Ini bukan hanya tentang cinta, tetapi juga tentang pengkhianatan tak berujung, tentang pengorbanan dan harapan yang gagal untuk dikabulkan.
Angelika Sinnata. Cantik, anggun, berparas sempurna. Sayangnya, tidak dengan hatinya. Kehidupan mewah yang ia miliki membuat dirinya lupa tentang siapa dirinya. Memiliki suami tampan, kaya dan penuh cinta nyatanya tak cukup untuk membuat Angelika puas. Hingga ia memilih mengkhianati suaminya sendiri dengan segala cara.
Angelina Lineeta. Cantik dan mempesona dengan kesempurnaan hati, sayangnya kehidupan yang ia miliki tidaklah sesempurna Angelika.
Pertemuan kembali antara keduanya yang ternyata adalah saudara kembar yang terpisah justru membuat Angelina terjebak dalam lingkaran pernikahan Angelika.
Apa yang Angelika rencanakan? Dan mengapa?
Lalu, apa yang akan terjadi dengan nasib pernikahan Angelika bersama suaminya? Akankah tetap bertahan?
Ikuti kisah mereka...!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon FT.Zira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
30. Liburan 2.
Di bawah teriknya mentari yang bersinar terang di atas lautan yang membentang, gulungan ombak bergerak secara teratur mencapai tepi pantai memperdengarkan irama lembut yang dapat menenangkan hati siapa saja yang mendengarnya. Hembusan angin laut yang menerpa menawarkan aroma khas yang menenangkan.
Di atas pasir putih, diantara para pengunjung pantai yang sedang menikmati waktu liburan mereka, Alan tengah disibukkan dengan kegiatannya yang katanya akan membuat istana pasir untuk ibunda tercinta. Tangan kecilnya menyekop pasir setengah basah, memasukkannya ke dalam sebuah wadah, memadatkannya sesaat sebelum membalik wadah itu di atas pasir yang sudah bocah itu bentuk menyerupai benteng.
Bersama ayahnya, Alan mengumpulkan pasir dengan semangat, sementara Angelina hanya menonton dengan duduk di atas matras dengan payung besar di atas kepala. Tentu saja setelah ia mendapatkan penolakan keras dari dua orang berbeda usia saat ia ingin membantu.
Ditengah keseibukan itu, gerakan Alan saat menyekop pasir tiba-tiba berhenti, satu tangannya meraba lubang pasir yang baru saja ia gali, lalu mengeluarkan sesuatu saat tangannya merasakan sesuatu yang keras di sana.
Kedua matanya seketika berbinar saat ia menemukan sebuah kerang pipih berbentuk cantik dengan warna merah bergaris putih. Tak puas dengan penemuan yang ia dapatkan, Alan kembali menggali lebih dalam dan menemukan lagi kerang dengan bentuk serta warna berbeda.
"Apa yang kamu temukan, Son?"
Leon yang merasa aneh dengan tingkah putranya memutuskan mendekat, lalu bertanya. Sudut bibirnya terangkat saat ia mendapatkaan jawaban sebelum bocah itu bersuara.
"Dad, lihat!" Alan berseru tertahan, berharap ibunya tidak mendekat.
"Boleh aku bawa pulang, Dad?" tanyanya penuh harap sambil menunjukkan beberapa kerang yang ia temukan pada sang ayah.
Leon tersenyum, melihat binar bahagia di wajah putranya, beralih menatap beberapa kerang di tangan kecil sang putra, lalu mengangguk.
"Jangan katakan ini pada Mommy. Aku ingin membuat kejutan," ucap Alan setengah berbisik.
"Apakah kamu yakin?" tanya Leon memastikan.
Bukan bermaksud untuk menghempaskan harapan putranya, tetapi ia hanya tidak ingin putranya terbebani oleh sesuatu. Ia sangat mengenal istrinya yang begitu menyukai barang-barang mewah, pemikiran tentang bagaimana jika istrinya menolak apa yang Alan berikan tentu saja terlintas di dalam pikirannya.
Namun, saat mengingat perubahan besar dalam diri sang istri membuat Leon segera menggelengkan kepalanya.
"Aku yakin, Dad. Aku yakin Mommy akan menyukainya," jawab Alan pasti.
"Baiklah, kamu bisa membawanya. Masukkan itu ke dalam wadah yang ada, Daddy pastikan Mommy-mu tidak akan melihat kerang-kerangmu," ucap Leon.
Alan mengangguk antusias, berpura-pura sibuk dengan pasir yang tengah ia mainkan, sesekali melirik ke arah ibunya yang masih duduk berlindung dari teriknya sinar matahari.
