Seorang wanita bernama Tania dijodohkan dengan teman masa kecilnya bernama Ikrar Abraham. Mereka berdua sama - sama saling mencintai. Namun, mereka mulai terpisah saat Ikrar melanjutkan pendidikannya di luar negri.
Saudara tiri Tania yang menginginkan semua milik Tania termasuk Ikrar, lelaki yang dijodohkan Tania, berusaha memisahkan mereka berdua. Bahkan demi melancarkan niat jahatnya itu. Ia dan ibunya mengusir Tania dari Rumah besarnya.
Saat Ikrar kembali untuk menikahi Tania, ia sudah tidak mendapatkan Tania di rumah besar keluarga Tania. Demi perjodohan antar keluarga, Ikrar harus bertunangan dengan Belinda, saudara tiri Tania.
Sementara Tania kini hidup sebagai wanita miskin yang tidak punya apa - apa.
Untuk mendapatkan uang biaya hidupnya, ia harus bekerja apa saja bahkan ia rela mengubah penampilannya menjadi wanita culun saat mulai bekerja sebagai asisten Ikrar. Tidak sampai disitu saja, Ikrar bahkan sering menghina dirinya sebagai wanita bodoh, pengganggu dan wanita penggoda.
Apa yang sebenarnya terjadi pada Tania sampai ia harus menyembunyikan jati dirinya dari semua orang?
Apa yang akan dilakukan Ikrar saat ia tahu kalau wanita yang sering ia hina adalah wanita yang sangat ia cintai?
Simak yuk.
IG: @dewimutiawitular922
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dewi Mutia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 30 Apa kau masih tidak percaya padaku?
Tania merasa malu saat mereka saling bertatapan, apalagi melihat Ikrar yang terus menatap wajahnya. Ia pun menggerakkan bola matanya, melihat ke arah lain, menghindari tatapan Ikrar yang membuat wajahnya memerah.
Beberapa detik, Tania kembali melirik Ikrar, memastikan lelaki itu tidak melihatnya, namun Ikrar masih saja menatapnya sambil tersenyum.
Tania kembali menoleh melihat Ikrar, kemudian berkata: “Turunkan kepalamu. Jangan melihatku seperti itu terus!”
Ikrar tidak membalas ucapan Tania, ia hanya menggerakkan tangannya mengambil sebuah barang berharga di kantong celananya.
“Berbaliklah ke belakang!” perintah Ikrar sambil memegang barang yang di sembunyikan di tanganya.
“Untuk apa?” tanya Tania yang tidak tahu maksud Ikrar.
“Turuti saja aku!” pinta Ikrar kembali.
Tania pun menuruti perintah Ikrar dengan berbalik membelakangi lelaki tampan itu. Dan Ikrar segera memasangkan kalung di leher Tania yang membuat Tania langsung kaget. Ia baru sadar kalau ternyata kalung dari Ikrar tidak ada padanya. Ia memegang kalungnya sambil menggerakkan kepalanya melirik Ikrar di belakangnya.
“Ini, kan, kalung yang kau berikan dulu. Kenapa bisa ada padamu?” tanya Tania.
“Kau menjatuhkannya waktu di pesta ibu. Gressia yang menemukannya,” jawab Ikrar.
Tania kembali membalikkan tubuhnya, kemudian berkata: “Maaf, gara – gara marah padamu, aku membiarkannya hilang begitu saja. Aku bahkan tidak tahu kalau kalung ini hilang!”
“Tidak masalah. Sekarang kalungnya sudah kembali padamu. Jangan hilangkan lagi ya,” ucap Ikrar sambil mengusap pipi Tania. “Ayo keringkan rambutku sekarang!” lanjut Ikrar.
“Baiklah!” jawab Tania.
Tania mulai mengusap – usap rambut Ikrar dengan lembut.
Sesekali ia melirik Ikrar sambil tersenyum melihat Ikrar yang memejamkan matanya, merasakan tangan Tania yang menyentuh kepalanya.
