Di dunia lama, ia hanyalah pemuda biasa, terlalu lemah untuk melawan takdir, terlalu rapuh untuk bertahan. Namun kematian tidak mengakhiri segalanya.
Ia terbangun di dunia asing yang dipenuhi aroma darah dan jeritan ketakutan. Langitnya diselimuti awan kelabu, tanahnya penuh jejak perburuan. Di sini, manusia bukanlah pemburu, melainkan mangsa.
Di tengah keputusasaan itu, sebuah suara bergema di kepalanya:
—Sistem telah terhubung. Proses Leveling dimulai.
Dengan kekuatan misterius yang mengalir di setiap napasnya, ia mulai menapaki jalan yang hanya memiliki dua ujung, menjadi pahlawan yang membawa harapan, atau monster yang lebih mengerikan dari iblis itu sendiri.
Namun setiap langkahnya membawanya pada rahasia yang terkubur, rahasia tentang dunia ini, rahasia tentang dirinya, dan rahasia tentang mengapa ia yang terpilih.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Adam Erlangga, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 28
Di tengah hutan, Rin tampak kebingungan saat puluhan hewan iblis mulai mengepungnya. Nafasnya berat, keringat menetes, dan matanya penuh keraguan.
"Situasi di dalam maupun di luar benteng sama saja… sama-sama mempertaruhkan nyawa," batinnya.
Namun, ia mengepalkan tangan, mencoba meyakinkan diri sendiri.
"Tapi, di luar sini aku bisa melakukan apapun. Bahkan aku bisa menghajar hewan-hewan itu. Benar kata kak Marco, aku harus berjuang dengan keras."
Rin pun bangkit.
Glep. Suara tangannya menggenggam dual dagger terdengar tegas.
"Aku pasti bisa melakukannya," ucapnya mantap.
GROAR! Hewan iblis menerjangnya. Tanpa ragu, Rin melompat maju.
SLASH! SRAK! SRAK! Tebasan pedangnya membelah udara, dan satu per satu hewan iblis roboh.
"Hehe, bagus, lakukan seperti itu bocah," ucap Marco sambil tersenyum melihatnya.
"HOAAA!" Rin berteriak, melampiaskan seluruh amarahnya ke arah para hewan iblis.
SRAK! SRAK!
"Mati kalian semua! Matilah!" teriaknya dengan mata merah menyala penuh amarah.
Lilia yang berdiri di samping Marco menatap khawatir.
"Mentalnya terguncang. Apa tidak apa-apa, Marco?"
"Dia sedang melampiaskan kemarahannya. Biarkan saja, Lilia. Dia perlu mengeluarkan semua emosinya," jawab Marco tenang.
...
Beberapa saat kemudian, puluhan hewan iblis itu bergelimpangan tak bernyawa. Rin terengah-engah, tubuhnya gemetar kelelahan.
"Hosh… hosh…" desah napasnya.
"Cukup sampai di sini, bocah," ucap Marco sambil berjalan mendekat.
Rin meliriknya dengan tatapan penuh amarah.
"Ehm, lirikannya sangat tajam sekali. Apa dia marah padaku?" pikir Marco.
Tiba-tiba Rin berteriak, "HOAAAA!" dan melesat menyerang Marco.
SLASH! SASS! WOS! Tebasan pedang Rin berulang kali diarahkan kepadanya, namun Marco dengan mudah menghindarinya.
"Kau cukup lumayan juga," ujarnya sambil terus bergerak lincah.
"Hia! Hia! HAA!" Rin tak berhenti menyerang.
Namun akhirnya, Glep! Kedua tangan Rin berhasil ditangkap hanya dengan satu tangan oleh Marco.
"Kau sudah cukup kuat sekarang. Pelajaran selanjutnya adalah Skill," kata Marco sambil mengangkat tubuh Rin dengan mudah.
"Hosh… hosh…" Rin terengah-engah, tapi matanya masih menyala penuh emosi.
