"Aku ini gila, tentu saja seleraku harus orang gila."
Ketika wanita gila mengalami Transmigrasi jiwa, bukan mengejar pangeran dia justru mengejar sesama orang gila.
Note : Berdasarkan imajinasi author, selamat membaca :)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mellisa Gottardo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
jiwa yang terkekang
"Apa yang kau pikirkan?." Suara Rui mengejutkan Ruby.
Ruby mendongak, Rui terkejut saat melihat ada jejak air mata di wajah Ruby. Ini pertama kalinya dia melihat air mata di wajah wanita berhati iblis seperti Ruby.
"Ada apa?." Rui berjongkok.
"Apa kau percaya jika aku baru saja melihat hal menakutkan?." Lirih Ruby.
"Hal menakutkan apa?." Bingung Rui.
"Aku melihat saat kau menjadi gelandangan kumuh di gang sempit. Kau dianiaya wanita yang merupakan Ibu dari Xui, kau menggila hingga memukul dan menggauli wanita itu. Kau tertawa seperti orang gila, aku melihat semuanya dengan hati berdenyut sakit." Jujur Ruby.
"Ingatan itu tidak ada padaku." Rui duduk di samping Rui.
"Apa kau melupakannya?." Tanya Ruby.
"Entahlah, aku ingat saat aku terus bergumam mencari sosok Istri. Aku tidak tau siapa Istri yang aku maksud, tapi entah kenapa aku selalu memanggilnya. Banyak hal yang tidak bisa aku jelaskan secara detil, tapi saat aku kembali ke istana aku benar-benar gila dengan pikiran kosong dan kacau." Ujar Rui.
"Kau baik-baik saja?." Ruby berkaca-kaca.
"Sudah banyak waktu berlalu, aku baik-baik saja sekarang." Jawab Ruby, tersenyum hangat.
"Tidak, kau bohong." Ucap Ruby.
"Hatiku memang sakit, ada banyak rasa sakit yang membuatku sulit berpikir dan menjadi gila, karena tidak tau harus menghancurkan rasa sakit yang mana dulu." Ucap Rui.
greb
Ruby masuk ke dalam pelukan Rui, dia menangis terisak. Meskipun dia berhati iblis dia tetap memiliki empati pada manusia, dia ikut merasa sakit dan betapa bingung Rui menjalani hidupnya. Rui membalas pelukan Ruby, dia juga sedih akan takdir hidupnya tapi dia sudah merasa lebih baik saat ini.
"Terimakasih sudah menangis untukku Ruby." Ucap Rui.
"Hentikan itu, dasar bodoh." Umpat Ruby.
"Pftt, aku merasa jauh lebih baik." Jujur Rui.
"Apa kau tau jika Xui di siksa oleh Ibunya sejak kecil? aku yakin dia juga gila tapi bisa menyembunyikannya dengan baik." Ucap Ruby.
"Aku masih belum bisa menjadi sosok Ayah." Jujur Rui.
"Tentu saja, dengan kondisi mentalmu saat ini tentu saja berat. Tapi, kau cukup hebat karena mau menerima Xui dalam hidupmu. Padahal aku memiliki segudang trauma." Ucap Ruby, mengingat pertemuan pertama mereka.
"Pertemuan itu, bagaikan mimpi untukku. Aku tidak pernah menyangka akan ada wanita yang mencariku sampai kesana, apalagi melihat wajah Xui yang mengingatkanku pada wajahku yang menyedihkan dulu. Aku ingin mengatakan banyak hal, tapi aku kesulitan. Anehnya aku merasa senang saat kalian datang, aku merasa senang." Ucap Rui.
"Kau senang karena masih memiliki keluarga?." Ruby tersenyum.
"Benar, terimakasih sudah mencariku." Ucap Rui, menatap Ruby dengan tatapan yang lebih hangat dari biasanya.
"Terimakasih sudah menerima ku." Ruby juga tersenyum tulus.
Setelah pembicaraan dari hati ke hati yang mengharukan itulah, mereka kembali ke dunia nyata. Rui bergegas membuat gulungan teleport, sedangkan Ruby membeli kios di pusat kota lewat bantuan guild.
