NovelToon NovelToon
BAYANG MASA LALU KELUARGA

BAYANG MASA LALU KELUARGA

Status: sedang berlangsung
Genre:Mafia
Popularitas:2.5k
Nilai: 5
Nama Author: biancacaca

Najla anerka ariyani arutama
Nama dia memang bukan nama terpanjang di dunia tapi nama dia terpanjang di keluarga dia
Memiliki 4 saudara laki laki kandung dan 3 saudara sepupu dan kalian tau mereka semua laki laki dan ya mereka sangat overprotektif akhh ingin sekali menukar merek semua

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon biancacaca, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

PART 23

Tiga hari menuju pentas.

Sekolah sudah berubah jadi sarang panik nasional.

Lorong dipenuhi properti kardus, lampu disco pinjaman, pita gliter yang rontok kayak konfeti perang, dan siswa yang hafalan dialog sambil menangis pelan.

Termasuk Najla.

Kelompok dramanya kebagian naskah berjudul:

“Cinta di Balik Hujan, Pelangi, dan Patah Hati yang Menggetarkan Aula Sekolah.”

Najla membaca judulnya sekali, lalu menatap kosong ke depan seperti melihat masa depannya sendiri runtuh.

“Apa ini… telenovela versi BPJS?” gumamnya.

Sialnya, dia kebagian peran utama.

Pemeran perempuan yang cool, terluka, dan susah jatuh cinta.

Typecast?

Iya.

Akurat?

Juga iya.

 

Sore — Rumah jadi Basecamp Latihan (lagi)

Geng Minus Waras berkumpul otomatis tanpa undangan.

Ini bukan pertemuan, ini gravitasi.

Kaelan bawa skrip, Kenzi bawa cemilan, Damar bawa clipboard (demi estetika veteren serius), Arlen bawa napas panjang.

“Baik!” Kaelan menepuk tangan seperti sutradara profesional,

“Gladi resik terakhir!”

Najla memegang skrip:

DIALOG NAJLA: “Aku memang tersenyum, tapi kamu tidak pernah tahu seberapa sering aku menangis pada hujan.”

Najla membaca datar:

“Aku memang tersenyum tapi kamu nggak tahu gue mewek di got.”

Kenzi nyembur minuman.

Damar tutup muka.

Kaelan jatuh dari kursi.

Arlen menatap ke langit, minta kekuatan batin.

“Najla…” Kaelan memegang kedua pundaknya, “emote lo terlalu… preman romansa.”

 

Latihan 2 — Tatapan Mendalam

Kaelan: “Lo harus tatap lawan main lo dengan rasa yang… menyayat.”

Najla menatap Arlen tajam.

Arlen: “Itu tatapan mau minjem duit.”

Najla ganti ekspresi.

Arlen: “Itu mau ngajak duel.”

Najla coba lagi.

Arlen: “Itu lo nahan BAB.”

Najla frustrasi. “Bang, lo maunya gue gimana?!”

Arlen: “…kayak manusia yang punya hati.”

Kenzi dari pojokan: “Bang, dia baru instal update itu kemarin.”

 

Latihan 3 — Adegan Menangis

Kaelan menyiapkan bawang.

“Pakai ini biar keluar air mata!”

Najla: “Gue nggak mau nangis karena sayur.”

Arlen nyeletuk pelan tanpa lihat siapa-siapa:

“Gak usah bawang. Ingat aja kita dulu hampir nggak punya besok.”

Ruangan langsung sunyi.

Najla berhenti bercanda.

Dia tarik napas… dan untuk pertama kalinya, suaranya turun, bukan datar, bukan ngegas… cuma manusia:

“…Besok yang sekarang gue malah disuruh aktingin perasaan.”

Damar mengangguk kecil.

“Dan itu ironisnya penyembuhan.”

Kenzi menghela napas.

“Bang, lo kalau ngomong puitis jangan tiba-tiba, mental gue kaget.”

