Ava Seraphina Frederick (20) memiliki segalanya kekayaan, kekuasaan, dan nama besar keluarga mafia. Namun bagi Ava, semua itu hanyalah jeruji emas yang membuatnya hampa.
Hidupnya runtuh ketika dokter memvonis usianya tinggal dua tahun. Dalam putus asa, Ava membuat keputusan nekat, ia harus punya anak sebelum mati.
Satu malam di bawah pengaruh alkohol mengubah segalanya. Ava tidur dengan Edgar, yang tanpa Ava tahu adalah suami sepupunya sendiri.
Saat mengetahui ia hamil kembar, Ava memilih pergi. Ia meninggalkan keluarganya, kehidupannya dan juga ayah dari bayinya.
Tujuh tahun berlalu, Ava hidup tenang bersama dengan kedua anaknya. Dan vonis dokter ternyata salah.
“Mama, di mana Papa?” tanya Lily.
“Papa sudah meninggal!” sahut Luca.
Ketika takdir membawanya bertemu kembali dengan Edgar dan menuntut kembali benihnya, apakah Ava akan jujur atau memilih kabur lagi?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Senja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 29
Ivy sedang berada di dalam mobil, menuju rumah sakit utama kota secepat mungkin untuk membuktikan kecurigaannya tentang Edgar.
Namun, takdir memiliki rencana lain. Jalanan menuju rumah sakit tiba-tiba macet parah, tidak seperti biasanya.
“Sial! Kenapa ramai sekali di jam begini! Cepat putar balik!” bentak Ivy kepada sopir.
Sopir itu menggeleng. “Tidak bisa, Nyonya. Di depan sudah tertutup. Ada kecelakaan sepertinya.”
Ivy, yang sudah diliputi amarah dan kecemasan, memutuskan untuk turun. Ia tidak bisa menunggu. Ia membuka pintu mobil dan melangkah ke jalanan, gaun mahalnya bergesekan dengan debu aspal.
Ivy marah-marah, melampiaskan frustrasinya pada para pengemudi lain.
“Minggir! Aku harus segera lewat! Kalian semua tidak punya otak, ya!” teriak Ivy.
Di tengah kemacetan yang pekat itu, beberapa pria bertubuh besar yang mengenakan pakaian serba hitam terlihat berjalan santai di antara mobil-mobil.
Ivy tidak menyadarinya sampai salah satu dari mereka menoleh, lalu menatap tajam ke arahnya. Tatapan itu dingin, penuh ancaman, dan sama sekali tidak peduli pada teriakan Ivy.
Mereka mendekat, langkah kaki mereka seolah sudah terkoordinasi. Ivy merasakan firasat buruk yang mendalam.
Tiba-tiba, seorang pria yang tingginya menjulang meraih Ivy. Sebelum Ivy sempat menjerit, pria lain dengan cepat membungkam mulut Ivy dengan kain yang baunya sangat menyengat.
“Tolong!!” Ivy berteriak minta tolong di balik kain itu, berusaha meronta, tetapi tubuhnya yang ramping tidak sebanding dengan kekuatan para pria itu.
Hanya ada keheningan di jalanan, karena suara klakson dan mesin mobil menenggelamkan teriakannya.
Tak lama, Ivy merasa pusing dan matanya mulai berkunang-kunang. Salah seorang dari mereka telah membiusnya.
Dalam hitungan detik, Ivy ambruk dan tak sadarkan diri. Para pria itu dengan cepat mengangkat tubuh Ivy dan membawanya menjauh dari keramaian, menghilang tanpa jejak di tengah kemacetan.
“Cepat bawa dia ke mobil!”
“Siap!”
*
*
Sementara kekacauan terjadi pada Ivy, di tempat lain, kejutan juga menghantam keluarga Frederick.
Edward, ayah kandung Ava, duduk di kursi kerjanya yang besar. Ia adalah sosok yang disegani, namun tujuh tahun terakhir ia diselimuti rasa bersalah karena membiarkan putrinya melarikan diri.
Ara duduk di sampingnya, selalu menjadi penenang bagi suaminya yang keras kepala.
“Apa kau sudah menemukan keberadaan putriku?” tanya Edward.
Salah satu anak buahnya, seorang detektif swasta yang telah lama disewa, berdiri di hadapan mereka.
“Sudah tujuh tahun, dan kalian belum menemukannya?!” Edward hampir terpancing amarah. Ara menahan lengan suaminya, menenangkannya.
“Maafkan kami, karena terlalu lama menyelidikinya,” pria itu berkata, lalu menyerahkan dua lembar foto berukuran dompet kepada Edward.
Foto itu menampilkan dua anak kembar, seorang gadis kecil chubby yang ceria dan seorang anak laki-laki yang dingin.
“Siapa mereka? Kenapa kalian memberikannya padaku, ha!” Edward membanting foto itu ke meja. Jelas saja dia bingung.
“Mereka anak kembar Nona Ava,” jawab detektif itu.
Deg!
Edward segera mengambil foto tersebut dan menatap wajah polos kedua bocah itu. Kedua wajah itu sangat mirip dengan Ava saat masih muda.
“Ini tidak mungkin,” gumam Ara. Wajahnya yang tenang kini berubah panik.
Tujuh tahun silam, Ara adalah orang pertama yang menemukan tespek kehamilan positif di kamar mandi Ava, sesaat sebelum Ava menghilang.
Ara memilih menutupinya sendiri, menjaga rahasia itu dari Edward, berharap Ava akan kembali. Nyatanya, Ava tetaplah putri kesayangannya yang keras kepala.
Apakah kehamilan itu yang menyebabkan Ava kabur?
Atau jangan-jangan pria yang menghamili Ava tak mau bertanggung jawab?
Ara memendam semua itu sendirian selama ini, percaya bahwa Ava akan baik-baik saja dan kembali. Namun, fakta bahwa Ava kini memiliki dua anak tanpa suami yang jelas, membuat Ara yakin Ava dalam masalah besar.
“Kau yakin mereka anak Ava?” tanya Ara.
“Ya, Nyonya. Mereka bernama Lily dan Luca. Mereka tinggal di rumah kontrakan kecil. Dan yang paling penting, Nyonya, saat ini, mereka sedang berada di rumah sakit utama kota. Putranya, Luca, sakit parah dan membutuhkan transplantasi.”
Kabar itu seperti sambaran petir bagi Ara. Edward sudah bangkit, wajahnya menunjukkan kemarahan dan juga kepedihan mendalam.
“Terus awasi mereka!” teriak Edward. Ia akan menemukan putrinya, dan ia akan mencari tahu siapa pria yang berani-beraninya membuat cucu-cucunya sakit dan membuat putrinya menderita.
Edward akan mencari tahu siapa lelaki yang sudah berani membuat Ava melahirkan kedua cucu untuknya.
“Sayang, tenanglah.” Ara berusaha menenangkan Edward dengan mengusap dadanya.
“Aku tidak akan pernah tenang sebelum menemukan pria yang berani menanam benih di rahim Ava. Jika aku tahu orangnya, aku akan menghabisinya dengan tanganku sendiri!”
lanjut kak sem gat terus💪💪💪
apa² jgn² kamu menyukai ivy...
kl iya tamat lah riwayat mu jeremy
untung edgar cocok y coba kl ava ataupun edgar tidak cocok... pastinya mereka disuruh memilik anak lagi🤔