Berliana dan Exsel dulunya adalah sepasang kekasih yang saling mencintai. Sebuah insiden terjadi, hingga muncul kesalahpahaman diantara mereka.
Masing-masing saling membenci dan mengelak rasa sayang yang masih sama meskipun 5 tahun telah berlalu.
Dengan status dan kekuasaan Exsel, sangat sulit bagi Berliana untuk bisa lepas dari genggaman Exsel.
“Bagiku tak ada kata kembali! kaca yang pecah tak akan bisa memantulkan bayangan seperti semula.” ~Berliana
“Rasanya sulit melepaskan wanita itu, sekalipun dia yang salah. Kenapa?” ~Exsel
Jadi sebenarnya siapa yang salah? dan siapa yang benar?
Hingga perlahan-lahan kebenaran mulai terungkap, kesalahpahaman pun mulai terpecahkan. Hingga pada akhirnya menunjukkan Berliana tidak bersalah. Lalu bagaimana cara Exsel menebus kesalahpahaman itu pada sosok Berliana yang masih dicintainya?
Dan bagaimanakah sikap Berliana yang akan membalas ketidakadilan yang ia terima pada musuh-musuhnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ArumSF, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mengunjungi keluarga Safety
Berliana kini, ia sedang berada di sebuah gedung tertinggi ketiga di negaranya. Gedung mewah pencakar langit yang dulunya Berliana sering melihat langit melalui lantai gedung paling tinggi.
Dulunya gedung itu adalah gedung milik keluarganya, gedung milik ayahnya dan seharusnya dirinya akan sering-sering berada di atas gedung itu untuk sekedar melihat pemandangan.
Nyatanya, sejak sepuluh tahun lamanya, Berliana baru bisa menginjakkan kakinya ke gedung favoritnya.
Berliana sangat suka ketinggian, ia selalu menatap ke arah langit seakan banyak mimpi yang akan berusaha ia kejar dan ia raih. Sesekali Berliana juga akan sering menatap ke arah bawah.
Pemandangan dari atas sana benar-benar akan membuat Berliana terpukau, ia tak henti-hentinya berdecak kagum meski itu hal yang biasa bagi sebagian orang.
Baginya, melihat ke bawah merupakan caranya untuk tetap bersyukur. Karena pada dasarnya berada di atas kekayaan bukanlah sesuatu hal yang selalu indah.
“Kenapa juga aku harus datang ke sini?” ujar Berliana tersenyum hambar.
Ibu kandung Berliana, yang seperti orang lain itu terus memaksa Berliana untuk datang ke acara ulang tahun suami barunya, yang tak lain adalah ayah dari Chelsea dan cinta pertama ibunya.
“Jika wanita itu tidak terus memaksa dan mengatakan jika aku anak yang buruk jika tak hadir, mungkin aku tidak akan pernah datang,” racau Berliana sedikit mabuk.
Lantai tempat pesta dilaksanakan di lantai 15, sedangkan dirinya kini berada di lantai atap gedung itu.
Kenapa Berliana bisa kesana padahal akses kesana pasti sulit? itu tak lain karena yang mengurus gedung masih orang lama yang tak lain anak buah ayahnya dulu.
Hanya saja laki-laki itu tak terlalu memihak pada keluarga Berliana maupun Safety. Hanya saja mungkin ada rasa kasihan dari lelaki itu saat melihat nona yang dulu diperlakukan bak tuan putri, kini menjadi tamu.
“Kamu kemana? bisa tidak jangan buat masalah?! jangan terus menyusahkan orangtua. Cepat datang ke acara ini!” terdengar suara di dalam telepon Berliana. Nada suaranya terdengar kesal dan memaki.
“Kan sudah Saya bilang, Mah.Saya malas hadir di acara seperti ini. Lagipula saya tidak ada hubungan dengan keluarga Safety,” ujar Berliana yang kini menyesal dengan keputusannya.
Kenapa juga dirinya mau datang ke acara musuhnya? jelas-jelas Berliana tidak ada hubungannya dengan mereka. Padahal dulu Berliana adalah orang yang abai dengan omongan buruk orang lain.
Dan ini pertama kalinya wanita yang Berliana panggil dengan sebutan ibu itu meminta untuk dirinya hadir di acara ulang tahun suaminya.
“Jangan membantah Berliana. Apa kamu memang tidak punya sopan santun? Apa kamu tidak pernah menganggap saya sebagai ibu kamu?”
Mendengar nada suara yang terdengar kesal naik pitam Berliana justru hanya tertawa sarkas. Tatapan mata Berliana kini ia layangkan ke depan seakan memandang jauh.
Tatapan yang seakan menerawang entah kemana.
