Davian Meyers ditinggal oleh istrinya kabur yang mana baru saja melahirkan putrinya bernama Cassandra Meyers.
Sayangnya Cassandra kecil justru menolak semua orang, selalu menangis hingga tidak mau meminum susu sama sekali.
Sampai dimana Davian harus bersedih hati karena putri kecilnya masuk rumah sakit dengan diagnosa malnutrisi. Hatinya semakin hancur saat Cassandra kecil tetap menolak untuk menyusu. Lalu di rumah sakit Davian menemukan putrinya dalam gendongan seorang wanita asing. Dan mengejutkannya Cassandra menyusu dengan tenang dari wanita tersebut.
Akan tetapi, wanita tersebut tiba-tiba pergi.
Demi kelangsungan hidup putrinya, Davian mencari keberadaan wanita tersebut lalu menemukannya.
Tapi bagaimana jika wanita yang dicarinya adalah wanita gila yang dikurung oleh keluarganya? Akankah Davian tetap menerima wanita itu sebagai ibu susu putrinya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Archiemorarty, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 19. JEJAK
Malam itu tidak benar-benar kembali tenang. Meski penjagaan ditambah, udara di sekitar rumah terasa berat, seakan bayangan hitam yang sempat berdiri di depan gerbang meninggalkan bekas yang tak kasat mata.
Davian tidak tidur. Ia berdiri lama di depan jendela kamarnya, menatap ke luar halaman yang diterangi lampu-lampu kecil. Pikirannya berputar: siapa yang berani muncul di sana, dan untuk apa?
Ia tahu, dalam hidupnya yang penuh musuh, ancaman bisa datang dari arah mana saja. Tapi kali ini berbeda. Orang itu tidak datang untuk dirinya, tatapan yang diarahkan ke jendela Cassandra membuatnya yakin, sasaran sebenarnya adalah Olivia atau Cassandra.
Peter mengetuk pintu menjelang tengah malam. Membuyarkan lamunan Davian yang hanyut dalam pikiran untuk waktu lama.
"Davian?" panggil Peter ketika membuka pintu pelan. Aku sudah memeriksa ulang sekitar rumah. Ada bekas jejak sepatu menuju kebun kecil di sisi timur pagar. Dari ukurannya, kira-kira milik pria dewasa dengan tubuh tinggi."
Davian menoleh, matanya menyipit. "Kau pikir siapa?"
Peter menarik napas panjang. "Sulit ditebak. Bisa jadi orang yang disewa oleh musuh bisnismu, atau ... seseorang yang punya urusan pribadi dengan Olivia."
Nama itu terucap, membuat dada Davian terasa panas. Olivia. Ia menoleh sekilas pada ranjang, di mana wanita itu akhirnya tertidur setelah berjam-jam gemetar. Di sampingnya, selimut yang menutupi tubuhnya naik-turun pelan mengikuti irama napas.
"Kalau ini menyangkut Olivia," Davian berkata dengan suara rendah tapi penuh tajam, "aku akan menemukan siapa dalangnya. Dan aku akan pastikan orang itu menyesal pernah berpikir untuk mendekat."
Pagi tiba dengan cahaya pucat. Olivia bangun lebih dulu, matanya sembab tapi tubuhnya agak lebih tenang. Begitu ia mendengar suara tangisan Cassandra dari kamar sang bayi, ia bergegas ke sana, mendekap bayinya erat-erat seolah tidak ingin kehilangan lagi.
Davian memerhatikan dari jauh, berdiri di koridor. Ada sesuatu yang berbeda pada Olivia: rasa takutnya kini bercampur dengan tekad. Ia seperti seorang ibu yang baru saja diingatkan betapa berharganya nyawa kecil di pelukannya.
"Apa orang itu ... akan kembali lagi?" suaranya lirih ketika menyadari pria itu sedang berdiri di ambang pintu.
Davian mendekat, menyentuh pundak Olivia dengan mantap. "Selama aku ada, tak seorang pun bisa menyentuh kalian. Percayalah."
Olivia hanya mengangguk, ia percaya kalau Davian akan menjaga Olivia maupun Cassandra dengan sangat baik. Olivia hanya takut sesuatu terjadi, bukan pada dirinya tapi pada bayi kecil tak berdaya di gendongannya ini.
Emily meminta Olivia untuk membersihkan tubuh dan juga sarapan terlebih dahulu dan menggantikan wanita itu untuk menjaga Cassandra kecil selagi Olivia melakukan rutinitas pagi.
Setelah memastikan Olivia cukup tenang, Davian turun ke ruang kerja bersama Peter. Di meja besar dari kayu Ek itu, peta kecil area rumah dan halaman terbentang, disertai rekaman CCTV yang diputar ulang.
Peter menunjuk layar. "Lihat di sini, Dav. Sosok itu berdiri hampir tiga belas menit penuh, tanpa gerak. Itu bukan sekadar orang lewat. Ia tahu persis jendela kamar mana yang ia tatap."
Davian menatap monitor dengan rahang terkatup. "Artinya, dia sudah mengamati rumah ini sebelumnya."
"Benar," sahut Peter. "Dan satu hal lagi, ketika mobilku datang, reaksinya cepat sekali. Itu ciri orang terlatih untuk memata-matai, bukan sekedar orang biasa," sambungnya.
Davian mengetukkan jarinya di meja. "Kalau begitu, ini bukan orang biasa. Kita berhadapan dengan seseorang yang sengaja dikirim. Pertanyaannya: siapa yang memerintah?"
"Aku akan mencari tahu lebih jauh lagi. Mungkin mengawasi beberapa lawan bisnis yang mencurigakan," kata Peter, selalu tahu apa yang harus dilakukan.
