NovelToon NovelToon
PEDANG GENI

PEDANG GENI

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi / Balas Dendam / Persahabatan / Raja Tentara/Dewa Perang / Pusaka Ajaib / Ilmu Kanuragan
Popularitas:9.7k
Nilai: 5
Nama Author: Fikri Anja

PEDANG GENI. seorang pemuda yang bernama Ranu baya ingin membasmi iblis di muka bumi ini.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fikri Anja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 30

Tidak mau kalah, dia menambahkan kecepatannya untuk bisa mengimbangi kecepatan Mahesa, dan juga membalikkan situasi dari tertekan menjadi menekan. Tapi keadaan itu malah menjadi bumerang buatnya.

Celah pertahanannya semakin terbuka lebar, dan itu dimanfaatkan Mahesa untuk menggoreskan sedikit saja ujung pedangnya ke tubuh Daniswara.

Seketika tubuh lelaki itu menjadi patung es yang berdiri dengan satu kaki terangkat.

Mahesa memasukkan pedangnya ke dalam sarungnya.

Sesaat kemudian dia melompat dan melepaskan jurus Pukulan Naga Terbang.

Blaaaar!!!

Patung es Daniswara hancur terkena pukulan Mahesa.Pecahan es bercampur daging dan darah terlihat berhamburan di tanah. Berakhir sudah kisah panglima perang ketujuh kota Wentira tersebut,mahesa mengedarkan pandangannya ke sekeliling.

Setelah memulihkan tenaganya dan mengembalikan separuh lebih tenaga dalamnya, cucu Empu Barada itu bergerak mendekati Manarah yang sedang bertarung melawan Bhirawa untuk membantunya.

Namun sebelum sempat mendekati Manarah, ratusan prajurit kota Wentira sudah bergerak menghadangnya.Dengan segera, dia menarik pedangnya dan memasang kuda-kudanya.

"Serang...!" teriak salah seorang prajurit.

Mahesa tersenyum lalu memompa tenaga dalamnya untuk menambah kecepatannya. Dalam situasi terkepung seperti itu, Mahesa menunjukkan kelihaiannya bergerak dan menghindari serangan ratusan prajurit.

Kelebatan sinar hijau bergerak cepat menyasak setiap bagian tubuh prajurit yang naas. Kecepatannya dalam bergerak bahkan hampir tidak terlihat oleh para prajurit tersebut. Hanya sinar hijau dari pedang Giok Iblis sajalah yang menjadi penanda ke mana dia bergerak.

hati. "Sial! Mereka tidak ada habisnya," umpat Mahesa dalam Setelah menarik napas dengan cepat, Mahesa bergerak memutar sambil menyabetkan pedangnya.

"Pedang Penebas embun!"

Belasan prajurit lawan tubuhnya terpotong menjadi dua bagian dan mati seketika. Tidak berhenti di situ saja, Mahesa menambahi serangannya dengan melepaskan jurus Badai Es Selatan berulang kali sambil berputar.

Tidak hanya puluhan, ratusan pisau es bergerak liar mencari sasaran. Ratusan pisau es itu seolah hanya berhenti ketika sudah mengenai sasaran.

Mahesa tidak tinggal diam setelah melepaskan jurus tersebut, dia kembali bergerak menggunakan ilmu meringankan dirinya untuk membunuh para prajurit yang masih bisa selamat dari pisau es yang dikeluarkannya.

Ratusan tubuh prajurit kota Wentira yang sudah menjadi mayat nampak menggunung di sekitar Mahesa. Tubuh tak bernyawa itu bertumpukan karena sebelum mendekati Mahesa, mereka sudah mati terlebih dahulu.

"Mundur ... Dia bukan manusia!"teriak salah seorang prajurit sambil berlari.

Mahesa menggaruk kepalanya setelah melihat prajurit yang mengeroyoknya berlarian menjauh.

"Kalau aku bukan manusia, lalu kalian apa?" ucapnya pelan lalu terkekeh. Untung tidak ada Ranu di dekatnya. Jika sahabatnya itu mendengar, pasti bakal keluar sebutan Buaya air tawar untuknya.

Mahesa kembali melihat ke arah Manarah yang sedang bertarung dengan sengit melawan Bhirawa. Dari kondisi yang dia lihat, Manarah dalam kondisi terdesak hebat. Mahesa pun bergerak mendekati siluman penguasa hutan di kaki gunung Arjuno tersebut.

Tiba-tiba terdengar ledakan hebat yang berasal dari tubuh Manarah. Wujud manusianya berubah menjadi siluman Buto ijo yang tinggi dan besar. Tubuhnya berwarna hijau lumut dengan rambut panjang acak-acakan serta dua taring yang berada di sudut bibirnya.

Beberapa prajurit yang berada di dekat mereka berdua langsung terlontar ke belakang. Begitu juga dengan Bhirawa.

Namun dia masih sempat menggunakan tenaga dalamnya untuk menahan tekanan ledakan itu.

Mahesa sempat merasa terkejut dengan perubahan bentuk wujud Manarah yang sangat mengerikan.

Dengan air liur yang terus menetes dari mulutnya, Manarah menatap tajam ke arah Bhirawa yang tidak kalah terkejutnya dengan Mahesa.

"Ternyata kau siluman! Kenapa kau bisa membantu para jin itu, bukankah kalian saling bermusuhan?" tanya Bhirawa tidak percaya.

"Pertanyaan tidak penting! Tapi tidak apa-apa, aku akan menjawabnya dari pada kau mati penasaran. Tuanku adalah teman dari raja jin itu." Manarah menunjuk raja yang masih melayang di atas, "Dan aku berkewajiban membantu tuanku!"

