Riski adalah pria yang problematik. banyak kegagalan yang ia alami. Ia kehilangan ingatannya di kota ini. Setiap hujan turun, pasti akan ada yang mati. Terdapat misteri dimana orang tuanya menghilang.
Ia bertemu seorang wanita yang membawanya ke sebuah petualangan misteri
Apakah Wanita itu cinta sejatinya? atau Riski akan menemukan apa yang menjadi tujuan hidupnya. Apakah ia menemukan orang tuanya?
Ia pintar dalam hal .....
Oke kita cari tahu sama-sama apakah ada yang mati saat hujan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dranyyx, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 4 : Kasus yang tetunda
Pada sebuah sore , ketika jam kerja selesai, Riski sebenarnya berniat untuk pergi menyelidiki toko neneknya itu. Tapi semua berubah saat.
Di parkiran kantor
Riski yang terlihat mondar-mandir di parkiran kantor, sembari menunggu Rizal yang sedari tadi tidak terlihat . Tiba-tiba Ponselnya berdering. Kringg.. kringg.. Clik "
"Halo, Riski.. Maaf yah sepertinya penyelidikan ini di tunda dulu " Terdengar suara Rizal di telfon dengan suara yang mengisyaratkan dia sedang tergesa-gesa.
"Ehh... Ada apa memangnya.. "
"Maaf ini adekku mau belanja di supermarket. Dan aku tidak mungkin biarkan dia pergi sendiri. Jadi tadi aku langsung berangkat. Nanti besok yah.. Besok... " Dengan nada suara mulai pelan, Rizal menjelaskan.
"Sumpah, kalau tau begini, tadi lebih baik kubawa motor sendiri... Arrrggghh " Gumamnya.
Aku Riski, pria muda yang diselimuti dengan problematika kehidupan, baru kali ini aku berinteraksi dengan kalian, pembaca ku. Kehidupanku awalnya damai dan tentram meski di dalam hati dan pikiranku sangat kacau. Malam ini menjadi titik balik kehidupanku. Ya, kalian akan mengetahuinya sesaat lagi.
Entah apa yang ia pikirkan, pada hari itu ia pulang menuju kosannya dengan berjalan kaki. Sebuah pilihan yah unik, tapi mengingat motornya tak ia bawa, dan temannya yang langsung pulang, sepertinya bukan ide yang buruk.
Riski menyusuri lorong sempit yang berada di antara gang-gang kecil, terlihat beberapa anak kecil bermain. Tapi agak aneh untuk di sore hari . Masa anak kecil bermain di waktu magrib. Apakah mereka tidak takut diculik genderuwo kah atau siapa tahu mereka ini anaknya setan.
"Om, siapa yang kamu bilang anak setan, hah? Ku lapor om ke bapakku nanti," ucap seorang anak sambil menunjuk ke Riski. "Ehh anjirr, kenapa bisa kedengaran?" "Iyalah om bicara sendiri tadi." "Anjayy bisanya. Wehh jangan lap..." Riski ingin memperingati anak itu tapi semua sudah terlambat.
"Bapakk.........!!!" Anak itu berteriak. "Biar kamu lapor bapakmu . Kamu pikir saya takut hah?" "aku dibilang anak setan!" ucap anak itu sembari mendekati pintu sebuah rumah kecil.
Crekkkk.....! Seketika seorang pria jangkung dan berotot keluar dari salah satu pintu rumah di sekitar itu. "Maksudmu apa, anak muda, hah? Cari masalah atau sudah bosan hidup?"
Dengan nafas yang tidak beraturan, Riski menatap pria itu dengan tenang. "Anu om, maaf, tadi saya sedang... sedang..." "Sedang apa? Hah?" "Sedang bicara fakta, ada juga anak-anak keluar magrib." Riski tidak gentar sedikitpun. Ia berdiri kokoh bak pohon beringin di hutan liar Indonesia.
Tiba-tiba , tanpa basa-basi pria itu mendekat. Riski dicekik oleh pria itu dan diangkat sedikit dari tanah. Seolah badan Riski seperti barang yang ringan dan tak berharga.
"Ternyata kamu cari gara-gara menang... sini kamu ...!!!" Pria itu melancarkan upper cut ke arah Riski. Riski seolah membaca serangan pria itu dan akhirnya ia menahan serangan itu menggunakan tangannya.
Plakkkk ... !! Serangan lanjutan dari lutut Riski masuk telak ke perut pria itu.. Booom...