“Apakah Anda selamat ini menganggap saya anak Anda? Apa Anda lupa dengan kejadian 5 tahun lalu?”
Hening.
Tidak ada yang membuka suara, Berliana yang kini juga hanya diam mengumpulkan kekuatan untuk berbicara, ia tak ingin menangis ataupun terlihat lemah bahkan dihadapan ibunya.
Tidak akan lagi.
“Saat itu saya memohon pada Anda untuk membantu saya yang sedang hamil. Apakah sebagai seorang ibu ada sedikit rasa peduli Anda dalam hidup saya?” tanya Berliana dengan suara sedikit bergetar yang berusaha ditahannya.
“Memang orangtua mana yang tidak merasa kesal dan malu saat tahu anaknya hamil diluar nikah? bukankah itu kesalahan kamu yang gampangan? kenapa jadi saya yang disalahkan,” perkataan yang menohok tapi benar itu membuat Berliana hanya diam.
Berliana akui jika memang dirinya bodoh akan cinta waktu itu, mungkin rutukan dari ibunya itu hal yang wajar untuk dirinya terima.
“Lalu kenapa sejak Ayah bangkrut Anda menelantarkan saya? bukankah Anda tahu jika saya tidak bertemu Kak Sinta mungkin saya sudah jadi gelandangan yang akan selalu kelaparan?”
“Bukankah pada akhirnya kamu baik-baik saja?” sarkas wanita itu tak peduli.
“Setidaknya Saya masih anak Anda! darah daging Anda! apakah tidak ada rasa kasihan sedikitpun yang terlintas dibenak Anda selama sepuluh tahun ini?”
“Bukankah sudah jelas dengan apa yang saya katakan tadi, yang terpenting sekarang kamu baik-baik saja bukan? jadi jangan berlagak minta untuk dikasihani! menjijikan!”
“Jelas-jelas saya anak kandung Anda, kenapa Anda selalu bersikap seakan saya musuh Anda,” tanya Berliana yang kini kembali dengan tatapan acuhnya.
Percuma jika Berliana terlihat lemah saat ini. Ia sudah terlalu banyak menerima rasa sakit yang tak bisa untuk dijelaskan. Rasanya air matanya sudah mengering dan tak bisa keluar lagi.
“Jangan terlalu banyak mendrama Berliana! turun ke bawah dan temui saya langsung. Apakah kamu pikir saya sudi bertemu dengan kamu langsung jika bukan karena masalah Chelsea? berbicara dengan kamu saja terasa sangat menjijikan bagi saya.”
Berliana yang mendengar itu hanya tersenyum dingin, ia sengaja meninggikan volume suara tanpa berniat untuk mendekatkan ponselnya di telinga.
Kata-kata yang menohok penuh amarah dan rasa jijik itu seakan Berliana gunakan untuk dirinya sadar, jika dirinya sudah tidak perlu berharap kasih sayang ibunya lagi.
“Saya akan turun ke bawah,” putus Berliana langsung mematikan sambungan telepon.
Saat Berliana berbalik, ia melihat sosok laki-laki yang sangat ia hindari.
“Sejak kapan dia ada di sini?” gumam Berliana yang akhirnya memilih untuk mengabaikan laki-laki yang tidak lain adalah Exsel.
Entah sejak kapan Exsel berasa dibelakangnya, apakah percakapan Berliana dan ibunya juga laki-laki itu dengarkan? entahlah.
Berliana memilih turun tanpa menyapa Exsel sekalipun ia harus berjalan melewati laki-laki itu.
Begitu sampai di tempat pesta dirayakan. Beberapa orang yang tak lain masih kerabat dan kekeluargaan dari keluarga Safety menatap ke arah Berliana dengan tatapan mata yang tak suka.
“Ada apa wanita menjijikan itu datang? apakah ia diundang? siapa yang berani mengundang wanita menjijikan itu di acara ulang tahun tuan Safety yang terhormat.”
Suara bisikan, hinaan dan ejekan bisa Berliana abaikan. Tujuan Berliana saat ini adalah untuk menemui ibunya, ada beberapa hal yang ingin Berliana ketahui dari wanita itu
“Tahan,” gumam Berliana mengabaikan itu semua, ekspresi wajahnya yang memang sudah terbiasa acuh dan datar seakan membiarkan orang-orang yang tidak suka dengannya semakin kesal.
“Tidak tahu malu,” salah seorang sepupu Chelsea datang untuk menghampiri Berliana.
“Saya datang karena diundang, jika perlu bukti akan saya tunjukkan pada Anda langsung,” acuh Berliana percaya diri.
Membuat wanita tadi hanya diam lalu melengos pergi karena kesal.