 

Momen Tak Terduga

Najla berdiri pelan, menatap titik kosong, dan mengucapkan dialognya lagi:

“Aku memang tersenyum, tapi kamu tidak pernah tahu seberapa sering aku menangis pada hujan.”

Tidak berteriak, tidak bercanda.

Suara itu kecil, jujur, tanpa pertahanan.

Hening.

Kaelan berbisik: “Nah… itu dia.”

Kenzi pura-pura minum biar gak kelihatan tersentuh.

Damar langsung tulis di clipboard padahal isinya cuma “anjir.”

Arlen hanya mengangguk satu kali.

Cukup.

 

Tapi karena ini Geng Minus Waras…

Kaelan langsung merusak suasana:

“BAGUS! Sekarang versi dubstepnya!”

Najla lempar sendal.

 

Malam — Persiapan Bubar

Sebelum pulang, Kaelan tunjuk Najla:

“Naj, lo siap. Beneran.”

Najla mengangkat alis. “Even if gue cringe?”

Kenzi bangkit: “Cringe is temporary. Live performance is immortal and terekam panitia.”

Damar menepuk bahu Najla pelan: “Lo nggak tampil karena lo sempurna. Lo tampil karena lo berani mulai.”

Najla diam sebentar.

Lalu menatap Arlen.

“Bang… gue bisa nggak?”

Arlen menutup pintu rumah pelan, lalu jawab:

“Lo udah bisa sejak lo mau coba. Yang belum bisa cuma lo percayanya.”

Najla mengangguk kecil, lebih untuk dirinya sendiri.

 

Grup Chat — 23.48

Geng Minus Waras

Kaelan: PENTAS \= BESOK ⚠️

Kenzi: Selamat kepada kita semua atas mikirin ini lebih dari nilai UN

Damar: Najla, break a leg (secara metafora, jangan literal)

Najla: Kalau literal gue tendang Kaelan dulu

Arlen: Tidur. Besok kalian tampil, gue nonton. Titik.

Seen 23.49

Tidak ada yang bercanda lagi setelah itu.

Karena besok bukan soal hebat, bukan soal sempurna.

Besok soal:

berdiri. terlihat. dan tetap hidup di panggung yang dulu mereka hindari.

Aula sekolah sebelumnya sunyi seperti perpustakaan.

Sekarang?

Pasar malam versi indoor.

Lampu sorot nyala-mati kayak ngedip genit, backstage penuh siswa jalan cepat kayak staf Avengers, dan panitia berlarian sambil teriak:

“SIAPA YANG MEGANG PROPERTI POHON KARDUS?!”

“KENAPA HUJAN BUATAN JADINYA KEBANJIRAN?!”

Karena ya…

Tim efek spesial kebablasan minjem water sprayer taman.

Dressing Room — 5 Menit Sebelum Tampil

Najla duduk di kursi, kostum sudah lengkap, make up dramatic soft girl heartbreak, rambut rapi…

…dengan jantung berdetak seperti mau freestyle rap.

Kenzi lewat sambil makan keripik, santai:

“Naj, lo keringetan di jidat kayak udah abis cardio 3 jam.”

Najla tajam menatap: “Lo diem, gue grogi.”

Damar yang lagi bantu lipat properti mendongak:

“Tenang, keringat itu tanda semangat.”

Kaelan masuk sambil bawa kipas angin:

“…atau tanda pendingin ruangan rusak.”

Arlen berdiri di ambang pintu, tangan di saku, wajah datar seperti biasa.

Tapi nadanya… beda:

“Lo latihan buat sampai sini. Tinggal jalanin. Kalau lupa dialog, improvisasi. Kalau jatuh, jatuh estetik. Kalau deg-degan, anggap bass musik.”

Najla menatap balik.

“Bang… nanti kalau gue blank gimana?”

Arlen jawab simpel:

“Lihat gue di kursi penonton. Gue angguk, lo lanjut.”