Mereka berdua tidak sadar, pandangan Angelina justru lebih sering tertuju pada lautan luas di depannya seakan ingin menceburkan diri ke sana. Namun, urung ia lakukan saat ia merasakan sikap Leon dan Alan seolah menjauhkan dirinya dari laut, tetapi tidak menahan ketika ia hanya berdiri di pesisir.
Pandangan Angelina kembali pada ayah dan anak yang masih sibuk dengan kegiatan mereka. Mengamati penampilan mereka yang mengenakan celana pendek dengan kemeja yang sengaja mereka berdua biarkan terbuka, membuat penampilan mereka bak seorang model majalah.
"Wajah mereka, sikap mereka, semua sama. Hanya saja..." Angelina bergumam pelan, menggantung kalimat yang ingin ia ucapkan saat ia mengamati rambut Alan.
"Dia memang Leon versi anak-anak, tapi tidak dengan rambutnya."
Angelina tersenyum kecil, mulai bosan jika ia terus duduk tanpa melakukan apapun hingga ia memutuskan untuk berdiri dan menghampiri mereka berdua.
"Ada apa, Sayang?" Leon segera bertanya saat Angelina sudah berada di dekatnya.
"Aku bosan jika terus duduk," jawab Angelina, lalu beralih pada Alan. "Apakah Mommy terlalu buruk jika membantu?"
"Bukan begitu..." Alan menggeleng. "Aku hanya tidak ingin Mommy kelelahan. Dan... ini kotor."
"Ayolah, ini hanya pasir. Kita datang untuk berlibur bukan? Jadi..." Angelina mengambil segenggam pasir, melemparkannya pada Leon yang segera menutupi wajahnya menggunakan satu tangan, menghindari butiran pasir mengenai matanya.
"Mari kita bersenang-senang," ucap Angelina diakhiri tawa.
"Sayang..."
Leon menggeram gemas, tetapi Angelina justru tertawa. Serangan berikutnya datang dari Alan yang juga melempari ayahnya menggunakan pasir, lalu tertawa.
"Kalian sekongkol rupanya." Leon berdiri, melakukan hal serupa dengan melemparkan segenggam pasir pada istri dan putranya, namun tetap memastikan apa yang ia lakukan tidak melukai keduanya.
Namun, saat Angelina bergerak mundur dengan tujuan menghindar, salah satu kakinya secara tidak sengaja masuk ke dalam lubang yang sebelumnya Alan buat. Tidak begitu dalam, tetapi cukup untuk membuat Angelina kehilangan keseimbangan hingga tubuhnya terhuyung ke belakang.
Dalam hitungan sepersekian detik, Leon bergerak maju, menjangkau istrinya dangan tangan terulur, menarik tubuh sang istri yang gagal ia lakukan hingga keduanya jatuh bersama dengan Leon yang berada di bawah Angelina saat pria itu berhasil memutar posisinya di detik terakhir sebelum tubuh mereka jatuh ke atas pasir, tepat di atas istana pasir setengah jadi yang Alan buat.
"Kamu baik-baik saja?" Leon bertanya dengan nada khawatir.
Angelina tidak segera memberikan jawaban, netranya mengunci wajah Leon yang kini berada di bawahnya, wajah keduanya berada dalam jarak yang teramat dekat, ia juga bisa merasakan kedua tangan pria itu masih melingkari pinggangnya.
"Sayang..."
"Eh... Ya?"
Angelina mengerjap singkat, lalu tersadar akan posisinya saat ini dan segera berdiri.
"Maaf..." cicit Angelina dengan wajah merona.
Leon tertawa singkat, lalu menggeleng pelan kala melihat tingkah istrinya yang terlihat menggemaskan baginya.
"Son... Sepertinya istanamu tidak bisa berdiri secepat yang kita inginkan," ucap Leon setelah tawanya mereda, gegas berdiri dan mengamati istana pasir yang putranya buat kembali rata bersama pasir di bawahnya.
"Maaf, Sayang. Mommy merusak istanamu," sesal Angelina dengan wajah muram.
"Tidak apa-apa, Mom." Alan menggeleng, melirik sekilas ke arah wadah di mana ia menyimpan kerang yang ia dapatkan, lalu kembali menatap ibunya.
"Kita main air saja," usulnya kemudian.
Leon mengangguk, mengumpulkan peralatan main putranya ke tempat di mana Angelina sebelumnya duduk, lalu melangkah bersama menuju pesisir.
Sayangnya, niat itu urung mereka lakukan saat cuaca tiba-tiba berubah.
. . . .
. . ..
To be continued...
.semoga dia baik beneran
.lanjutttt