"Gunakan otakmu untuk berpikir. Skill muncul dari otak dan turun ke hati. Bentuklah energi dalammu menjadi kemampuan, lalu keluarkan seperti yang kau inginkan," jelas Marco.
"Aku masih marah padamu, kak," saut Rin dengan nada kesal.
"Marahlah pada mereka," jawab Marco sambil menunjuk ke arah kerumunan baru: ratusan hewan iblis yang tiba-tiba muncul dari balik pepohonan.
"Seranglah mereka, dan belajarlah menggunakan skill. Jadikan pertarungan ini sebagai kebiasaan. Karena dari kebiasaanmu, akan muncul sebuah kemampuan," ujar Marco, lalu dengan santai melemparkan tubuh Rin ke arah kawanan hewan iblis itu.
"AAAAA!" teriak Rin panik, terhempas ke tengah-tengah musuh.
....
Dua hari berlalu.
Hari keberangkatan menuju Akademi akhirnya tiba. Di penginapan, Emma tampak sibuk bersiap-siap, sementara Rudy masih terlelap tidur di bawah lantai.
"Rudyy! Waktunya bangun! Kita akan ketinggalan kapal!" teriak Emma kesal.
"Hoaam…" Rudy menguap lebar sambil mengusap matanya.
"Apa Marco dan lainnya sudah kembali?" tanyanya setengah sadar.
"Aku tidak tahu. Kemarin aku sudah mengirimkan surat pada Marco. Mungkin dia akan kembali secepatnya," jawab Emma.
"Jam berapa kita berangkat?" tanya Rudy sambil bangkit dari tempat tidur.
"Kita berangkat jam 8 pagi. Lebih baik kau bersiap-siap," kata Emma.
"Ehm, baiklah," saut Rudy, lalu berjalan ke kamar mandi.
"Aku akan menunggu di bawah, dan jangan lama-lama di dalam sana," ujar Emma tegas.
"Okeee," balas Rudy dari dalam kamar mandi.
...
Beberapa menit kemudian, Rudy turun dan menghampiri Emma.
"Apa mereka belum kembali?" tanyanya.
"Belum. Apa mereka mengabaikan pesanku? Ini sudah jam 7. Kalau kita terlambat, mungkin kita harus menunggu tahun depan," jawab Emma cemas.
"Apa kau sudah mengirimkan surat pada Lilia juga.?" tanya Rudy.
"Sudah aku kirimkan beberapa surat, tapi belum ada jawaban," jawab Emma panik.
"Hem, sudahlah. Kalau begitu kita berangkat tahun depan saja," kata Rudy santai sambil duduk.
"Heh? apa kau yakin.?" tanya Emma terkejut.
"Mau bagaimana lagi? Mereka belum datang. Tidak mungkin kita meninggalkan mereka," jawab Rudy dengan nada tenang.
"Huh, kalau tahu begini, kemarin aku tidak akan ikut mengantri," saut Emma kesal.
"Kita lihat saja apakah mereka datang tepat waktu atau tidak. Sebaiknya kita berangkat ke pusat kota dulu," kata Rudy.
"Baiklah kalau begitu," saut Emma.
Mereka pun berangkat menuju pusat kota untuk menunggu Marco dan yang lainnya.
....
Di pusat kota, tepat di pelabuhan ikan terbang di belakang kantor gubernur, Rudy dan Emma akhirnya tiba.
"Wooaah, hebat sekali tempat ini. Seperti bandara internasional," kata Rudy kagum, menoleh ke kanan dan kiri.
"Mereka membangunnya khusus untuk transportasi. Kau juga tahu, jalur darat terlalu berbahaya bagi manusia," jelas Emma.
"Kau benar. Tapi apa jalur udara juga aman?" tanya Rudy.
"Memang ada beberapa hewan iblis yang bisa terbang, seperti naga atau burung besar. Tapi manusia sudah membuat jalur udara sendiri. Jalur itu bebas dari energi alam," jawab Emma.