Tiba - tiba Ikrar membuka matanya melihat Tania sambil memegang tangan Tania yang membuat Tania seketika menghentikan aktifitasnya itu.
"Ada apa?" tanya Tania heran.
"Apa kau terpaksa bersamaku disini?" tanya Ikrar menatap serius wajah Tania.
"Sama sekali tidak. Aku sangat senang bisa menamanimu," jawab Tania.
Tania kembali mengusap usap rambut Ikrar saat Ikrar melepaskan tangannya dengan wajah Ikrar yang tersenyum.
Beberapa saat kemudian.
“Selesai. Sekarang balikkan tubuhmu ke sana. Aku keringkan rambutmu yang dibelakang!” pinta Tania.
“Kenapa sebentar sekali? Aku belum puas merasakan sentuhan tanganmu itu!” kata Ikrar yang tiba – tiba berwajah serius melihat Tania.
“Ayolah. Rambutmu memang tidak terlalu basah. Jadi sangat mudah mengeringkannya. Balikkan saja badanmu ke sana!” pinta Tania dengan serius menatap Ikrar, menyuruhnya berbalik membelakanginya.
Tentu saja Ikrar menuruti kemauan Tania. Ia segera menggerakkan tubuhnya membelakangi Tania, namun wajahnya terlihat kesal, karena ia lebih senang berhadapan dengan Tania ketimbang membelakangi wanita cantik itu.
“Oh, ya. Hari ini kau tidak pergi bekerja?” tanya Tania sambil mengusap – usap rambut Ikrar.
“Emm, tidak,” jawab Ikrar dengan nada bicara yang terdengar enggan untuk menjawab.
“Kenapa?” tanya Tania kembali.
“Aku libur,” jawab Ikrar.
“Kau libur atau sengaja mengambil libur ya?” tanya Tania yang semakin penasaran.
“Tentu saja karena aku mau bersamamu, makanya aku mengambil libur. Memangnya tidak boleh!” ketus Ikrar.
“Hei, kau marah padaku ya?” tanya Tania yang mendengar nada bicara Ikrar yang sedikit kesal padanya.
“Aku tidak marah. Hanya kesal,” jawab Ikrar.
“Kau kesal kenapa?” tanya Tania.
Ikrar diam tidak menjawab pertanyaan Tania, namun wajahnya masih terlihat jelas kalau ia masih kesal.
Tania yang tidak mendapat jawaban dari Ikrar, kemudian menarik rambut Ikrar sampai ia melihat wajah kesal lelaki itu padanya.
“Oooo ... aku tahu. Kau kesal karena aku menyuruhmu berbalik tadi kan?” kata Tania sambil tertawa kecil.
Ikrar masih diam dengan wajah kesalnya tanpa membalas ucapan Tania.
Tania yang melihat kekesalan Ikrar membuat ia turun dari sofa, kemudian berjalan meninggalkan Ikrar.
“Hei, kau mau kemana?” teriak Ikrar melihat Tania berjalan melewatinya.
Tania menghentikan langkahnya, menoleh melihat Ikrar, kemudian berkata: “Kau kesal padaku, kan. Jadi sebaiknya aku pergi saja!”
Ikrar segera beranjak dari tempatnya, kemudian berjalan cepat menghampiri Tania.
Ia langsung memegang kedua pipi Tania ketika ia sudah berdiri di depan Tania.
“Siapa yang mengizinkanmu pergi? Kau tidak boleh pergi jauh – jauh dariku, bahkan jarak satu meter pun tidak akan kubiarkan!” ucap Ikrar.
“Kenapa sekarang kau berubah jadi orang yang menyebalkan?” tanya Tania dengan kesal.
“Siapa suruh kau bersembunyi dariku selama ini?” kata Ikrar.
