudah mengenalnya.

Rehan berjalan mendekat, sementara Bastian memperhatikan dengan alis terangkat.

“Halo,” sapa Rehan lembut. “Kamu Jenia, kan?”

Jenia spontan terkejut. “Eh? I-iya, Pak… saya Jenia. Maaf, kita… pernah kenal sebelumnya?”

Rehan tersenyum samar. “Belum resmi berkenalan. Tapi aku sudah lama tahu kamu.”

Kalimat itu membuat wajah Jenia memanas. Sementara di sisi lain, Bastian merasakan sesuatu yang mengganggu di dadanya. Ia menatap sahabatnya dan Jenia bergantian, ada rasa aneh yang muncul begitu cepat.

Di ruang kerjanya setelah rapat, Bastian duduk dengan wajah murung.

“Bos, kenapa? Tadi rapatnya lancar, kan?” tanya Dion yang penasaran.

Bastian hanya menghela napas. “Rehan… dia tadi kelihatan akrab sekali sama Jenia.”

Dion menahan senyum. “Bukannya bagus, Bos? Berarti Mbak Jenia orangnya memang mudah disukai.”

Alih-alih merasa lega, Bastian justru makin gusar. Ada sesuatu yang menusuk ketika mengingat tatapan sahabatnya pada Jenia tadi.

Sementara itu, di pantry, Rehan menghampiri Jenia yang sedang membuat kopi untuk dirinya.

“Aku minta maaf kalau tadi membuatmu kaget,” ucapnya. “Sebenarnya, sejak kuliah dulu aku sering dengar namamu. Teman-teman pernah cerita tentang gadis manis yang aktif di organisasi, tapi aku nggak pernah sempat bertemu langsung. Jadi begitu tadi melihatmu… rasanya seperti bertemu orang yang sudah lama aku cari.”

Jenia terdiam, tidak tahu harus merespons apa. Hatinya bergetar mendengar kalimat itu, meski pikirannya masih kacau.

Rehan tersenyum, menatapnya dalam.

“Kalau tidak keberatan, bolehkah kita lebih sering ngobrol setelah ini?”

Dari kejauhan, tanpa sengaja Bastian melihat interaksi itu. Jemarinya mengepal di saku celana.

Kenapa aku… tidak suka melihatnya?

Malam itu, Jenia termenung di kamarnya.

Rehan… dia terlihat tulus. Tapi kenapa hatiku tetap berdegup setiap kali mengingat tatapan Bastian?

Sedangkan di rumahnya, Bastian duduk dengan wajah serius. Vita sibuk berbicara tentang rencana liburan mereka, tapi pikirannya tak lepas dari satu hal: bayangan Rehan yang menatap Jenia dengan senyum penuh arti.

Untuk pertama kalinya, Bastian merasa takut kehilangan sesuatu yang bahkan belum pernah benar-benar ia miliki.

Hari Minggu siang, Jenia diajak Leony untuk berjalan-jalan ke pusat perbelanjaan. Tujuannya sederhana: melepas penat setelah seminggu penuh bekerja.

Mereka masuk ke sebuah butik untuk sekadar melihat-lihat. Saat sedang memilih gaun, suara tawa seorang wanita membuat Jenia spontan menoleh dan di sanalah ia melihatnya.

Bastian bersama Vita. Mereka berjalan berdampingan, bergandengan tangan, lalu berhenti di depan sebuah toko perhiasan. Tak lama kemudian, Vita menarik wajah Bastian dan menciumnya mesra di depan banyak orang.

Darah Jenia seakan berhenti mengalir. Pandangannya kabur. Nafasnya tercekat.

“Jen, kamu kenapa? Wajahmu pucat banget,” tanya Leony khawatir.

Jenia buru-buru menunduk, pura-pura sibuk melihat rak pakaian. “Nggak apa-apa. Ayo pindah ke lantai atas.” Suaranya bergetar, matanya berkaca-kaca, namun ia menahan sekuat tenaga agar air mata tidak jatuh.

Di toilet mall, Jenia menatap wajahnya di cermin.

“Lihat, Jen… ini buktinya. Dia milik orang lain. Dan kamu nggak ada hak untuk berharap,” bisiknya pada diri sendiri.

Air mata akhirnya jatuh juga, tapi hanya sebentar. Ia segera menyekanya, mencoba tersenyum tipis pada bayangan dirinya di cermin.

“Aku harus berhenti. Aku harus bisa melupakan dia.”

Namun takdir selalu punya cara yang aneh. Saat Jenia keluar dari toilet, ia hampir saja menabrak seseorang.

“Eh, hati-hati,” ucap pria itu sambil menahan bahunya.

Jenia terkejut. “Rehan?”

Pria itu tersenyum hangat. “Ya, aku. Wah, kebetulan sekali kita ketemu. Kamu sendiri?”

“Nggak, aku sama Leony,” jawab Jenia singkat, berusaha menyembunyikan sisa kesedihannya.

Rehan memperhatikan wajah Jenia yang terlihat sendu. “Kamu kelihatan capek. Gimana kalau aku traktir makan siang? Anggap saja istirahat.”

Jenia sempat ragu, tapi akhirnya mengangguk. Ia butuh sesuatu untuk mengalihkan pikirannya dari apa yang baru saja ia lihat.

Mereka duduk di sebuah restoran cozy di mall itu. Rehan pandai membuat suasana cair. Ia bercerita tentang masa kuliah, tentang pekerjaannya sekarang, dan bahkan membuat Jenia tertawa kecil beberapa kali.

Untuk pertama kalinya setelah sekian lama, Jenia merasa hatinya sedikit lebih ringan.

“Aku senang bisa lihat kamu tersenyum,” ucap Rehan tiba-tiba, menatapnya serius.

“Eh… saya?” Jenia terkejut.

“Ya. Sejak pertama kali lihat kamu, aku sudah tahu… kamu punya sesuatu yang berbeda.”

Wajah Jenia memerah. Ia buru-buru menunduk, sementara hatinya berdebar dengan rasa yang asing hangat, tapi juga membingungkan.

Di sisi lain, Bastian yang masih berada di mall bersama Vita tanpa sengaja melewati restoran itu. Dari kaca, matanya menangkap sosok Jenia… sedang tertawa bersama Rehan.

Langkahnya terhenti. Ia menatap lama pemandangan itu. Ada sesuatu yang menusuk keras di dadanya.

“Sayang, ayo masuk ke toko itu,” ajak Vita sambil menarik tangannya.

Bastian mengangguk, tapi pikirannya tidak lagi di sana. Bayangan tawa Jenia bersama sahabatnya terus terpatri di benaknya, membuatnya diam-diam merasa kehilangan sesuatu yang bahkan belum pernah ia miliki.

1
[donel williams ]
Aku bisa tunggu thor, tapi tolong update secepatnya.
Fathi Raihan
Kece banget!
Celty Sturluson
Ga sabar buat kelanjutannya!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!