NovelToon NovelToon
Berjalan Di Atas Luka

Berjalan Di Atas Luka

Status: sedang berlangsung
Genre:Ibu Mertua Kejam / Pernikahan Kilat / KDRT (Kekerasan dalam rumah tangga) / Dijodohkan Orang Tua / Cinta Seiring Waktu / Romansa
Popularitas:6.2k
Nilai: 5
Nama Author: Dina Aisha

Hidup hanya untuk berjalan di atas luka, itulah yang dialami oleh gadis bernama Anindira Sarasvati. Sejak kecil, ia tak pernah mendapat kasih sayang karena ibunya meninggal saat melahirkan dirinya, dan ayahnya menyalahkan Anin atas kematian istrinya karena melahirkan Anin.

Tak hanya itu, Anin juga selalu mendapat perlakuan tak adil dari ibu dan adik tirinya.
Suatu hari, ayahnya menjodohkan Anin dengan putra sahabatnya sewaktu berperang melawan penjajah. Anin tak memiliki pilihan lain, dia pun terpaksa menikahi pria bernama Giandra itu.

Bagaimana kisah mereka selanjutnya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dina Aisha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Iri Hati

Hujan turun deras, membasuh kaca jendela mobil yang kini dipenuhi butiran air. Anin menatap ke luar, mengikuti riak hujan. Sementara di balik kemudi, Giandra fokus menembus kabut tipis yang menggantung di udara.

“Loh, itu Kak Sri, kan?” Anin menyipitkan mata, menunjuk sosok wanita yang duduk seorang diri di tepi jalan. Giandra menoleh sekilas, pandangannya mengikuti arah telunjuk Anin.

“Kenapa Kak Sri ada di jalan?” tanya Giandra heran, lalu kembali menatap ke depan.

“Jangan-jangan dia diusir sama istri barunya Kak Hanung,” jawab Anin menerka-nerka.

“Hmm, mau kamu samperin?” tanya Giandra.

“Iyaa,” jawab Anin mantap.

Tanpa banyak bicara, Giandra memutar kemudi, menepikan mobil, lalu turun. Ia membuka payung, dan bergegas membuka pintu untuk Anin.

“Hati-hati turunnya ... Kamu baru melahirkan sepuluh hari yang lalu,” ujar Giandra lembut, sembari menggenggam erat tangan Anin.

“Iya, gantengku,” jawab Anin seraya tersenyum.

Giandra merangkul bahu Anin, kemudian menuntunnya mendekati sosok Sri yang tampak basah kuyup di bawah rintik hujan.

“Kak Sri …” panggil Anin hati-hati.

Sri mengangkat wajahnya yang basah oleh air hujan bercampur air mata, dan tatapannya penuh luka. “Untuk apa kamu ke sini? Kamu pasti mau menertawakan aku, kan?” tuduhnya.

“Astaghfirullah, nggak, Kak. Aku ke sini karena kasihan lihat Kakak duduk sendirian di pinggir jalan, lagi hujan pula. Jadi, aku minta Giandra buat menepi sebentar,” jawab Anin lembut.

Sri terdiam, pandangannya berpindah pada Giandra yang berdiri kaku, enggan menatap balik.

“A–aku belum makan dari pagi ...” ucap Sri dengan suara terbata-bata.

“Ya Allah, kok bisa?” tanya Anin.

“Ini semua gara-gara gundik tidak tahu diri! Takhta aku sebagai menantu kesayangan keluarga Wijaya tergeser,” keluh Sri.

“Anggap aja itu karma karena kamu selalu menyakiti Anin,” celetuk Giandra datar.

Anin langsung mencubit pinggang Giandra, membuat lelaki itu meringis kecil.

“Jangan pikiran ucapan Giandra ya, Kak. Gimana kalau Kakak ikut ke rumah kami?” ajak Anin.

“Memang boleh?” tanya Sri ragu.

Anin menatap Giandra dengan sorot mata berkilat. Lelaki itu menarik napas panjang, kemudian mengangguk pelan.

“Boleh, Kak. Ayo, kita pulang!!” seru Anin riang.

“Tapi kursi rodaku dibawa pergi sama si gundik dan kakiku tidak bisa jalan. Apa Giandra mau gendong aku?” tanya Sri lagi.

Giandra hanya memutar bola matanya malas dan tanpa sepatah kata pun, ia menunduk, dan mengangkat tubuh Sri. Dengan hati-hati, Anin mengikuti langkah Giandra menuju mobil.

...🌹🌹...

Setengah jam kemudian.

Mobil Giandra berhenti di pekarangan rumah. Lelaki itu turun, lalu menggendong Sri menuju bale kayu di teras depan. Ia meletakkannya dengan hati-hati, kemudian bergegas menghampiri Anin yang hendak turun dari mobil.

“Pelan-pelan ya,” ujar Giandra lembut sembari memegangi tangan istrinya.

Anin tersenyum tipis, menggenggam erat tangan Giandra yang selalu siap menopangnya di setiap langkah. Setibanya di depan pintu, Giandra mengetuk pelan. “Mbok, Mbok Ella ....”