“Oke, aku tidak akan jauh – jauh darimu, tapi lepaskan dulu tanganmu ini!” kata Tania yang memegang tangan Ikrar di pipinya.
“Tidak mau. Aku akan terus memegang pipimu seperti ini,” balas Ikrar.
Tania hanya bisa diam menatap wajah Ikrar, melihat wajah tampan lelaki itu dengan seksama. Ternyata wajah Ikrar sama seperti dulu. Bulu mata panjang, alis tebal dan bola mata hitam tajamnya masih sama. Sebuah senyuman indah tampak di wajah Tania ketika ia memandang Ikrar.
Ikrar yang masih memegang kedua pipi Tania sejak tadi ikut melihat wajah Tania, memandang mata Tania dalam – dalam. Mereka berdua saling bertatapan satu sama lain dengan penuh cinta.
Dan saat Ikrar melihat Tania yang terus tersenyum padanya, ia mulai memajukan wajahnya untuk mencium wanita cantik itu.
Ia mendekatkan wajahnya secara perlahan – lahan sampai bibirnya menyentuh bibir merah Tania. Tania ikut menggerakkan kepalanya sambil memejamkan matanya menerima ciuman dari Ikrar.
Mereka akhirnya berciuman satu sama lain. Tania bahkan mendekatkan tubuhnya pada Ikrar kemudian melingkarkan kedua tangannya di tubuh Ikrar, memeluknya sambil menikmati ciuman mesra dari lelaki bertubuh tegak itu. Ikrar semakin memperdalam ciuman bibirnya ketika ia mendapat respon dari Tania. Ia mencium Tania dengan mesra dan penuh cinta.
Beberapa saat kemudian, Ikrar melepaskan kembali ciumannya, dan menatap Tania yang saat itu menundukkan kepalanya. Saat itu, Tania menunduk karena ia merasa malu menatap lelaki yang habis mencium bibirnya.
“Tania, hari ini aku mau mendengar alasan kau menyembunyikan dirimu, bahkan menipu semua orang dengan kematianmu itu! Aku tidak bisa mempercayai kalau kau melakukannya karena pria yang bersamamu itu. Katakan padaku, apa alasanmu sebenarnya?” tanya Ikrar yang seketika berubah serius di depan Tania.
Tania langsung mengangkat kepalanya ketika mendengar ucapan Ikrar, kemudian berkata: “Aku menipu semua orang dengan kematianku. Maksud Kak Ar apa? Aku tidak mengerti!”
Ikrar mengerutkan keningnya menatap Tania.
“Bagaimana bisa kau tidak tahu? Bahkan aku melihat sendiri makam dirimu di samping Paman Gunawan. Dan aku sangat terkejut saat aku tahu kau masih hidup!” kata Ikrar.
“Kak Ar, aku sama sekali tidak pernah melakukan itu semua. Aku tidak pernah menipu kalian. Bahkan aku berpikir kalau kau dan yang lainnya sudah melupakanku. Dan masalah aku menyamar menjadi orang lain, itu adalah masalah yang sangat rumit,” jawab Tania.
Ikrar langsung menarik tangan Tania untuk kembali duduk di sofa. Ia membantu Tania duduk, kemudian ikut duduk di samping Tania dengan ekspresi serius yang tampak di wajahnya.
“Ceritakan padaku. Apa yang terjadi?” tanya Ikrar dengan nada tegas pada Tania.
Tania terlihat gelisah dengan kedua tangannya yang saling menggenggam. Ia diam dan hanya memainkan kedua tangannya sambil sesekali melirik Ikrar.
“Kenapa kau diam. Apa kau masih tidak percaya padaku?” tanya Ikrar kembali.
Tania menoleh melihat Ikrar, kemudian menjawab: “Bukan seperti itu.”
“Kalau begitu, ceritakan padaku. Apa yang terjadi selama delapan tahun ini?” tanya Ikrar kembali dengan tegas.
.
.
.
.
Bersambung
.
.