Entah kenapa, itu cukup.

Tirai Terbuka

Lampu menyala.

Narator mulai membaca prolog, musik melow backsound mengalun dramatis, angin dari kipas panggung goyangin rambut pemain biar cinematic.

Najla melangkah ke center stage.

Awalnya diam.

Lalu dia bicara:

“Kata orang, hujan cuma air yang jatuh. Mereka nggak pernah tahu… kadang itu bahasa hati yang nggak bisa ngomong.”

Suaranya stabil.

Tatapannya… nggak menghindar.

Penonton mulai senyap.

Tidak ada tawa.

Tidak ada jeritan teman yang biasanya ribut sendiri.

Cuma layar cerita yang hidup.

Sampai… Masalah Pertama Dimulai

Adegan klimaks harusnya:

Hujan turun → Najla berdialog → pemeran utama cowok masuk dramatic cue.

Yang terjadi:

Hujan sprinkler turun terlalu deras.

SEMUA PEMAIN BASAH DALAM 2 DETIK.

Cowok lawan main Najla masuk ke panggung sambil terpeleset:

“Cinta kita— WOOOAA—” brak.

Dia tergelincir.

Najla reflek nolongin sambil tetap dialog:

“Bahkan saat semesta bikin kamu jatuh… aku, sayangnya, masih ada buat nangkep kamu.”

Sutradara backstage: PANIK.

Penonton: HENING.

Lalu: TEPUK TANGAN.

Karena itu… malah jadi momen paling kuat.

Improvisasi?

Iya.

Tapi terasa real.

Di Kursi Penonton

Arlen duduk, menatap panggung.

Tanpa ekspresi besar, tapi matanya nggak lepas sedetik pun.

Kaelan yang duduk di sebelahnya berbisik:

“Bang… Najla parasite panggung ya, makin masalah makin dia bersinar.”

Arlen mengangguk kecil.

“Bukan parasit. Itu habitatnya.”

Adegan Penutup

Najla berdiri di panggung, hujan buatan masih netes (sekarang powernya udah dikecilin panitia), lampu soft fokus ke wajahnya.

Dia ucapkan dialog terakhir dengan suara rendah tapi jelas:

“Kalau hujan turun lagi besok… aku mungkin masih takut. Tapi setidaknya, kali ini aku nggak sendirian.”

Lampu meredup.

Musik berhenti.

Tirai menutup.

Hening…

Lalu—

TEPUKAN GIGANTIK.

Bukan tepuk sopan.

Tepuk “anjir kita nonton apa barusan”.

Tepuk yang bangga, kaget, sedikit merinding.

Backstage — setelah tirai tertutup

Najla berdiri masih memegang properti payung, baju basah, rambut netes air, tapi senyum kecil muncul.

Kenzi langsung nyeru:

“Lo tadi keren, tapi juga kayak korban banjir modis!”

Damar mengacungkan jempol: “Improvisasi level dewa.”

Kaelan terharu: “Bangga gue…”

Najla cuma menghembus tawa kecil.

Lalu dia cari satu orang.

Arlen sudah berdiri di pintu backstage, seperti memang nunggu di sana.

Najla mendekat.

“Bang… gue blank dua kali.”

Arlen menjawab:

“Tapi lo nyampe akhir.”

Najla terdiam.

“…Gue nggak jatohin panggung, kan?”

Arlen menepuk kepalanya ringan, sekali.

“Lo justru ngangkatnya.”

Di kejauhan, panitia masih teriak:

“SIAPA YANG SETTING HUJAN KE MODE BAH TERBELAH?!”

Tapi di antara semua chaos itu…

Najla akhirnya ngerti satu hal:

Dia bukan sembuh karena semuanya jadi mudah.

Dia sembuh karena dia tetap berdiri meskipun semuanya kacau.

1
아미 😼💜
semangat update nya thor
Freyaaaa
🤩🤩🤩
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!