“Iya, Tuan,” sahut suara dari dalam.

Tak lama, pintu terbuka, tampak seorang wanita paruh baya yang berdiri di ambang pintu.

“Tolong, bawa kakak ipar saya ke kamar tamu,” titah Giandra.

“Baik, Tuan,” jawab Mbok Ella, kemudian menghampiri Sri yang terdiam di bale kayu.

Sementara itu, Giandra menuntun Anin masuk ke dalam. Lalu, mendudukkan Anin di kursi kayu berlapis sofa, dan duduk di sampingnya.

“Di mana Erna dan Erni?” tanya Anin lembut.

“Mereka sedang tidur di kamar, Nyonya,” jawab Mbok Ella.

“Siapa Erna dan Erni?” tanya Sri, menatap Anin.

“Mereka itu anakku, juga keponakan Kakak,” jawab Anin, lalu tersenyum sumringah.

“Kembar?” Sri mengernyit.

Anin mengangguk cepat. “Iya.”

Sri terdiam, kemudian melirik Giandra yang sejak tadi tak melepaskan pandangan dari Anin.

“Oh iya, Kak Sri mandi dulu ya. Nanti pinjam bajuku. Setelah itu kita makan malam bareng,” ujar Anin ramah.

Sri mengangguk kecil. Anin pun beranjak, diikuti Giandra yang turut mendampinginya menuju kamar utama yang berada tak jauh dari sana.

...🌹🌹...

Malam pun tiba.

Di meja makan, Anin, Giandra, Lavanya, Anggi, Sri serta dua bayi kembar yang digendong Anin dan Giandra duduk mengelilingi meja makan yang penuh dengan berbagai makanan lezat.

“Iya, sebentar lagi usia mereka empat tahun,” sahut Anin sembari mengusap rambut Lavanya dan Anggi bergantian.

Sri memandang Giandra yang tengah menimang salah satu bayi dengan hati-hati. “Itu namanya siapa?” tanyanya sembari menunjuk bayi di gendongan Giandra.

“Erna,” jawab Anin.

“Oh, berarti yang kamu gendong itu Erni?”

Anin mengangguk kecil, pandangannya tertuju pada Lavanya dan Anggi yang tengah asyik memainkan peralatan makan bayi.

“Bagaimana cara membedakan Erna dan Erni? Wajahnya mirip sekali,” tanya Sri penasaran.

“Erna punya tahi lalat kecil di lehernya, Erni nggak,” jelas Anin.

Sri mengangguk, memperhatikan keduanya dengan pandangan lembut.

“Ayo, kita makan,” ajak Anin kemudian.

“Kamu makan duluan aja. Anak-anak biar aku yang jaga,” ujar Giandra sembari tersenyum kecil.

“Memang Mbok Ella ke mana?” tanya Sri.

“Kalau malam Mbok Ella pulang ke rumahnya. Nanti pagi baru datang lagi,” jawab Anin.

Sri mengangguk, memandangi Giandra yang mengambil alih Erni dari gendongan Anin, dan menimang dua anak kembarnya.

Anin pun menyendok nasi dan lauk. “Kamu makan juga ya. Aku suapin,” katanya sembari menatap Giandra dengan senyum hangat.

Dia menyuap makanannya lebih dulu, kemudian menyuapi makanan ke mulut Giandra.

“Eumm, rasa makanannya jadi makin enak karena disuapin sama wanita tercantik di dunia,” seloroh Giandra dengan senyum menggoda.

“Apa sih, bisa aja gombalnya!!” seru Anin, kemudian membuang muka, berusaha menyembunyikan pipinya yang merona.

Giandra menyipitkan mata, menyeringai lebar, lalu menyenggol bahu Anin pelan. Sementara Anin mengerucutkan bibir, mendengus kesal, kemudian mencubit kencang hidung Giandra.

“Mancung banget nih hidung,” ucap Anin.

“Biarin, daripada pesek kayak hidung kamu,” ejek Giandra.

“Oh gitu? Ya udah, cari aja perempuan lain yang hidungnya mancung!” seru Anin kesal.

“Nggak ah, aku maunya kamu,” jawab Giandra, kemudian mengedipkan mata.

Anin memutar bola matanya malas, pura-pura kesal. Namun, sudut bibirnya tak bisa menahan senyum tipis yang muncul.

Sri terpaku meratapi Anin dan Giandra yang persis seperti keluarga yang dia dambakan. Di balik senyum getirnya, hatinya remuk oleh perasaan iri yang berusaha dia sembunyikan.

“Andai suamiku adalah Giandra, mungkin hidupku tidak akan seperti ini. Kamu beruntung sekali, Anin. Aku sangat iri padamu dan ingin sekali merampas kebahagiaanmu itu,” gumam Sri pelan.

1
Dina Aisha
anin emg agak lola org nya 🤣🤣
Adi Sudiro
si anin lebai bukanya minta pertolongan atau telfon polisi..... halah cerita 🤭🤭🤭🤭
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!