Nico Melviano, dia merasa dirinya pria bodoh membuang waktu bertahun-tahun menunggu cinta berbalas. Tapi ternyata salah, wanita itu tidak pantas untuk ditunggu.
Cut Sucita Yasmin, gadis Aceh berdarah Arab. Hanya bisa menangis pilu saat calon suaminya membatalkan pernikahan yang akan digelar 2 minggu lagi hanya karena dirinya cacat, karena insiden tertabrak saat di Medan. Sucita memilih meninggalkan Banda Aceh karena selalu terbayang kenangan manis bersama kekasih yang berakhir patah hati.
Takdir mempertemukan Nico dengan Suci dan mengikat keduanya dalam sebuah akad nikah. Untuk sementara, pernikahannya terpaksa disembunyikan karena cinta keduanya terhalang oleh obsesi seorang perempuan yang menginginkan Nico.
Bagaimana perjalanan rumah tangga keduanya yang juga mengalami berbagai ujian? Cus lanjut baca.
Cover by Pinterest
Edit by Me
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Me Nia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mengungkapkan
Apa yang diharapkan Nico menjadi nyata. Ia bisa mengantar Suci pulang karena Candra harus lembur. Jalanan macet karena jam bubar kantor tak menjadi keluhan, malah berharap macetnya lama biar bisa berlama-lama dengan sang pujaan hati.
"Suci, mau makan dulu gak, biar pulang ke rumah tinggal istirahat," Nico menoleh sekilas. Berharap Suci mau diajak untuk makan sore.
"Hm, nanti saja makan di rumah. Aku pengen segera mandi, badan udah lengket begini gak enak."
"Loh, kok belok ke restoran, Mas?" kening Suci mengkerut menatap Nico yang akan memarkirkan mobilnya.
"Karena kamu gak mau makan sekarang, aku akan take away. Mau ikut turun atau tunggu di mobil?" Nico membuka sabuk pengaman setelah mobil terparkir di depan restoran.
"Aku tunggu di mobil aja ya."
"Oke. Tunggu sebentar!" Nico bergegas turun memasuki restoran yang ramai pengunjung. Ia pernah beberapa kali makan di restoran ini dan menurutnya masakan resto ini cocok dengan lidahnya.
"Ini buat kamu. Biar setelah mandi tidak perlu masak, langsung makan dan istirahat ya,--" Nico menyerahkan kantong berisi lauk pauk dalam kemasan dus.
"Terima kasih ya. Aku jadi merepotkan Mas Nico deh,--" sahut Suci merasa sungkan.
"Itu karena aku sudah jatuh cinta padamu. Aku akan *berusaha mendapatkan hatimu*," Jawab Nico yang hanya mampu diucapkan dalam hati. Nyatanya, Nico hanya menanggapi ucapan terima kasih Suci dengan senyuman.
Suasana berdua dalam mobil terasa berbeda seperti yang sudah-sudah. Kembali berdua setelah dua hari tak bertemu, entah mengapa membuat Suci merasa grogi dan tegang.
"Mas Nico, boleh menyetel radio gak?" Daripada bingung untuk berbicara apa, Suci berinisiatif mendengarkan lagu saja. Siap tahu ketegangan yang melingkupinya menjadi hilang.
Sebuah lagu mengalun usai sang penyiar radio menyampaikan salam-salam dari pendengar setia. "Ada yang lagi jatuh cinta? semoga lagu ini mewakili perasaan kalian!"
Kurasa ku sedang jatuh cinta
Karena rasanya ini berbeda
Oh, apakah ini memang cinta?
Selalu berbeda saat menatapnya
Sang pengemudi mobil tersenyum lebar mendengar lagu yang pas sekali mewakili perasaannya. Nico mencuri pandang ke gadis di sampingnya yang terlihat kedua tangannya bertaut dan meremas seolah gelisah mendengar lirik lagu berjudul 'Tolong' dari Doremi itu.
Mengapa aku begini
Hilang berani dekat denganmu
Ingin ku memilikimu
Tapi aku tak tahu
Bagaimana caranya
"Eh, kenapa dimatikan?" Nico melirik heran saat Suci yang tiba-tiba menekan tombol off.
"Ah itu...lagunya gak enak."
Nico mengulas senyum tipis melihat Suci yang salah tingkah hanya karena mendengar lagu bertemakan jatuh cinta itu.
Mobil tiba di depan rumah minimalis tipe 60 berlantai 2. Tempat tinggal Suci dan Candra yang merupakan peninggalam almarhum Abi nya.
Nico menahan lengan Suci yang akan turun dari mobil saat pamitan dan mengucapkan terima kasihnya. "Suci, tunggu sebentar. Aku mau bicara!" Nico menatap Suci dengan sorot mata serius.
Dengan tersenyum dan gugup kerena terus ditatap tajam oleh Nico, Suci menganggukkan kepalanya tanda mempersilakan.
Mesin mobil dimatikannya, diganti dengan membuka setengah kaca kiri dan kanan. Hembusan angin sore menerpa masuk ke dalam mobil seolah turut membantu memberi ketenangan dan keberanian untuk Nico berbicara.