"Baik, terima kasih sudah membantu. Kau istirahat saja dulu. Semalam kau juga tidak tidur untuk berjaga," suruh Davian seraya memijit pangkal hidung. Ia merasa cukup lelah karena kurang tidur semalam.
"Kau juga. Hari ini tidak ada agenda penting di perusahaan, jadi tidak masalah untuk mengambil satu hari istirahat saja," kata Peter.
Davian mengangguk. Lagi pula dia juga tidak ingin meninggalkan rumah hari ini setelah kejadian semalam. Ia masih khawatir akan keamanan Olivia, Cassandra, dan orang-orang yang bekerja di rumah ini.
Nama-nama berkelebat di benak Davian. Musuh bisnisnya yang iri, keluarga Olivia yang penuh dendam, atau bahkan orang dari masa lalu kelamnya sendiri. Semuanya mungkin.
Peter menambahkan, "Aku sarankan kita tidak hanya berjaga di luar. Kita juga harus menaruh orang di sekitar Olivia setiap saat. Jika benar targetnya adalah dia atau bayinya, maka keamanan harus berlapis."
Davian mengangguk. "Mulai hari ini, Olivia dan Cassandra tidak boleh sendirian. Atur jadwal penjagaan. Aku juga ingin kau periksa catatan siapa saja yang belakangan ini mengawasi keluarga Morgan atau Holland."
Peter menatap serius. "Kau curiga pada Raymond?"
Nama itu membuat udara seolah membeku. Davian tidak menjawab langsung. Namun sorot matanya sudah cukup sebagai jawaban.
"Tentu saja. Siapa lagi yang akan beranu berbuat sejauh ini sampai mengintai rumahku jika bukan di brengsek itu. Alasannya sudah jelas karena dia tidak terima dengan kekalahannya di pertemuan terkahir kemarin," jawab Davian.
Dengan ini Peter sepertinya tahu dimana ia harus memulai untuk mencari tahu tentang pengintaian ini.
Sementara itu, Olivia duduk di taman belakang rumah, menggendong Cassandra sambil menatap langit pagi. Membiarkan bayi kecil itu mendapatkan asupan cukup dari sinar matahari. Angin sepoi-sepoi mengibaskan rambutnya, tapi hatinya belum juga lega.
Emily duduk di sampingnya, mencoba menghibur. Miss, jangan terlalu cemas. Mr. Davian dan Mr. Peter sangat bisa dipercaya. Mereka pasti akan melindungi Anda."
Olivia mengangguk kecil, namun dalam hati ia merasa bersalah. Selama ini ia mencoba menutup mata, mengira bahwa sosok yang muncul hanyalah bayangan. Kini, karena ia tidak jujur dari awal, bahaya itu justru semakin nyata.
Ia menunduk, mencium dahi Cassandra dengan lembut. "Mama akan melindungimu."
Siang menjelang, Davian kembali ke kamar untuk menemuinya. Olivia masih duduk di kursi goyang, menimang Cassandra yang tertidur.
"Bagaimana perasaanmu sekarang?" tanya Davian pelan.
Olivia menoleh, wajahnya masih pucat namun matanya sedikit lebih kuat. "Aku masih takut… tapi aku juga tahu aku harus berani. Demi Cassandra."
Davian duduk di hadapannya, menatap dalam. "Kau tidak sendirian. Aku akan mencari tahu siapa orang itu. Dan aku janji, sebelum dia bisa menyentuhmu, aku sudah berdiri di hadapanmu."
Kata-kata itu menusuk lembut ke hati Olivia. Untuk pertama kalinya sejak lama, ia merasa ada seseorang yang benar-benar berdiri di sisinya.
Sore hari, Peter kembali membawa laporan. Ia menemukan informasi dari seorang kontak lama di kepolisian: ada beberapa orang asing yang baru tiba di kota, dikenal sebagai penyusup bayaran. Mereka bekerja untuk siapa saja yang sanggup membayar.
"Bisa jadi salah satunya yang datang semalam," ujar Peter serius. "Kalau benar, maka kita menghadapi ancaman yang tidak akan berhenti hanya karena satu kali gagal."
Davian menatap jendela yang memantulkan cahaya senja. "Kalau begitu, kita harus siap untuk yang berikutnya."
Malam kembali turun, membawa hawa dingin dan keheningan. Kali ini, Davian tidak meninggalkan Olivia di kamar. Ia duduk di kursi dekat jendela, berjaga sementara Olivia tidur memeluk Cassandra. Tak ingin wanita itu dan bayi dalam pelukannya merasa terancam di rumah Davian sendiri.
Tatapan Davian lurus ke luar, menembus kegelapan. Di dalam dadanya, tekad membara, dimana siapa pun yang mencoba mendekati mereka, malam ini atau malam berikutnya, akan berhadapan dengannya.
Bayangan boleh datang, tapi ia tidak akan pernah menyerahkan dua nyawa yang ia lindungi dengan seluruh dirinya.
Casie mungkin anaknya Davian dengan Olivia?,,dan mungkin ini semua permainan Raymond?
kau yang berjanji kau yang mengingkari
kalo sampe Raymond tau wahh abis citra mu piann, di sebar ke sosial media dengan judul
" PEMBISNIS MUDA DAVIAN MAYER, MENJADI MENYEBABKAN SEORANG WANITA BERNAMA OLIVIA MORGAN BUNUH DIRI " tambah bumbu pelecehan dll wahh habis karir 🤣🤣🤣
bisa diskusi baik² bisa di omongin baik² , suka banget ngambil keputusan saat emosi