Berawal dari seorang Pelukis jalanan yang mengagumi diam-diam objek lukisannya, adalah seorang perempuan cantik yang ternyata memiliki kisah cinta yang rumit, dan pernah dinodai oleh mantan tunangannya hingga dia depresi dan nyaris bunuh diri.
Takdir mendekatkan keduanya, hingga Fandy Radistra memutuskan menikahi Cyra Ramanda.
Akankah pernikahan kilat mereka menumbuhkan benih cinta di antara keduanya? Ikuti kelanjutan cerita dua pribadi yang saling bertolak belakang ini!.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lia Ramadhan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 30.
Suasana hening, tegang dan canggung tercipta di ruang keluarga Ifan. Meski mama Ira hanya bertanya dengan Fandy dan Mira, tapi bagi keduanya rasanya seperti berada di sidang pengadilan perkara.
“Saya sudah memaafkan Mira Tante. Karena hal ini sudah terjadi dan saya coba mengerti posisi Mira. Dia berani mengungkapkan perasaannya, itu pasti tak mudah baginya.”
“Saya tetap akan melanjutkan lukisan Mira dan keluarga ini hingga tuntas Tante,” tambah Fandy sambil senyum tipis.
Mama Ira dan Mira menarik napas lega bersamaan. “Terima kasih, Nak Fandy. Tante takut kamu marah dan tak nyaman, lalu memutuskan pergi begitu saja dari sini,” kata Mama Ira.
Fandy tersenyum. “Saya tetap komitmen, Tante tenang saja. Apa yang sudah saya mulai harus saya akhiri dengan baik.”
Dalam hati Mira merasa senang, senyum manis menghiasi wajah cantiknya. Menurutnya, yang penting bang Fandy masih di rumahnya dan tidak langsung pulang ke hotel.
“Jika tidak ada lagi yang ingin dibicarakan, saya mau melanjutkan melukis lagi Tante,” izin Fandy sopan.
Mama Ira mengangguk. “Terima kasih sekali lagi ya, Nak. Silahkan lanjut saja,” kata Mama Ira sambil mempersilahkan Fandy untuk berdiri.
“Bang Fandy. Jangan lupa pesanku tadi, aku mau dilukis satu pose lagi,” kata Mira mengingatkan Fandy.
Fandy menatap sekilas ke mama Ira dan putrinya. “Iya Mira. Jika mamamu tidak keberatan,” ujar Fandy masih berdiri menunggu respon mama Ira.
Mama Ira terdiam, berpikir sesaat apakah melarang atau menyetujui permintaan putrinya. “Boleh, tapi dengan syarat Mama akan menemani kamu saat dilukis nanti.”
Mira langsung cemberut, merasa kesal pada mamanya yang seolah membatasi geraknya. “Yah Ma! Aku sendiri saja deh dilukisnya. Masa ditemani, aneh tahu Ma.”
“Pilih mama temani atau tidak sama sekali!” tegas Mama Ira.
Mira masih cemberut dan mengomel dalam hati. “Mama ihh… jadi ganggu aku mau berduaan terus sama bang Fandy.”
“Kalau begitu saya pamit lanjut melukis lagi Tante,”
Mama Ira mengangguk dan Fandy berlalu ke tempatnya melukis.
Mira masih terus menatap Fandy yang berdiri dan berjalan di depannya. “Meski kamu terus menolakku. Aku akan berusaha meraih hatimu, walaupun kamu sudah beristri bang,” tekad Mira dalam hati.
Gadis itu sepertinya bebal, sudah ditegur Fandy dan mamanya tapi tidak mempan sepertinya. Cinta atau obsesi hanya dirinya yang tahu.
Fandy sudah di depan kanvasnya lagi. Lukisan Mira tinggal sentuhan akhir saja. Perlahan dia meraih kuasnya dan memberi warna terakhir dan merapikan detail gambar Mira dengan baju toganya yang terlukis sangat cantik dan menawan.
Mama Ira lalu menghampiri Fandy dan merasa takjub melihat hasil lukisan putrinya di kanvas. “Mira. Kamu cantik sekali sayang dalam lukisan ini,” pujinya.
Fandy sempat terkejut karena saking fokusnya, tak menyadari ada mamanya Mira yang muncul tiba-tiba. Dia lalu kembali fokus dengan lukisan.
Mira yang tadi di sofa kini sudah berdiri di samping mamanya. “Iya Ma. Aku cantik sekali dalam lukisan ini,” katanya ikut memuji seraya memeluk mama Ira.
“Makanya aku minta Mama dan papa biar bang Fandy saja yang melukis aku. Ternyata bagus hasilnya, kan?”
Mama Ira mengangguk seraya mengusap sayang kepala Mira. “Iya sayang. Bagus banget.”
Setelah melihat lukisan putrinya, mama Ira melirik nampan berisi makan siang belum disentuh Fandy sama sekali.
“Nak Fandy. Sebaiknya kamu makan siang dulu, itu makanannya masih utuh,” tegur Mama Ira.
Fandy menghentikan sapuan kuasnya yang sedang mewarnai. “Iya Tante. Sebentar lagi, soalnya sedikit lagi lukisan ini selesai.”
Mama Ira menghela napas, pelukis ini agak keras kepala juga ternyata. “Tidak Nak. Tante minta kamu berhenti dulu."