Ruby melakukan semuanya menggunakan tangan orang lain, dia tidak mau terkenal atau di kenal di kota. Dia masih ingin hidup tertutup dengan nyaman dan damai, dia hanya perlu mengajari tiga koki untuk membuat donat yang bagus dan rasanya sama.
Empat bulan kemudian, Kios Donat milik Ruby sudah buka dan pelanggannya semakin membludak. Ruby mentraining para koki dengan cara mengajak mereka membuat pesanan, berawal dari mengamati dan meniru hingga akhirnya mereka mahir.
Rui membuatkan kontrak sihir untuk mengikat kesetiaan Koki itu. Jika mereka menjual donat yang sama tapi lebih mahal, maka ilmu yang sudah mereka terima akan hilang menguap begitu saja. Ruby merasa sangat berterimakasih pada Rui, dia juga sempat kepikiran ada saingan bisnis jahat.
Selama empat bulan ini juga Rui sudah merekrut banyak budak dan pendekar tanpa nama. Ruby selalu memindahkan Rui ke dimensi miliknya setiap siang hari, semua pasukan yang di rekrut oleh Rui laki-laki.
Mereka membangun sebuah markas di dimensi ruang Ruby, Markas itu sederhana tapi besar dan luas karena di huni ribuan pasukan baru. Semuanya di kontrak sihir oleh Rui, Rui belum bisa membuat kontrak darah karena dia belum menjadi Transendan, membeli di pasar gelap pun harganya sangatlah mahal.
Rui memeriksa secara seksama, dia pernah menghitung jam masuk dan keluar dari dimensi ruang. Ternyata jarak waktunya sangat berbeda, itu juga membuat Ruby Terkejut. Ruby memasukan Rui ke dimensi ruang dan sedetik kemudian Rui keluar lagi, Ruby pikir ada sedikit error atau konslet, ternyata Rui kembali setelah satu jam berada di dimensi ruang.
Perbedaan waktu itu sangat menguntungkan, pelatihan jadi lebih maksimal karena waktu yang bekali lipat dalam dua tahun di dunia nyata. Ruby ingin bertemu dengan pasukan milik Rui, tapi dia masih sibuk mengurus administrasi dan laporan keuangan Kios nya.
"Izinkan aku masuk sebentar, aku ingin melihat mereka. Lagian waktu disini dan disana kan berbeda, aku hanya mampir sebentar." Rengek Ruby.
"Disana sudah penuh arena latihan, kau bisa kesulitan jika tiba-tiba ke sana. Setelah latihan membuahkan hasil yang bagus, aku akan mengenalkanmu pada mereka. Tunggu dua hari lagi." Ujar Rui.
"Artinya mereka sudah menua kan? sudah berapa juta waktu berlalu disana?." Ujar Ruby.
"Meskipun perbedaan waktu sangat jauh, disana tidak ada malam dan selalu cerah. Kami merasa waktu berjalan sangat lambat." Jawab Rui.
"Baiklah, awas saja jika lusa kau tidak membawaku." Ketus Ruby, tapi dia tersenyum penuh benar.
"Aku berjanji." Jawab Rui.
Dua hari kemudian Ruby akhirnya masuk Dimensi ruang bersama Rui. Baru juga sampai dia sudah melihat pedang menghunus ke arahnya, untung saja Rui bergerak cepat menangkis pedang itu.
"A-apa-apaan, mereka ini gila ya mainan pedang begitu!! pake pedang kayu dong kalo latihan." Batin Ruby, serangan jantung.
Ruby melihat sekeliling, Dimensi miliknya sudah berubah drastis. Yang tadinya penuh Padang rumput sudah banyak bangunan kayu berdiri, arena berlatih dengan patung kayu dan jerami. Tapi rumah miliknya masih ada, meksipun hanya dia yang bisa melihatnya.
"Berkumpul." Teriak Rui.
Semua pasukan berkumpul, Ruby terperangah karena jumlahnya sangat banyak. Terlihat seperti semut dimatanya, benar-benar seperti prajurit perang di film fantasi.
