NovelToon NovelToon
女将军的命运之幕 ( Tirai Takdir Sang Jenderal Wanita )

女将军的命运之幕 ( Tirai Takdir Sang Jenderal Wanita )

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Fantasi / Keluarga / Raja Tentara/Dewa Perang / Ahli Bela Diri Kuno / Menyembunyikan Identitas
Popularitas:567
Nilai: 5
Nama Author: Syifa Fha

Di bawah rembulan yang dingin, seorang jenderal berdiri tegak, pedangnya berkilauan memantulkan cahaya. Bukan hanya musuh di medan perang yang harus ia hadapi, tetapi juga takdir yang telah digariskan untuknya. Terjebak antara kehormatan dan cinta, antara tugas dan keinginan, ia harus memilih jalan yang akan menentukan nasibnya—dan mungkin juga seluruh kerajaannya. Siapakah sebenarnya sosok jenderal ini, dan pengorbanan apa yang bersedia ia lakukan?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Syifa Fha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

21

Xin Lan terus berlari, napasnya mulai tersengal. Tetua Qin tak menyerah, terus mengejarnya dengan semangat yang tak kunjung padam. Xin Lan merasa seperti dikejar oleh anak kecil yang merengek minta permen.

"Ini kenapa jadi begini sih!!!" gerutu Xin Lan dalam hati.

Tiba-tiba, Xin Lan melihat sosok Tetua Wu berdiri di depan gerbang utama sekte. Tetua Wu adalah salah satu tetua yang paling dihormati di Sekte Teratai. Dia dikenal dengan kebijaksanaannya dan aura tenangnya. Xin Lan merasa lega melihatnya. Mungkin Tetua Wu bisa menghentikan kegilaan Tetua Qin.

"Tetua Wu!" seru Xin Lan sambil berlari ke arahnya. "Tolong aku!"

Tetua Wu menoleh dan melihat Xin Lan berlari ke arahnya dengan wajah panik. Di belakangnya, Tetua Qin melompat-lompat sambil berteriak-teriak. Tetua Wu mengerutkan kening, bingung dengan apa yang sedang terjadi.

"Ada apa ini?" tanya Tetua Wu dengan nada tenang, namun matanya memancarkan ketegasan.

"Tetua Qin dan Tetua Gong terus memaksaku memanggil mereka paman!!" jawab Xin Lan dengan nada kesal dan sedikit terengah-engah.

Tetua Wu menatap Tetua Qin dan Tetua Gong dengan tatapan tajam yang membuat keduanya langsung berhenti berlari dan memasang wajah bersalah. Aura tenang Tetua Wu berubah menjadi aura yang mengintimidasi.

"Qin, Gong, apa yang kalian lakukan?" tanya Tetua Wu dengan nada dingin yang membuat bulu kuduk merinding. "Apakah ini pantas bagi seorang tetua sekte?"

Tetua Qin dan Tetua Gong menundukkan kepala, tidak berani menatap mata Tetua Wu. Mereka tahu bahwa mereka telah melakukan kesalahan besar.

"Kami hanya ingin Xin Lan memanggil kami paman, Tetua Wu," jawab Tetua Qin dengan nada merengek, mencoba membela diri. "Dia adalah putri dari Liu Mei Lan Shijie, jadi kami merasa berhak dipanggil paman."

"Itu bukan alasan untuk bertindak tidak pantas dan membuat keributan di sekte!" bentak Tetua Wu dengan suara yang menggelegar. "Kalian adalah tetua, seharusnya memberikan contoh yang baik bagi para murid, bukan malah bertingkah seperti anak kecil yang tidak terkendali!"

Para murid yang menyaksikan kejadian itu dari kejauhan terkejut mendengar bentakan Tetua Wu. Mereka tidak pernah melihat Tetua Wu semarah ini sebelumnya. Mereka saling berbisik-bisik, merasa takut dan penasaran dengan apa yang akan terjadi selanjutnya.

"Apakah kalian lupa dengan tanggung jawab kalian sebagai tetua?" lanjut Tetua Wu dengan nada kecewa. "Kalian seharusnya fokus untuk membimbing para murid dan menjaga ketertiban sekte, bukan malah mengejar-ngejar seorang gadis dan memaksanya melakukan sesuatu yang tidak dia inginkan!"

Tetua Qin dan Tetua Gong semakin menundukkan kepala, merasa malu dan bersalah. Mereka tahu bahwa mereka telah mengecewakan Tetua Wu dan seluruh sekte.

"Saya minta maaf, Tetua Wu," kata Tetua Gong dengan nada menyesal. "Kami mengakui kesalahan kami dan berjanji tidak akan mengulanginya lagi."

