Karena menyelamatkan pria yang terluka, kehidupan Aruna berubah, dan terjebak dunia mafia
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dina Auliya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bayang-bayang kemenangan
Fajar baru saja merekah di Roma, langit keemasan menyelimuti kota tua yang biasanya penuh kedamaian. Namun bagi dunia bawah tanah, pagi ini bukanlah tanda kehidupan baru, melainkan kabar buruk yang menyebar cepat: Don Vittorio, salah satu raja mafia tertua di Italia, tewas di tangan Leonardo De Santis.
Berita itu menyebar lebih cepat dari asap yang masih mengepul dari reruntuhan pabrik tua. Dari bar gelap di Napoli hingga kasino bawah tanah di Milan, semua orang hanya menyebut satu nama—Leonardo, King Mafia yang kini tak terbantahkan.
---
Di Mansion Leonardo
Aruna duduk di kursi besar di ruang makan, gaun putihnya masih ternodai darah Leonardo dari malam sebelumnya. Tangannya gemetar memegang cangkir teh yang sudah dingin. Setiap kali ia menutup mata, yang terbayang hanyalah wajah Leonardo saat pulang subuh tadi—mata penuh api, pelukan keras seakan menahannya dari dunia.
Di ujung meja panjang, Leonardo sedang berbicara dengan Marco dan beberapa bawahannya. Suaranya tenang, tapi penuh wibawa.
“Kita berhasil menyingkirkan Vittorio. Tapi jangan terlena. Polisi Roma akan mencium ini sebagai kesempatan. Mereka pikir kita lemah karena perang terbuka semalam.”
Marco mengangguk. “Bos, kami sudah menyuap sebagian aparat. Tapi ada kabar buruk. Interpol mulai mengawasi lebih ketat. Nama Anda sudah masuk daftar prioritas.”
Aruna terperanjat, cangkir di tangannya hampir jatuh. Interpol… Itu berarti Leonardo bukan lagi sekadar ancaman di Italia, tapi target internasional.
Leonardo hanya menyeringai tipis, seolah berita itu bukan apa-apa. “Biarkan mereka mengawasiku. Selama aku punya alasan untuk bertarung, aku tidak akan kalah.”
Matanya kemudian beralih pada Aruna. Senyum yang berbeda—lembut, penuh obsesi. “Dan alasanku hanya satu.”
Aruna tercekat. Ia tahu maksudnya. Ia tahu Leonardo akan menghadapi seluruh dunia hanya karena dirinya.
---
Bayangan di Luar
Di sebuah kantor polisi pusat Roma, Komisaris Giulio menatap papan besar penuh foto, garis merah, dan catatan. Di tengahnya ada foto Leonardo, dengan tulisan tebal: TARGET PRIORITAS.
“Ini bukan lagi perang antar geng,” kata Giulio dengan nada serius. “Ini ancaman bagi seluruh kota. Leonardo bukan hanya mafia. Dia simbol teror baru.”
Seorang agen muda dari Interpol menambahkan, “Kematian Vittorio menciptakan kekosongan. Leonardo akan menarik perhatian semua organisasi kriminal. Jika dia tidak dihentikan, ia bisa jadi lebih berbahaya daripada Vittorio sendiri.”
Giulio menatap peta Roma, kemudian menghela napas panjang. “Kita harus menemukan kelemahannya. Dan dari semua laporan… kelemahan itu bernama Aruna.”
---
Kembali ke Mansion
Malam itu, Leonardo mengajak Aruna berjalan di taman mansion. Angin sepoi-sepoi berhembus, tapi suasana terasa berat.
“Aruna,” ucap Leonardo, suaranya lebih lembut dari biasanya. “Apakah kau tahu mengapa aku membunuh Vittorio dengan tanganku sendiri?”
Aruna menunduk, takut menjawab.
Leonardo menyentuh dagunya, memaksa matanya bertemu dengan tatapannya. “Karena dia menyentuhmu. Karena aku tidak akan membiarkan siapa pun mengambilmu dariku. Dunia boleh melawanku, tapi aku tidak akan pernah melepaskanmu.”
