Ana yang baru masuk ke tempat kerja baru, terpikat dengan Aris, pemuda yang tampan, baik, rajin bekerja dan sopan. Sempat pacaran selama setahun sebelum mereka menikah.
Di tahun kedua pernikahan mereka, karakter Aris berubah dan semakin lama semakin buruk dan jahat.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Frans Lizzie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 29 - Proposal
Ana dan Aris berjalan berkeliling mengunjungi semua situs sejarah yang ada di Pulau Penyengat.
Ketika Aris menemukan tempat duduk yang cukup nyaman karena terlindung pohon yang rindang daunnya, ia mengajak Ana duduk di tanah yang kering sambil memandangi laut.
Aris mengeluarkan jajanan yang sempat mereka beli di sepanjang jalan kecil perkampungan Melayu. Jajanan itu berupa 2 kue Deram-deram, 2 roti Belauk dan sudah pasti banyak otak-otak. Sebab Aris sudah yakin kalau Ana pasti paling menyukai otak-otak.
“Aku pasti tambah pintar setelah pulang dari sini,” gumam Ana sambil mengunyah otak-otak. “Tiap hari makan ikan dan hasil laut, otakku pasti tambah cerdas.”
Aris tertawa mendengar gurauan Ana.
“Ana senangkah bepergian bersamaku ke Tanjung Pinang seperti ini?”
“Tentu saja,” seru Ana. “Sudah gila lah aku, kalau bilang tak merasa senang. Ditemani, dijaga, dilindungi bahkan dibikin kenyang dengan makanan super bergizi oleh Mas Aris yang ganteng. Aku sangat senang dan bahagia. Terima kasih banyak. Gamsahamnida.”
“Sungguhkah Ana benar merasa nyaman kalau aku temani?” Aris bertanya sambil memandang lurus ke mata Ana.
“Tentu saja. Mas Aris itu.. awesome,” jawab Ana sambil mengacungkan jempolnya.
Aris mengusap sedikit remahan makanan di ujung bibir Ana dengan lembut. “Kalau misalnya aku menawarkan diri untuk bisa selalu menemani, menjaga dan melindungi Ana seumur hidup,... Apakah Ana mau?”
DEG!
Ana yang sedang membuka bungkus daun kelapa pada otak-otaknya yang kesekian kali menjadi diam mematung.
Apa?
Hati Ana terguncang. Benarkah telinganya mendengar?
Karena tidak yakin dengan pertanyaan Aris tadi, maka Ana diam saja. Ana kuatir dia mengalami halusinasi pendengaran.
Sungguh malu bukan, mengiyakan sesuatu yang sebenarnya tidak pernah ada.
Aris tertawa lalu memencet hidung Ana pelan. “Kenapa malah membisu? Jawab dong penyataan ku. Mau atau tidak?”
“Jawab? Jawab apa?” Ana tergagap. Ia masih kuatir kalau-kalau dia salah dengar. Dia takut kena malu.
“Soal mau tidak kalau hubungan kita meningkat ke yang lebih serius.” Aris menegaskan lagi tanpa ragu-ragu.
Ana terpana. Oh, dia tidak salah dengar.
Tidak salah dengar!
Mas Arisnya yang ganteng mau berhubungan serius dengannya.
Wow!
“Ana?” panggil Aris lagi. “Ana masih ragu padaku?”
Ana langsung merespon spontan. “Ooo, tidak, tidak. Aku tidak ragu pada Mas Aris…”
Alis Aris terangkat dengan pandangan mata bertanya, “Maksudnya?”
Ana dengan belepotan berusaha menjawab, “Aku mau. Mas Aris tidak meragukan… Eh, maksudku, aku mau hubungan meningkat yang lebih serius.”
Kata-kata yang buru-buru dilontarkan keluar dari mulutnya terdengar absurb. Ana jadi malu sendiri.
Kok dia tidak bisa jadi wanita keren dan berkelas ya.
Aris tertawa kecil melihat reaksi Ana. “Sekarang aku percaya dengan kata-kata Ana yang bilang kalau Ana belum pernah pacaran.”
Aris kemudian meraih bahu Ana dan ditarik lebih mendekat padanya.
“Aku simpulkan pertanyaanku ya. Ana tinggal menjawab mau atau tidak?”
“Maukah Ana jadi kekasihku?”
“Mau,” jawab Ana cepat sambil mengangguk-anggukkan kepalanya.
“Maukah Ana, jika kita segera menikah agar segera dapat memasuki tahap berikutnya dari kehidupan kita?”
Sunyi.
Menikah?
Eh..? Cepat amat.
Sekilas batin Ana berbicara.
Aris mengerti keraguan Ana.
“Aku tidak ingin hubungan yang sekedar mengisi waktu. Yang kuinginkan hubungan yang untuk masa depan.”
Ana tersentak.
Betul, masa depan.
Kapan lagi bisa menemukan lelaki yang rajin bekerja, baik, perhatian dan juga sangat berduit seperti Aris ini. Ana pun yakin Aris akan sangat masuk kriteria menantu ideal buat mamanya.