"Hari ini, aku ingin mengenalkan pada kalian pemilik dari tempat ini dan pemilik sesungguhnya dari Kalian. Dia Ruby, Istri dan Ibu dari anakku. Hormati dia jauh lebih tinggi dibanding diriku, karena aku sendiri juga tunduk padanya." Ucap Rui, memberikan ketegasan.
"Betul guys, aku ratu kalian semua." Batin Ruby star syndrom.
Para pasukan terlihat terkejut dan saling pandang, memang di zaman ini wanita itu di pandang sebelah mata. Ruby jadi kesal, padahal dia sudah merasa senang tadi.
"Apa kalian keberatan? jika keberatan mati saja, Bunuh mereka yang menentang." Ucap Ruby melirik Rui.
Rui menarik pedang panjang miliknya, seketika semua pasukan kicep. Mereka langsung berlutut pada Rui dan Ruby, memberi hormat dan pengakuan mutlak.
"Keinginan anda adalah perintah bagi kami."
Ruby merasa merinding, suara yang menggema dan banyak itu membuat adrenalin terpacu. Mood Ruby kembali membaik, ini dia otoritasnya. Selagi ada Rui yang menjadi gigolo di sampingnya, semuanya pasti akan tunduk.
Rui mulai melatih para pasukan, Ruby yang bosan memilih masuk ke dalam rumahnya. Dia mencari sesuatu yang berharga, hingga suara yang menyebalkan membuatnya kesal.
"Apa kau masih mengingatku manusia."
"Hah? malaikat maut bodoh untuk apa datang? urusan kita sudah selesai kan? jangan bilang ajalku sudah tiba?." Kaget Ruby.
"Aku hanya lupa memberikan informasi penting."
"Apa itu?! benar-benar tidak bertanggung jawab." Kesal Ruby.
"Tenanglah, sebenarnya aku tidak perlu memberitahu mu. Tapi, apa yang kau lakukan di dunia ini cukup menghiburku. Anggap saja ini sebagai hadiah akan kerja kerasmu."
"Langsung ke intinya saja." Kesal Ruby.
"Air terjun itu adalah mata air kehidupan, bisa menyembuhkan segala macam penyakit dan menguatkan tubuh orang yang meminum atau berendam disana. Suamimu telah meminum dan bertapa disana, sayangnya dia belum bisa menerbos ranah Transendan."
"Karena alasan apa?." Sebenarnya Ruby tidak mengerti.
"Karena nyawanya masih terkunci di masalalu. Di dalam diri suamimu ada banyak kepribadian, jiwa jahatnya terkurung, jiwa cerianya nyaris lenyap. Dia harus bisa menggabungkan jiwa-jiwa itu menjadi satu agar bisa masuk ke ranah Transendan."
"Bukankah itu mustahil? suamiku penuh penderitaan dan trauma." Ucap Ruby.
"Karena itu aku akan memberitahu mu caranya."
"Baiklah katakan." Desak Ruby.
"Ajarkan padanya tentang Kasih sayang dan cinta yang tulus. Jika dia menyadari akan perasaan itu, maka dia akan menerbos ranah Transendan."
"Apa maksudmu? bukankah selama ini Suamiku sudah tau apa itu kasih sayang dan cinta? dia baik sekali sebagai sosok suami." Bingung Ruby.
"Itu hanya sebuah refleksi, bukan ketulusan. Kau pasti menyadari perbedaan perasaan yang tulus dengan terbiasa atau lain-lain."
"Yasudah, terimakasih sudah memberitahu." Ujar Ruby.
"Baiklah, jangan buru-buru ingin bertemu denganku."
Ruby hanya terkekeh sinis, dia keluar dari rumah dan menemui Rui. Tentu saja Ruby sadar jika Rui tidak tau tentang ketulusan, dia pasti juga tidak tau perasaan nya sendiri.
"Dia aja bilang nggatau caranya jadi Ayah, dia cuma berusaha mendengarkan dan bertindak dengan banyak pemikiran. Dia tidak benar-benar menganggap Xui anaknya, atau aku ini Kekasih hatinya. Dia hanya berusaha menjadi manusia saat jiwanya sudah terbagi menjadi iblis." Gumam Ruby.