"Meskipun begitu, kalau hewan iblis Rank S ke atas, mereka bisa menembus tempat tanpa energi alam," saut Rudy.
"Hewan Iblis jarang melakukan hal seperti itu Rudy. Menurut mereka itu buang-buang waktu. Lebih baik memperkuat diri di tempat yang kaya energi alam," jelas Emma.
"Ehm, lalu apa mungkin tempat yang awalnya tidak ada energi alam, tiba-tiba memiliki energi alam.?" tanya Rudy penasaran.
"Itu jarang sekali, tapi bisa terjadi kalau disengaja," jawab Emma.
"Maksudnya.? Siapa yang melakukannya dengan sengaja?" tanya Rudy lagi.
"Tentu saja manusia," jawab Emma singkat.
"Ehm? Apa manusia bisa menciptakan energi alam?" Rudy kaget.
"Kau memang harus belajar lebih banyak lagi Rudy," kata Emma sambil tersenyum tipis.
"Aku mengerti maksudmu, Emma," saut Rudy serius.
"Pada dasarnya, energi alam dalam tubuh manusia hanya bisa dikeluarkan dalam bentuk elemen atau skill. Manusia tidak bisa mengeluarkannya langsung sebagai energi alam murni," jelas Emma.
"Lalu, bagaimana bisa ada pelepasan energi alam itu?" tanya Rudy.
"Dengan kristal hewan iblis. Manusia menggunakannya untuk melepaskan energi alam," jawab Emma.
"Maksudmu koin dari jantung Iblis.? Untuk apa mereka melakukan itu?" tanya Rudy lagi.
"Tujuannya untuk menyerap energi alam ke dalam kristal, atau kita sebut dengan koin. Energi Alam di dunia ini tidaklah kosong. Semua daratan punya energi alam. Dan yang mengosongkan energi itu adalah manusia sendiri melalui penyerapannya dengan koin, lalu, mereka membangun menara di setiap ujung kota sebagai alat penyerapannya," terang Emma.
"Jelaskan lebih banyak lagi," pinta Rudy dengan penasaran.
"Manusia membutuhkan ruang tinggal lebih luas. Untuk menghindari serangan tiba-tiba, mereka membangun banyak menara, dan itu membutuhkan banyak koin juga," jelas Emma.
"Lalu, apakah dengan koin itu mereka bisa melepaskan energi alam?" tanya Rudy.
"Energi alam di dunia ini tidak terbatas, Rudy. Selalu muncul di mana pun, hanya kadang jumlahnya berbeda. Kalau koin emas diambil dari menara, energi alamnya akan menyebar kembali ke tempat asal. Itulah yang kusebut pelepasan energi alam dengan sengaja," terang Emma.
"Ehm, jadi masih banyak pencuri yang mencoba mengambil koin itu?" tanya Rudy.
"Kau benar, Rudy. Karena itu menara selalu dibangun di pusat kota dan di benteng. Orang biasa pun jarang menyadari keberadaannya," jawab Emma.
"Pantas saja aku mendeteksi titik energi di kota ini. Ternyata itu penampungan energi," saut Rudy.
"Hewan iblis tanpa energi alam sulit bertahan hidup, itu seperti oksigen bagi mereka. Tapi berbeda dengan Manusia, kita bisa mengeluarkan energi alam dan mengisinya kembali meski tempat itu minim energi," jelas Emma.
"Hm, jadi begitu. Aku bahkan merasa bisa mengambil energi alam dari luar angkasa," ujar Rudy.
"Itulah yang dipelajari manusia di Akademi, Rudy. Mereka berlatih menyerap energi alam dari luar. Itu perbedaan manusia yang belajar di Akademi dengan yang tidak," jawab Emma.
"Aku paham sekarang," saut Rudy mantap.
"Ya, di Akademi mereka diajarkan cara mengisi energi alam sendiri meski tempatnya tidak punya energi sama sekali," lanjut Emma.
"Masih banyak hal yang ingin kupelajari darimu, Emma," saut Rudy dengan senyum serius.
....