"Kami juga minta maaf, Tetua Wu," timpal Tetua Qin dengan nada yang sama. "Kami akan berusaha untuk lebih sabar dan menghormati keputusan Xin Lan."

Tetua Wu menghela napas panjang dan menatap Xin Lan dengan tatapan lembut.

Tetua Wu mengalihkan pandangannya kembali ke Tetua Qin dan Tetua Gong. "Kalian berdua, minta maaflah pada Xin Lan sekarang juga!" perintahnya dengan tegas.

Dengan wajah lesu, Tetua Qin dan Tetua Gong membungkuk pada Xin Lan. "Xin Lan, pamanmu minta maaf atas kelakuan kami yang tidak pantas," kata mereka serempak.

Xin Lan mengangguk menerima permintaan maaf mereka. "Baiklah, aku memaafkan kalian," jawabnya.

Suasana tegang perlahan mencair. Para murid yang menyaksikan kejadian itu mulai berbisik-bisik lagi, kali ini dengan nada lega. Mereka senang melihat masalah itu selesai dengan damai.

"Aku akan menghantarkanmu kembali keasrama, Melihat dari tingkah laku mereka sepertinya mereka belum menyerah."Ucap Tetua wu.

"Terimakasih,Tetua."Ucap Xin Lan.

Namun, kelegaan itu tidak berlangsung lama. Tiba-tiba, Tetua Wu berdeham pelan.

"Ehem... Xin Lan," panggil Tetua Wu dengan nada yang sedikit berbeda dari sebelumnya. Ada sedikit keraguan, tapi juga... harapan?

Xin Lan menoleh, bingung. "Ya, Tetua Wu?"

Tetua Wu tampak sedikit salah tingkah. Ia menggaruk-garuk kepalanya, sesuatu yang jarang sekali ia lakukan. "Begini... sebenarnya... aku juga... eh..."

Xin Lan semakin bingung. "Tetua Wu, apa yang ingin Anda katakan?"

Tetua Wu menarik napas dalam-dalam, lalu menghembuskannya perlahan. "Sebenarnya, aku juga ingin... dipanggil paman olehmu."

"Hahh?!" Xin Lan terkejut. Matanya membulat sempurna. Ia tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya.

Xin Lan menghela napas panjang. "Tetua Wu," katanya dengan nada lelah. "Aku sangat menghormati Anda, tapi aku tidak nyaman dengan semua ini. Aku mengerti bahwa Anda semua ingin dekat denganku karena ibuku, tapi itu tidak berarti aku harus memanggil kalian paman."

Tetua Wu menunduk, merasa bersalah. "Ah,Begitu ya Aku mengerti," katanya dengan nada sedih. "Maafkan aku, Xin Lan. Aku tidak bermaksud memaksamu."

"Tapi...," Batin xin lan. "Mungkin,Suatu saat nanti aku akan memanggil kalian paman,Yah...,Mungkin tidak ada salahnya bukan?."Gumam Xin lan.

Tetua Qin, dan Tetua Gong saling pandang saat melihat punggung Xin lan semakin menjauh. Mereka menyadari bahwa mereka telah melakukan kesalahan. Mereka seharusnya tidak memaksakan kehendak mereka pada Xin Lan. Mereka seharusnya menghormati keputusannya.

"Mungkin... kita memang sudah terlalu tua," kata Tetua Qin sambil menggaruk-garuk kepalanya.

" Yah...,ini mungkin juga karena kita terlalu merindukan Shijie," timpal Tetua Gong dengan nada sedih.

Tetua Wu mengangguk setuju. "

Kedua tetua itu tersenyum. Mereka tahu bahwa mereka masih memiliki banyak hal untuk dipelajari. Tapi mereka juga tahu bahwa mereka akan selalu menyayangi Xin Lan, seperti keluarga mereka sendiri.

...

Xin Lan berjalan bersama Tetua Wu menuju asrama, pikirannya masih berkecamuk. Permintaan Tetua Wu yang tiba-tiba membuatnya terkejut sekaligus merasa sedikit terharu. Ia tahu para tetua itu menyayanginya karena ibunya,Namun, memanggil mereka paman terasa aneh dan dipaksakan.

"Tetua," kata Xin Lan memecah kesunyian, "terima kasih sudah menolongku tadi. Aku benar-benar tidak tahu harus berbuat apa jika Anda tidak datang."

Tetua Wu tersenyum lembut. "Sudah menjadi kewajibanku untuk menjaga ketertiban di sekte dan melindungi para murid. Kau tidak perlu khawatir."

Mereka tiba di depan asrama Xin Lan. Tetua Wu berhenti dan menatap Xin Lan dengan tatapan penuh perhatian.