"Sekarang makan saja, nanti baru dilanjut lagi melukisnya!” tegasnya seraya menatap lekat Fandy.
Fandy mengangguk patuh. “Iya baik Tante.”
“Ayo sayang! Biarkan Fandy istirahat dulu dan kita juga makan,” ajak Mama Ira sambil menggandeng Mira ke ruang makan.
Setelah kedua perempuan itu berlalu. Fandy lalu mengambil ponsel di tas punggungnya. Ada puluhan panggilan tak terjawab dan beberapa pesan dari istrinya. Bergegas dia langsung menelepon.
Cyra: “Halo Abang. Kamu kemana saja?”
Belum juga Fandy berkata halo, istrinya sudah mendahului.
Fandy: “Halo cantik. Maaf tadi beneran lagi sibuk, belum sempat pegang ponsel.”
Cyra: “Kamu baik-baik saja, kan? Tidak jatuh atau kecelakaan?”
Fandy tertawa, tapi terharu karena Cyra sangat khawatir dengannya.
Fandy: “Aku baik-baik saja. Ini masih di rumah Mira, sedang menyelesaikan dua lukisan.”
Cyra: “Alhamdulillah. Terus sudah makan siang?”
Fandy: “Ini aku sedang makan cantik. Kamu sendiri sudah makan?”
Cyra: “Sudah Bang. Aku juga baru selesai meeting belum ke ruangan lagi.
Fandy: “Lho kenapa? Ada masalah, ya?”
Cyra mendengus, jengkel dan marahnya karena Fandy jadi muncul lagi.
Cyra: “Masalahnya kamu Bang. Sedari tadi enggak ada respon, baik itu pesan atau telepon aku.”
Fandy: “Iya cantik. Maafkan aku ya. Ini juga langsung telepon kamu begitu ada waktu.”
Cyra: “Iya aku maafkan. Tolong Bang! Lain kali jangan seperti ini lagi, jantungku serasa mau copot. Aku memecahkan gelas saat minum tadi, firasatku buruk tentang kamu.”
Fandy menghela napas panjang. Firasat istrinya memang benar adanya. Tapi ia tidak ingin menjelaskan di telepon.
Fandy: “Iya istriku. Insya Allah tidak akan seperti ini lagi. Ya sudah, kamu lanjut kerja lagi saja.”
Cyra: “Nanti malam harus video call aku! Tidak ada alasan sibuk atau lelah karena melukis. Aku masih istrimu, kan?"
Fandy: “Iya cantik. Aku akan video call kamu. Masih dong hehehe… istriku hanya satu. Hanya kamu dan hanya Cyra seorang.”
Cyra: “Dasar suami tukang gombal.”
Cyra yang tadinya kesal, dengar gombalan receh Fandy menjadi senang lagi. Lega suaminya baik-baik saja, meski masih ada yang mengganjal di hatinya.
Fandy: “Meskipun aku tukang gombal, tapi kamu tetap sayang aku, kan?”
Cyra: “Pakai tanya segala. Jawabannya pasti iyalah.”
Fandy terkekeh, gemas dengan ucapan istrinya.
Fandy: “Aku lanjut makan dan bereskan lukisan dulu ya. Sampai nanti malam cantik. Aku selalu sayang kamu.”
Cyra: “Iya Bang. Jangan lupa pokoknya, kutunggu! Akupun selalu sayang kamu.”
***
Waktu terus berjalan tanpa henti. Cyra sudah lega mendengar lagi suara suaminya menjadi tenang. Menyelesaikan sisa pekerjaannya hari itu hingga jam kantor berakhir.
Kini Cyra sudah berada di dalam mobilnya bersiap untuk pulang ke rumah, tak sabar bertemu kedua orang tuanya.
BMW merah Cyra melaju cukup kencang, sepertinya dia terburu-buru atau terlalu semangat sampai rumah.
Pajero hitam si penguntit ternyata menunggunya dan masih ingin mengikutinya lagi.
Cyra melirik kaca spion tengah, dia memang sengaja mengebut. Karena sadar saat keluar dari gedung kantor tadi, pajero hitam itu kembali mengikutinya.
Kedua mobil tersebut saling menyalip mobil di depannya saat di jalan raya. Cyra terus berusaha menghindari kejaran si penguntit. Tapi itu tak semudah yang dia pikirkan, pajero itu terus mengikuti kemana mobilnya melaju.
Karena kesal Cyra tiba-tiba membelokkan mobilnya ke tepi jalan yang agak ramai dan menghalangi pajero itu.
BMW Cyra berhenti, lalu dia keluar dan menghampiri pajero hitam yang berhenti tepat di belakang mobilnya.
Cyra ketuk kaca pintu pajero itu berulang kali sampai si pengemudi mau membuka kaca pintunya.
“Buka kacanya sekarang!” perintahnya.
Pengemudi pajero bergeming, enggan membukanya.
“Buka sekarang atau aku hancurkan kacanya dengan batu ini!” ancamnya dengan batu besar di tangannya.
Pengemudi pajero itu akhirnya membuka kacanya. Cyra sontak terkejut.
“An-Anda? Kenapa Anda selalu mengikuti saya?”
sudah nolak malah di biarkan ada2 saja nih Fandy😩