Tepat di hari pernikahan, Ayana baru mengetahui jika calon suaminya ternyata telah memiliki istri lain.
Dibantu oleh seorang pemuda asing, Ayana pun memutuskan untuk kabur dari pesta.
Namun, kaburnya Ayana bersama seorang pria membuat sang ayah salah paham dan akhirnya menikahkan Ayana dengan pria asing yang membantunya kabur.
Siapakah pria itu?
Sungguh Ayana sangat syok saat di hari pertama dia mengajar sebagai guru olahraga, pria yang berstatus menjadi suami berada di antara barisan murid didiknya.
Dan masih ada satu rahasia yang belum Ayana tahu dari sang suami. Rahasia apakah itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tria Sulistia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
30. Datang Ke Sekolah
Sebuah mobil terparkir di depan rumah Jodi dan Asih. Si pemilik mobil yang tak lain adalah Samsul turun dan dengan gaya angkuhnya berjalan menghampiri Jodi yang tampak sedang bersiap-siap untuk pergi.
Samsul menurunkan kacamata hitamnya saat memandang koper-koper bawaan Jodi. Lalu dia pun mendengus sekaligus menyeringai
"Jangan bilang kamu mau kabur dariku, Jod! Apa kamu nggak bisa bayar uangku sehingga memilih untuk kabur?" kata Samsul bernada mencemooh.
"Aku nggak akan kabur, Samsul. Aku dan istriku hanya akan liburan," jawab Jodi santai.
"Liburan?" Samsul menyeringai. "Enak saja kamu liburan, sementara kamu mengabaikan janjimu. Mana Ayana? Kamu sudah buat dia menyesal membatalkan pernikahan denganku?"
"Tidak, Samsul. Kami tidak akan pernah mengizinkanmu menikahi putri kami."
Bukan Jodi yang berbicara. Namun, Asih yang baru saja keluar dari dalam rumah. Wanita paruh baya itu berjalan menghampiri Samsul dan berhenti tepat di samping suaminya yang menganggukan kepala.
"Betul itu, Samsul. Ayana tidak mau menikah sama kamu dan kami pun tidak bisa memaksa Ayana. Dia bebas menentukan jalan hidupnya sendiri."
Samsul tertawa sumbang. Manik matanya menatap Asih dan Jodi secara bergantian.
"Kalian bercanda? Apa kamu mau aku tambah bunga pinjamanmu, Jodi?" Samsul mengancam seraya memberi tatapan mengintimidasi.
Namun, sayangnya kali ini Jodi sama sekali tidak terpengaruh seperti biasanya. Dia malah mengangkat bahu dengan santainya.
Jodi menoleh pada Asih yang kemudian menganggukan kepala sekilas dan masuk kembali ke dalan rumah.
Tak berselang lama, Asih kembali dengan membawa tas hitam kecil. Lalu melemparkannya ke arah Samsul.
Samsul sendiri menangkap tas kecil itu dengan gelagapan. Meski kecil, tapi tas itu terasa berat dengan isinya yang penuh.
Samsul membuka resleting tas itu dan seketika manik matanya membelalak mendapatkan uang yang sangat banyak di dalam tas.
Dia melempar pandangan ke arah Asih dan Jodi dengan sorot mata yang tak percaya. Kemudian dia meraup uang itu untuk memastikan keasliannya.
"Dari mana kalian mendapatkan uang sebanyak ini?" Samsul bertanya tanpa melepaskan pandangan pada lembaran uang di tangan.
"Itu tidak penting. Yang penting sekarang, aku tidak lagi memiliki ikatan apapun denganmu, Sul," ucap Jodi tegas.
"Dan jangan pernah kembali lagi ke rumah ini untuk memaksa menikahi Ayana," imbuh Asih dengan melipat tangan di depan dada.
Samsul mengetatkan rahang menahan amarah. Dia masukan lagi uang ke dalam tas dan melemparkannya kembali ke lantai tepat di ujung sepatu Jodi.
"Tidak bisa!" teriak Samsul marah. "Ayana harus tetap menikah denganku sebagai hukuman karena telah membuat aku berpisah dengan Lilis."
"Kamu itu gila, hah? Salahmu sendiri menikah lebih dari satu wanita, kenapa kamu malah melampiaskan kemarahanmu pada Ayana?" protes Asih yang juga ikut naik darah.
"Iya, Sul. Lebih baik kamu bawa saja uang ini. Lalu nikahi wanita lain yang mau dimadu," kata Jodi memberi usul.
Melihat Samsul yang diam saja dengan wajah penuh gurat kemarahan dan juga dada yang naik turun, Jodi membungkukan badan mengambil tas.
Kemudian dia lemparkan tas itu pada Samsul.
"Pergilah, Sul. Jangan ganggu aku dan keluargaku lagi!"
Samsul mengambil tas yang dilemparkan Jodi. Lalu dia melayangkan tatapan tajam pada sepasang suami istri paruh baya di hadapannya.