"Enaknya kita bicara di teras atau di dalam mobil saja?" ujar Nico meminta pendapat Suci.
Melihat raut wajah Nico yang serius, Suci mengajaknya untuk duduk di kursi teras. Pot yang berjajar rapih dengan tanaman berdaun hijau juga yang berbunga, tampak subur terawat. Menjadi pemandangan mini yang menyegarkan mata saat keduanya duduk di kursi teras.
Nico menyesap teh hangat aroma melati yang disajikan Suci bersama sepiring brownies di meja kecil di tengah-tengah mereka.
"Kamu tahu gak, selama dua hari kemarin aku pergi ke mana?" Nico memulai pembicaraannya selesai meneguk teh hangat yang membuatnya rileks. Suci hanya memandang Nico, menggelengkan kepalanya tanpa berkata.
"Aku pergi ke Banda Aceh, menemui Umi Afifah." Nico menatap Suci yang terhenyak, dengan kening mengkerut dan menatap Nico seolah meminta penjelasan.
"Sucita, aku telah jatuh cinta padamu. Maka dari itu, aku datang menemuimu Ibumu untuk menyampaikan keseriusan, meminta izin beliau terlebih dulu sebelum menyampaikan perasaanku ini padamu."
Untuk kedua kalinya Suci kembali terhenyak mendengar kata-kata yang keluar dari bibir Nico. Ungkapan perasaan yang tak disangkanya, ditambah ia dengan sengaja menemui Umi. Suci mengatupkan bibirnya, tak mampu berbicara, tak mampu menjabarkan rasa yang memenuhi hati.
"Maaf aku telah mencari tahu tentang masa lalumu. Kamu pernah terluka dan kecewa karena cinta, aku pun sama. Perasaanku padamu saat ini bukan pelarian karena patah hati. Aku tidak main-main dengan perasaan. Cinta ini hadir begitu saja,---" ucap Nico memegang dadanya dengan tatapan yang tak beralih sedetikpun dari wajah ayu Suci yang sedikit pias karena rasa kagetnya.
"Mas Nico, apa ini serius? Bagaimana dengan Winda?" Suci akhirnya mampu bersuara setelah sebelumnya hanya menjadi pendengar.
"Aku sangat serius Sucita, aku bukan pria yang suka bermain wanita. Aku datang menemui Umi, sebagai bukti niatku ingin menjadikanmu pendamping hidupku. Tapi jika niatku ini menurutmu terlalu terburu-buru, izinkan aku untuk kita bisa saling mengenal lebih dekat,--"
"Soal Winda, memangnya kenapa dengannya?" tanya Nico merasa tak faham dengan maksud pertanyaan Suci.
"Winda bukannya pacar Mas Nico?"
Nico tersenyum tipis, kembali ia meneguk teh yang tersisa di gelasnya sampai habis. "Aku gak punya pacar, Suci. Jika Winda menyukaiku, itu haknya dia. Aku gak bisa mencegah perasaan orang lain untuk jangan menyukaiku. Dua hari tanpa melihatmu sudah cukup untuk menguji hati ini. Ternyata dikala jauh aku merindukanmu, bayangan wajah cantikmu membuatku insomnia,--"
Tangan Suci memegang kuat ujung kursi. Entah tubuhnya atau hatinya yang merasa oleng, mendengar kalimat terakhir Nico yang membuatnya terbuai, tersanjung, dan melayang. Ditambah rasa lega di hatinya setelah tahu Winda bukanlah pacarnya Nico.
"Aku sudah utarakan semua isi hati, sekarang sudah plong tak ada lagi beban yang mengganjal. Aku akan menunggu jawabanmu, Sucita..."
"Beri aku waktu untuk berpikir, Mas!" Suci mengatupkan kedua tangannya di dada. Ia tak bisa memberi jawaban sekarang, tak mau gegabah mengambil keputusan karena menyangkut masalah hati.
"Aku akan sabar menanti jawabanmu." Nico berdiri dari duduknya saat terdengar azan mangrib berkumandang.
"Aku pulang dulu ya! Jangan lupa makan dan istirahat. Sampai ketemu hari senin di kantor. Tapi kalau boleh besok malam kesini, aku akan senang." ujar Nico sedikit negosiasi. Malam besok adalah malam minggu, jika Suci mengijinkan, ia tentu akan datang ke rumah ini lagi.
Suci hanya berdiri mengulas senyum tipis. "Nanti deh aku kabari. Hati-hati di jalan, Mas Nico."
Nico mengangguk dan berucap salam. Meskipun belum tentu gayung bersambut, tapi langkahnya serasa ringan setelah dirinya mengungkapkan perasaan.
Semburat jingga dari senjakala menjadi saksi keberanian seorang pria sejati menuturkan rasa dan asa. Ia pasrahkan segalanya kepada Tuhan sang penggenggam jiwa, yang Maha Kuasa membolak balikkan hati manusia.
Cocok sih...pengusaha emas dan pengusaha hotel 😍