Air mata Aruna menetes tanpa bisa ditahan. “Leo… sampai kapan kau akan hidup seperti ini? Sampai kapan kau akan melawan seluruh dunia demi aku?”
Leonardo tersenyum samar, tapi tatapannya gelap. “Sampai dunia hancur, jika itu harga untuk memilikimu.”
Aruna terdiam. Hatinyalah yang dipeluk, tapi sekaligus dipenjara. Ia mencintai pria ini, namun semakin jelas baginya: cinta ini bukan kebebasan, melainkan rantai.
---
Pertemuan Rahasia
Beberapa hari kemudian, di sebuah restoran tersembunyi di Venesia, sekelompok bos mafia berkumpul. Mereka berbicara dengan suara rendah, wajah mereka tegang.
“Vittorio sudah mati. Itu artinya kita bisa mengambil alih wilayahnya,” kata seorang bos dari Sisilia.
“Jangan lupa,” timpal yang lain, “Leonardo-lah yang membunuhnya. Dia tidak akan membiarkan kita menyentuh warisan itu.”
Nama Leonardo membuat semua terdiam. Mereka tahu pria itu bukan sekadar bos muda—dia adalah raja baru yang lahir dari api perang.
Akhirnya, salah satu dari mereka berkata, “Kalau begitu, kita harus menjatuhkannya sebelum dia semakin kuat. Dan kudengar… dia punya kelemahan. Seorang wanita.”
Senyum sinis muncul di wajah mereka. Aruna.
---
Gelisah di Dalam Diri
Malam semakin larut. Aruna tidak bisa tidur. Ia berdiri di balkon kamarnya, menatap langit penuh bintang.
Di balik semua kekuasaan dan darah, ada pertanyaan yang terus menghantuinya: Apakah aku benar-benar mencintai Leonardo, atau aku hanya terjebak dalam pusaran obsesinya?
Ia ingat masa-masa sebelum bertemu pria itu—hidup sederhana, penuh mimpi. Sekarang, setiap langkahnya dipenuhi ketakutan, setiap nafasnya bergantung pada perlindungan seorang pria yang menakutkan sekaligus memikat.
Aruna memeluk dirinya sendiri. “Cinta macam apa ini?” bisiknya lirih.
Namun jauh di dalam hatinya, ia tahu ia tidak bisa pergi. Bukan hanya karena Leonardo tidak akan mengizinkannya, tapi karena dirinya sendiri tidak mampu meninggalkan pria yang begitu membakar jiwanya.
---
Ancaman Baru
Keesokan paginya, Marco membawa kabar buruk. “Bos, ada laporan. Sisa-sisa anak buah Vittorio yang kabur kini bergabung dengan kelompok lain. Mereka merencanakan balas dendam.”
Leonardo duduk di ruang kerja, menyalakan cerutu dengan tenang. “Biarkan mereka datang. Aku akan menunggu.”
Tapi Marco terlihat cemas. “Bos… mereka tahu tentang Aruna. Mereka mulai menyebut namanya.”
Seketika, mata Leonardo menyala. Ia berdiri, menghantam meja hingga retak. “Jika mereka menyentuhnya, aku akan menghapus seluruh nama mereka dari muka bumi!”
Aruna yang berdiri di ambang pintu terkejut. Ia melihat sisi Leonardo yang paling menakutkan—bukan hanya amarah, tapi obsesi membabi buta.
---
Malam itu, Leonardo duduk sendirian di ruang kerjanya, menatap foto Aruna yang tersimpan dalam bingkai perak. Tangannya menyentuh kaca foto itu, seolah menyentuh wajahnya.
“Aruna… kau adalah hidupku. Mereka bisa mengambil segalanya dariku, tapi tidak dirimu. Tidak akan pernah.”
Di kamarnya, Aruna terbaring dengan mata terbuka, air mata membasahi bantal. Ia tahu Leonardo mencintainya. Tapi ia juga tahu, semakin lama, cintanya berubah menjadi obsesi yang bisa menghancurkan mereka berdua.
Dan di luar sana, bayang-bayang musuh baru sudah mulai merayap, menunggu waktu untuk menyerang.