Pria itu kaget.. !! Tak sengaja cengkramannya terlepas. Ia pun mencoba melancarkan serangan dari tangan kanannya.
Brukkk.....! Tak terduga, Riski mengelak dan mendaratkan hook ke rahang pria itu sehingga pria itu tersungkur jatuh ke tanah. Suara percikan air yang menggenang seketika berdengung ketika pria itu jatuh tersungkur di antara genangan air hujan.
"Hey bung... jaga tangan anda sebelum bertindak." Riski memperbaiki kerah bajunya. Riski tak bisa di anggap remeh. Meski dia itu seorang kutu buku. Tapi sabut hitam taekwondo yang berada di kamarnya bukan hanya sekedar pajangan.
"Anak sialan...." Sebelum pria itu bangkit, Riski pun melarikan diri ke sela-sela gedung dan mulai menyusuri lorong yang aman. Hanya suara tikus yang ada. Sesekali gemericik air yang jatuh dari pipa bocor menghiasi suasana daerah tersebut.
"Anjayy bisa-bisanya aku bicara sendiri bisa terdengar pria brengsek itu," ucap Riski sembari membakar sebatang rokok. Dia pun melanjutkan perjalanan pulangnya.
Sesampainya di ujung gang, terdengar suara perempuan berteriak. Suara yang di dalam terkandung nada panik di dalamnya.
"Tolong....?!!!"
"Singkirkan tangan kotor kalian dari diriku."
Riski yang biasanya cuek dan dingin dengan keadaan, mulai penasaran dengan suara itu. Suara yang tidak biasa ia dengar. Tanpa menunggu lama, ia mulai mendekati sumber suara dan dengan tatapan tajam ke ujung lorong untuk memuaskan rasa penasarannya.
Malam telah menelan sebagian besar kota. Lampu neon di jalanan pinggiran kota yang berkelap-kelip redup, dan kabut yang menggantung rendah, sisa-sisa hujan yang hanya sekedar lewat.
Ia menyusuri pelataran sempit di antara bangunan rumah susun yang telah tak berpenghuni. Suara itu semakin jelas, terdengar suara kain diseret, tumit sepatu menghantam batu, dan jeritan yang dipendam oleh rasa takut.
Ia berhenti di ujung gang, tepat di bawah bayangan tiang besi tua, seorang wanita tersudut. Bajunya dan rambutnya kusut, salah satu lengannya terangkat seolah berusaha menangkis. Seorang pria — tinggi, jaket kulit lusuh, topi koboi ala mafia di film detektif — mencengkeram tasnya dan menariknya dengan paksa.
“Lepaskan saya!” teriak si wanita, suaranya pecah dan gemetar seolah ingin menangis tapi dipaksa untuk tetap bersuara.
Sekilas, jam waktu seolah melambat dan berhenti. Pemuda yang baru saja lewat itu — bukan detektif, bukan pahlawan — hanya orang biasa, tapi langkahnya tak gentar.
Ia bergerak cepat. Batu kecil dari tanah ia ambil, dilempar dengan presisi yang mengejutkan. Denting logam terdengar saat batu mengenai pipa saluran air, mengejutkan sang perampok. Dalam sekejap, perhatian beralih. “Hei!” serunya lantang, suaranya mantap namun terkendali. “Wah wah, ada pahlawan kah?."
Hembusan angin dingin pun tak terasa. Di hadapannya seorang pria yang jangkung melepaskan cengkeramannya dari wanita itu. Tubuh tinggi pria itu menciptakan siluet yang tajam, efek dari terpaan lampu neon yang kadangkala terang di kala redup berkepanjangan.
"Saya hanya orang biasa yang tak sengaja lewat. Memang bukan urusanku, tapi sebuah hal yang mustahil untukku jika membiarkan hal yang tidak semestinya terjadi di depan mataku."
"Jujur, saya paling benci dengan orang sepertimu. Bisakah sekali saja didunia ini ada manusia yang tidak suka ikut campur dalam urusan orang lain,? " Mata pria itu memerah. Ia menatap wajah Riski dengan tajam.
"Saya hanya ingin pulang kerja dengan kencang tenang sebenernya. Cuma, mungkin kita bisa bersenang-senang sedikit yah" Riski membuang puntung rokoknya. Ia menatap kembali wajah pria bengis itu.
Sementara itu, tampak seorang wanita masih berdiri di tempatnya, napasnya cepat, matanya penuh ketakutan yang belum reda. Di bawah sorot lampu, ia terdiam tak berkata-kata. Pasrah dengan keadaan yang ia alami di malam yang tak bersahabat ini.