"Xin Lan, aku tahu kau merasa tidak nyaman dengan permintaan kami. Aku minta maaf jika kami membuatmu merasa tertekan," kata Tetua Wu dengan tulus."

Xin Lan terdiam sejenak. Ia bisa merasakan ketulusan dalam kata-kata Tetua Wu. Ia mengerti bahwa para tetua itu tidak bermaksud buruk. Mereka hanya ingin mengisi kekosongan yang ditinggalkan oleh ibunya.

"Aku mengerti, Tetua," jawab Xin Lan dengan nada lembut. "Aku menghargai perasaan kalian. Tapi, aku butuh waktu untuk memikirkannya. Aku tidak bisa langsung memutuskan sesuatu yang...emh,..Seaneh ini."

Tetua Wu mengangguk mengerti. "Tentu saja, Xin Lan. Aku akan memberikanmu waktu sebanyak yang kau butuhkan. Yang terpenting adalah kau merasa nyaman dan bahagia."

Setelah mengucapkan selamat malam, Tetua Wu berbalik dan pergi. Xin Lan menatap punggungnya hingga menghilang di kejauhan. Ia menghela napas panjang dan memasuki asramanya.

....

Seorang gadis berusia sekitar 13 tahun, sedang berlatih jurus pedang di halaman belakang. Gerakannya lincah dan penuh semangat hingga membuat gaun hijaunya berkibar, namun pikirannya melayang jauh. Sejak pagi, desas-desus tentang kembalinya Yu Zhang, kakak seperguruan yang sangat ia kagumi, telah membuatnya kehilangan fokus.

"Senior Yu Zhang kembali?!" bisiknya pada diri sendiri, pipinya merona merah. Jantungnya berdebar kencang, seolah ada ribuan kupu-kupu yang terbang di dalam dadanya.

Ling Yue menghentikan latihannya dan berlari menuju teman-temannya yang sedang bergosip di dekat sumur. "Hei, apa benar senior Yu Zhang sudah kembali?" tanyanya dengan nada bersemangat.

"Benar, Nona Ling," jawab salah seorang temannya sambil tersenyum menggoda. "Dia baru saja tiba. Katanya, dia semakin tampan dan gagah setelah berkelana selama bertahun-tahun."

Mata gadis bernama lengkap Ling Yue itu berbinar mendengar pujian itu. "Benarkah?" gumamnya, membayangkan sosok Yu Zhang yang selalu hadir dalam mimpinya.

Sejak kecil, Ling Yue selalu mengagumi Yu Zhang. Bukan hanya karena Yu Zhang adalah seorang senior yang hebat dan dihormati, tetapi juga karena kebaikan dan perhatiannya. Yu Zhang selalu memperlakukannya dengan lembut dan sabar, seperti seorang kakak kandung. Namun, bagi Ling Yue, perasaan itu lebih dari sekadar hubungan antara senior dan junior. Ia mencintai Yu Zhang sebagai seorang pria.

"Aku harus menemuinya!" seru Ling Yue tiba-tiba, membuat teman-temannya terkejut.

"Tunggu, Ling Yue! Kau mau kemana? Latihanmu belum selesai!!" tanya salah seorang temannya.

"Aku ingin menyambut senior Yu Zhang!," jawab Ling Yue sambil tersenyum lebar. "Tolong izinkan aku hari ini ya!."

Tanpa menunggu jawaban, Ling Yue berlari menuju aula utama, tempat Yu Zhang diperkirakan berada. Ia berusaha merapikan rambutnya yang berantakan dan membenarkan gaunnya yang kusut. Ia ingin terlihat sempurna di hadapan Yu Zhang.

Sesampainya di depan aula, Ling Yue menarik napas dalam-dalam untuk menenangkan diri. Ia membuka pintu aula dengan perlahan dan mengintip ke dalam.

Di dalam aula, Yu Zhang sedang berbicara dengan kepala sekte dan beberapa tetua. Ling Yue terpaku melihat sosok Yu Zhang yang kini tampak lebih dewasa dan berkarisma. Rambutnya yang panjang terurai dengan indah, dan senyumnya yang menawan membuat hati Ling Yue berdebar semakin kencang.

"ShiXiong!!!!!!!..." Teriak Ling Yue, tanpa sadar.

Yu Zhang menoleh dan melihat Ling Yue berdiri di ambang pintu. Ia tersenyum lebar dan melambaikan tangannya. "Ling Yue! Kau sudah besar sekarang," serunya dengan nada riang.

Ling Yue tersipu malu mendengar sapaan Yu Zhang. Ia berlari lalu memeluk yu zhang . "Senior!, selamat datang kembali," ucapnya dengan suara yang sedikit bergetar.

"Terima kasih, Ling Yue," jawab Yu Zhang sambil mengusap kepala Ling Yue dengan lembut. "Aku senang bisa bertemu denganmu lagi."