"Kalian berdua akan menyesal nanti. Lihat saja! Aku bisa melakukan sesuatu pada anak kalian."
"Kami tidak takut, karena sebagai ibunya, aku tahu Ayana wanita yang kuat," kata Asih tanpa sedikitpun keraguan.
Samsul berbalik badan dan berjalan melintasi halaman rumah. Dia masuk ke dalam mobil sambil melempar tas berisi uang ke jok samping.
Lalu dia menyalakan mesin dan melajukan mobil meninggalkan pekarangan rumah Jodi. Selama perjalanan, amarah Samsul belum juga hilang.
Malah dia semakin frustasi karena tak bisa mendapatkan Ayana. Dia mencengkram kuat stir kemudi hingga buku-buku jarinya memutih.
"Kalau aku nggak bisa mendapatkan Ayana, maka aku harus bisa mempermalukan Ayana di depan banyak orang, sama seperti dia mempermalukan aku di depan Lilis."
Samsul tersenyum penuh arti dengan tatapan lurus ke depan jalanan.
"Ngomong-ngomong, aku penasaran sama suami Ayana."
*
*
*
Di sebuah rumah mewah bak istana, seorang pria yang masih terlihat tampan di usianya tidak muda lagi berjalan mondar-mandir dengan diselimuti perasaan gelisah.
Sementara itu, para pelayan yang jumlahnya belasan itu berbaris di dekat sang tuan rumah dengan kepala tertunduk.
"Apa dari kalian semua tak ada yang bisa memberikan ide?" Bram bertanya sambil menoleh kepada barisan pelayan. "Aku hanya ingin Raynar kembali ke rumah ini."
Bram menghela nafas frustasi. Dia meraih segelas air putih yang tergeletak di atas meja lalu meneguknya untuk menenangkan pikiran.
Bram duduk di atas sofa mahal dan berdesain mewah. Dia termenung untuk beberapa saat yang lama.
Segala upaya telah dia lakukan untuk bisa membuat putranya kembali ke rumah. Dari membujuk secara baik-baik, mengiming-iminginya dengan hadiah, dan bahkan dengan cara paksaan pun sudah dilakukan.
Namun, semua itu hasilnya nihil. Sebab, Raynar atau dengan nama samarannya Elang Angkasa itu tetap memilih menjadi remaja rakyat jelata.
Salah satu dari pelayan mengangkat wajah dengan rasa sedikit takut.
"Maaf, Tuan. Kalau boleh saya memberi saran, apa sebaiknya kita selidiki kehidupan Tuan Muda?"
Bram menoleh cepat memandang si pelayan wanita yang usianya sudah memasuki kepala empat.
"Maksudmu?"
"Begini, Tuan. Kita coba selidiki kehidupan Tuan Muda dan kita cari tahu apa yang membuat Tuan Muda sangat betah hidup sederhana."
Bram menerawang. Tampak sedang berpikir dan mempertimbangkan usulan pelayannya.
Apa yang dikatakan si pelayan ada benarnya juga. Selama ini Bram tidak tahu persis bagaimana Raynar di sekolah.
Bisa saja Raynar diam-diam memiliki seorang pacar di sekolah, sehingga dia lebih senang hidup sederhana daripada harus mengerjakan urusan kantor, pikir Bram dalam hati.
"Baiklah, kalau begitu aku sendiri yang akan menyelidikinya," Bram bagkit dari duduknya. Lalu memerintahkan salah satu pelayannya. "Siapkan mobil! Aku ingin ke sekolah Raynar sekarang juga."
Pelayan yang mendapatkan perintah pun menundukkan kepala dan undur diri untuk menyiapkan mobil.
Tak sampai setengah jam, Bram sudah berada di depan gedung sekolah. Dia turun dari mobil dengan disambut hangat oleh kepala sekolah.
Sejenak Bram menoleh ke kanan dan kiri. Bukan untuk mencari keberadaan Raynar tapi untuk menilai bagaimana rupa sekolah yang selama ini menjadi tempat Raynar belajar.
"Apa selama ini anakku belajar dengan benar di sini?" Bram bertanya sambil berjalan beriringan bersama Trisno sang kepala sekolah yang usianya sepantaran dengan Bram.
"Ya, di tahun pertama dan kedua, dia sedikit bandel tapi akhir-akhir ini dari pengawasanku dan juga para guru dia mulai terlihat rajin."
Seketika dahi Bram mengerut serta menoleh cepat untuk memandang wajah Trisno.
"Benarkah? Apa yang membuat dia mendadak berubah?"
Trisno terkekeh sebelum akhirnya dia berkata, "Sepertinya anakmu itu sedang kasmaran dengan seorang wanita."
Bram semakin dibuat tercengang dengan penuturan Trisno. "Oh ya, siapa?"
Ntar nyesel loooo
Klw Elang anak konglomerat gmn...apa gak bakal minta tlg nyelametin usahanya yg lg sekarat?
Yakin?