Luna punya segalanya, lalu kehilangan semuanya.
Orion punya segalanya, sampai hidup merenggutnya.
Mereka bertemu di saat terburuk,
tapi mungkin… itu cara semesta memberi harapan baru..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon CHRESTEA, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Meet Him
“Dia wanita cantik, seksi, pintar, bisa melakukan apapun yang kamu minta, patuh dan dia artis terkenal.” ucap Damian sambil berjalan mendekat kearah Orion.
Orion melirik, menatap Luna dari ujung kepala sampai kaki. Tidak ada komentar hanya tatapan dingin.
“Apa buktinya?”
“Kamu bisa mencari informasi tentang Luna di internet. Dianbenar-benar artis terkenal.”
“Lalu?”
“Apanya?”
“Jika dia artis terkenal,pasti sibuk. Dan merawatku? Kau pikir aku bodoh, kakiku yang cacat bukan otakku.” ucap Orion tajam.
Luna yang berdiri tak jauh dari Damian hanya tersenyum getir. Semua yang Orion ucapkan terasa menamparnya. Dia sudah bukan lagi artis terkenal, dia hanya artis gagal.
"Kau benar, aku sudah bukan artis, aku hanya orang gagal." jawab Luna dengan suara lirih.
Meskipun lirih, cukup untuk di dengar Orion dan Damian. Orion melirik Luna beberapa saat. Dari sorot matanya, dia bisa melihat gadis itu sama sakitnya seperti dia.
"Luna.." panggil Damian lembut, dia yang merasa tidak enak hati.
"Gppa kak, semua itu benar."
Orion berdehem kecil, "Oke,biarakan dia disini." ucapnya singkat.
Damian tersebyum kecil. "Kalau gitu aku akan pergi menyiapkan jadwal fisioterapi mu. Luna akan disini, kalian mungkin bisa bicara.”
Ruangan itu hening setelah Damian pergi. Hanya suara jam di dinding yang berdetak pelan, seolah menegaskan waktu yang berjalan lambat. Luna berdiri di dekat pintu, belum berani melangkah lebih jauh. Sementara Orion menatap jendela besar di depannya, seolah tak peduli siapa pun yang datang.
“Duduk saja,” suara Orion terdengar datar, tanpa menoleh.
Nada suaranya dingin, tapi bukan kasar lebih seperti seseorang yang sudah lupa bagaimana berbicara dengan orang lain.
Luna tidak tahu harus berbuat apa, dia masih canggung dan tidak nyaman. Perlahan Luna berjalan mendekat kearah kursi.
Belum sempat Luna duduk,Orion kembali bersuara.
“Kamu dibayar berapa buat ada disini?”
Luna menelan ludah. Ia tidak kaget. Hanya saja di tanya hal seperti itu semakin membuatnya tidan nyaman.
“Kak Dami, belum memutuskan." jawabnya pelan.
Orion mengangkat alis, menoleh sekilas. “Oh..Jadi dokter itu kakak kamu?"
“Calon." jawab Luna singkat.
Orion terdiam. Tidak ada lanjutan pembicaraan mereka. Selagi mereka berdua berdiam diri, rupanya mereka saling mencari informasi. Orion membuka ponselnya mencari tentang Luna, begitu pula sebaliknya.
Ekspresi wajah mereka berdua terlihat datar. Namun di dalam hati mereka berdua sama-sama tersenyum getir. Keadaan mereka berdua sama-sama hancur.
"Kenapa kamu mau membantu disini? apa karena kamu kasihan lihat aku?"tanya Orion tiba-tiba.
Luna mengangkat kepala, menatap Orion. "Aku butuh uang." jawabnya jujur.
"Uang?"
“Ya, harusnya kamu sudah bisa lihat banyak berita buruk tentang aku media sosial."
Orion mendengus pendek. “Kalau aku tau, kamu berharap aku akan baik padamu?"
"Tidak, aku benci di kasihani."
“Bagus,” Orion menatapnya. “Aku juga nggak suka dikasihani.”
Untuk pertama kalinya, mata mereka bertemu lebih dari dua detik.
Ada sesuatu di antara pandangan itu, bukan simpati, bukan ketertarikan. Lebih seperti dua orang yang sama-sama hancur, saling mengenali luka di mata satu sama lain.
Orion mengalihkan pandangan lebih dulu.
“Kalau kamu mau di sini, silakan saja. Aku tidak peduli."
Luna menarik kursi pelan dan duduk di dekat jendela, menjaga jarak.
Beberapa menit berlalu tanpa kata. Hanya suara angin dari luar dan bunyi mesin pendingin udara yang mengisi ruangan.
Hening cukup lama, sampai tiba-tiba Orion membuka suara.
“Kamu tahu aku siapa?” Orion tiba-tiba bicara, nadanya rendah.
"Aku tau."
Orion tersenyum samar. "Kamu tau apa yang membuat aku menyesal?"
“Apa?"
“Kenapa aku tidak mati saja saat itu. Aku benci di tatap sebagai orang cacat."
Luna menoleh,menatapnya lama. “Aku tau semua itu tidak nyaman, hanya saja untuk mati tidak akan semudah itu jika belum waktunya.”
Orion menoleh, matanya menatap Luna lurus “Kau tau apa?”
“Mungkin aku tau lebih banyak, dibanding kamu."
Seketika ruangan terasa lebih sunyi dari sebelumnya. Kata-kata Luna menggantung di udara, pelan tapi menghantam. Orion tak menjawab, hanya menatapnya lama.