Sentuhan Yu Zhang membuat Ling Yue merinding. Ia berusaha menyembunyikan kegugupannya dengan tersenyum. "Aku juga senang, senior" balasnya.

Kepala sekte dan para tetua hanya menggelengkan kepala melihat kelakuan Ling Yue. Mereka tahu bahwa Ling Yue sangat mengagumi Yu Zhang.

Ling Yue merasa sangat bahagia. Ia tidak sabar untuk menghabiskan waktu bersama Yu Zhang dan menunjukkan kepadanya betapa ia mencintainya. Namun, ia juga sadar bahwa Yu Zhang hanya menganggapnya sebagai seorang adik. Ia harus berusaha lebih keras untuk mendapatkan hatinya.

"Ayo,Senior! Aku ingin makan masakan mu!" ajak Ling Yue sambil menggandeng tangan Yu Zhang.

Yu Zhang tersenyum lembut, namun ia tidak membalas genggaman tangan Ling Yue. "Maaf, Xiao Yue," ucapnya dengan nada menyesal. "aku sangat ingin menemanimu, tapi ada banyak hal yang harus aku kerjakan. aku harus menghadap kepala sekte, melaporkan hasil perjalanan, dan juga bertemu dengan para tetua."

Wajah Ling Yue langsung berubah masam. Ia merasa kecewa dan kesal. "Tapi, ShiXiong baru saja kembali," rengeknya dengan nada manja. "Kenapa *ShiXiong tidak bisa meluangkan sedikit waktu untukku?"

*ShiXiong\= Senior laki laki

Yu Zhang mengusap kepala Ling Yue dengan lembut. "Xiao Yue, aku janji akan meluangkan waktu untukmu nanti," bujuknya dengan nada sabar. "Tapi, sekarang aku benar-benar tidak bisa Pergi. Mengertilah, ya?"

Ling Yue masih merengut, namun ia tidak bisa memaksa Yu Zhang. Ia tahu bahwa Yu Zhang adalah seorang pendekar yang bertanggung jawab dan selalu mengutamakan kepentingan sekte.

Tiba-tiba, sebuah suara merdu memecah percakapan mereka. "Ah, jadi inikah adikmu, Xiao Zhang?"

Ling Yue menoleh dan terpaku. Di belakang Yu Zhang, berdiri seorang wanita yang sangat cantik. Rambutnya hitam legam tergerai indah, dengan Hanfu Ru Qun berwarna Hitam dengan Aksen keunguan cerah,Dengan Lengan berwarna putih, dan matanya setajam elang. Ling Yue mengakui dalam hati bahwa wanita itu memang sangat mempesona.

Namun, ada sesuatu yang membuat Ling Yue merasa tidak nyaman. Wanita itu menyebut nama Yu Zhang tanpa marga, seolah mereka sangat akrab. Cemburu langsung membakar hatinya.

Yu Zhang tersenyum pada wanita itu. "Xin Lan, kenalkan, ini Ling Yue, adik seperguruanku,Xiao Yue jaga sopan santunmu," ucapnya dengan nada sayang.

Meskipun dengan ekspresi wajah prengat-prengut, Ling Yue tetap menuruti perintah Yu Zhang. Ia membungkuk dengan malas. "Namaku Ling Yue, senang bertemu denganmu... Senior," ucapnya dengan wajah cemberut khasnya.

Xin Lan menahan Ling Yue yang membungkuk. "Sekarang kita teman seperguruan, jadi tidak perlu ada formalitas ataupun senioritas diantara kita, kau bisa memanggilku kakak," ucapnya dengan senyum ramah.

Seketika, emosi Ling Yue meledak. Ia merasa Xin Lan sedang meremehkannya dan berusaha merebut perhatian Yu Zhang.

"Memanggilmu kakak?!" seru Ling Yue dengan nada marah. "Apa kau sudah mau mengambil keuntungan dariku?! Agar mendapatkan restuku?! Apa kau tahu artinya siapa cepat dia dapat, kakak?!"

Xin Lan terkejut sekaligus bingung dengan tingkah laku Ling Yue yang tiba-tiba. Ia tidak mengerti kenapa permintaannya itu membuat Ling Yue begitu marah. Yu Zhang hanya bisa menghela napas melihat tingkah laku adik seperguruannya tersebut. Ia tahu betul bahwa Ling Yue memang memiliki sifat yang sedikit kekanak-kanakan dan mudah cemburu.

....

1
Syaifudin Fudin
Sederhana namun dalam
RinSantorski
Jalan cerita hebat.
·Laius Wytte🔮·
Thor, aku sudah tidak sabar untuk baca kelanjutannya!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!