"Tuanmu teman dari raja jin itu?" Bhirawa pusing mendapatkan jawaban dari Manarah.

"Tidak perlu banyak bertanya! Mari kita selesaikan pertarungan ini!" bentak Manarah. Kuku-kukunya yang panjang menyerupai pedang diarahkannya ke tubuh Bhirawa.

"Meskipun kau berubah wujud seratus kali lebih besar, aku tidak akan gentar menghadapimu Siluman jelek!" ejek Bhirawa. Dia berusaha memancing emosi siluman Buto ijo di depannya itu. Bhirawa berharap jika Manarah sudah dikuasai emosi, maka dia akan lebih gampang memasukkan serangannya.

Namun harapan Bhirawa itu hanya tinggal harapan saja. Sejak menjadi pengikut Ranu, Manarah banyak belajar dari kelakuan Ranu yang suka memancing emosi lawan terlebih dahulu.

"Simpan hinaanmu itu sebagai pengantar nyawamu menuju alam kematian!" cibir Manarah kemudian terkekeh pelan.

Bhirawa yang awalnya ingin memancing emosi Manarah, tanpa sadar malah terpancing emosinya.

Dia memutar pedangnya dan memegangnya dengan kedua tangannya. Setelah itu Bhirawa mengubah gerakannya untuk menggunakan jurus yang berbeda.

Manarah menatap tajam setiap gerakan Bhirawa dan bergerak menyerang setelah melihat Bhirawa melesat ke arahnya.

Kembali pertarungan sengit jarak dekat terjadi begitu cepat. Meski memiliki tubuh tinggi besar seperti raksasa, tapi itu tidak membuat gerakan Manarah menjadi lambat.

Setiap tebasan kukunya bahkan menciptakan deru angin yang berhembus cepat. Bhirawa sadar, kuku yang besar dan tajam itu bisa membuat tubuhnya terbelah jika tidak hati -hati. Maka dari itu dia menggunakan kecepatannya untuk menghindari setiap serangan yang mengincar tubuhnya.

"Bedebah, energi tenaga dalamnya meningkat pesat!"umpat Bhirawa dalam hati.

Setiap kali pedangnya berbenturan dengan kuku lawannya itu, dia selalu terdorong ke belakang, meski hanya dua tiga langkah saja. Tapi hal itu bisa membuktikan jika dalam hal kekuatan, Manarah lebih unggul dari pada Bhirawa.

"Mati kau!" Bhirawa melesat dengan cepat sambil melompat ketika melihat celah pertahanan Manarah di bagian perutnya terbuka. Ujung pedangnya meluncur deras bersiap menembus tubuh siluman Buto ijo itu.

Manarah refleks menangkis serangan itu dengan cepat.

Andai dia tidak memberikan perisai cakra kepada Ranu, tentunya dia tidak akan bingung dengan serangan itu.

Pedang Bhirawa sampai berubah arah akibat tangkisan Manarah yang kuat. Keseimbangannya pun sedikit terganggu karena harus mengikuti arah pedangnya yang bergerak liar menyamping.

Keadaan tersebut dimanfaatkan manarah dengan melepaskan tendangan kakinya yang besar ke dada Bhirawa

Bugh!

Panglima Garangan itu terlempar jauh hingga menimpa beberapa prajuritnya, maupun prajurit Raja Condrokolo yang berada di belakangnya. Akibat tertimpa tubuh Bhirawa, para prajurit tersebut mati seketika.

Bhirawa terbatuk pelan. Berikutnya dia memuntahkan darah segar dari mulutnya dua kali.

"Sialan!" umpatnya memegang dadanya yang terasa sesak. Jalur pernapasannya serasa berat seperti terhimpit.

Bhirawa bangkit sambil tetap memegangi dadanya. Dia belum menyerah kalah, karena dalam kamus hidupnya dia tidak mengenal kata menyerah. Lebih baik mati dari pada menyerah pada musuh, pikirnya,Manarah bergerak menuju Bhirawa dengan cepat, Namun tanpa di duga, Bhirawa sudah menyiapkan serangan pamungkasnya.

"Kalau aku mati, kau juga harus ikut mati bersamaku!"teriak Bhirawa menyambut serangan Manarah.

"Jurus Pedang Penghabisan!"Bhirawa yang sudah mengumpulkan tenaga dalamnya terpusat di bilah pedangnya bergerak cepat memberikan serangan.

"Sial, dia masih punya kekuatan sebesar itu!" umpat Manarah. Karena terlanjur melesat memberi serangan, mau tak mau manarah harus bersiap beradu energi besar dengan lawannya itu. Dia mengerahkan semua energinya untuk menyambut serangan yang datang.

Blaaar!!!

Ledakan besar pun tercipta. Manarah terlontar 15 langkah ke belakang dan berhenti setelah Mahesa bergerak cepat untuk menahan luncuran tubuh Manarah.

Naas bagi Bhirawa, akibat benturan dua energi besar itu, kedua tangannya sampai hancur hingga sikunya. Setelah meletakkan tubuh Manarah yang sudah berubah wujud menjadi manusia, Mahesa yang melihat situasi tersebut secepat kilat melepaskan pedang Penebas Embun untuk mengakhiri hidup Bhirawa.

1
Was pray
bagaimana mau melawan racun Utara, ranu ranu melawan bawahannya saja sudah kelabakan
Elisabeth Ratna Susanti
like plus subscribe 👍
Was pray
ya jelas dicurigai kan kamu dan suropati jelas2 orang asing
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!