Aris sudah bekerja. Karirnya bagus sekali. Aris bisa memasak dan pekerjaan rumah tangga pun tidak canggung. Aris dan Papa Doni adalah sosok dua lelaki yang sangat bertolak belakang dalam segala hal.
Jadi semua kekuatiran mamanya soal manusia berjenis kelamin laki-laki tidak akan ditemukan pada diri Aris.
Maka Ana cepat-cepat menyambar kesempatan yang sudah ada di depan mata.
“Ya, aku mau. Ayo, kita menikah,” kata Ana yakin.
“Bagus.”
Aris tersenyum. Senyum yang sangat memikat.
Ana merasa bahunya di tarik semakin mendekat kemudian tengkuknya sedikit diangkat.
Aris mendaratkan ciuman di bibirnya.
Ciuman pertamanya.
Wah!
Bagaimanakah perasaan Ana saat itu?
Luar biasa tidak karuan.
_____________________
Selepas perahu pompong yang membawa mereka kembali merapat di Tanjung Pinang daratan, mereka kembali ke hotel dahulu untuk mandi.
Selanjutnya Aris mengajak Ana untuk makan malam di Akau Potong Lembu, tempat wisata kuliner yang sangat terkenal di Tanjung Pinang.
Aris bahkan membayar taksi PP dari hotel ke Akau, dengan alasan ia mau agar satu satunya kaos dan celananya yang bersih tetap layak dipakai untuk pulang ke Batam.
Memang jika berjalan kaki, diperkirakan memerlukan waktu sekitar setengah jam saja, tetapi Aris benar-benar tidak ingin baju satu-satunya itu basah keringat dan bau lagi.
Maka demikianlah serangkaian kegiatan wisata di Tanjung Pinang ditutup dengan acara makan seafood yang sangat enak di Akau, PP dengan menggunakan taksi yang jelas sangat melegakan setelah sebelumnya banyak berjalan kaki.
Dan yang perlu digarisbawahi semua kenyamanan dan kemewahan yang dirasakan Ana hari itu dibayar penuh oleh Aris. Tak sepeserpun uang Ana yang keluar.
Perasaan Ana?
Tentu saja ia merasa sangat bahagia.
Ia diperlakukan seperti ratu. Semua kenyamanan disediakan langsung ke depan mukanya. Yang harus ia lakukan adalah tinggal menikmati semua.
Tanpa perlu jerih payahnya lagi.
Akhirnya hari-hari bahagia telah datang. Begitu selalu sorak sorai di hatinya.
______________________
Malam itu di kamar Aris membuka semua pakaiannya dan hanya menggunakan celana pendek yang sama seperti malam kemarin.
Alasannya masih tetap sama, yaitu agar pakaian bersihnya yang tinggal satu tidak menjadi kusut dan bau keringat jika dipakai untuk tidur.
Alasan yang masuk akal, batin Ana. Sangat bisa diterima.
Namun yang jadi masalah adalah dirinya.
Jika subuh tadi dia bisa menatapi tubuh Aris diam-diam karena Aris masih tidur.
Sekarang tubuh atas telanjang Aris mondar-mandir di kamar, kadang duduk, kadang berbaring. Masih dengan tubuh seksinya.
Dalam keadaan sadar 100%.
Karena itu, tentu saja tidak bisa diam-diam Ana perhatikan lagi.
Ana berusaha setengah mati menjaga pandangan matanya agar tidak melihat keseksian Aris.
Bukannya sok alim, tapi sesuai didikan keras mamanya, perilaku terang-terangan mengamati seorang laki-laki, apalagi tubuhnya itu adalah hal yang tabu, sangat memalukan.
Tentu saja itu bukan hal mudah. Mungkin karena sudah hampir 23 tahun dirinya diperam, hormon dopaminenya jadi susah dikendalikan.
Saat Ana sedang bersusah payah menjaga keanggunan sikapnya agar jangan sampai terlihat seperti wanita binal, Aris malah terus mencecarnya dengan rencana-rencana masa depan.
“Sehabis dari Tanjung Pinang ini, aku akan mengenalkan Ana pada keluarga Mbak Yati di Tiban. Dia itu kakakku, keluargaku satu-satunya di Batam ini. Rencananya seminggu lagi kebetulan bapak ibuk juga mau ke Batam, kangen sama Mbak Yati dan cucunya. Saat itu aku akan bilang dan mengenalkan Ana kepada mereka.”
Aris menatap Ana, “Bagaimana menurut Ana?”
“Oh, iya baik. Itu baik.”
Otot bicep Aris lebih menonjol saat sedang bergerak ke sana kemari seperti ini. Waktu itu karena Aris sedang tidur, maka tidak terlalu tampak. Begitulah yang ada di dalam pikiran melantur Ana.
Aris duduk di samping Ana. Tangannya bergerak mengelus-elus kepala dan pipi Ana.
“Oke ya deal. Mulai detik ini kita resmi sepasang kekasih dengan tujuan menikah ya. Bukan buat sekedar main-main lagi.”
Ana, yang masih setengah berada di awang-awang, menganggukkan kepalanya.
Tiba-tiba Ana merasakan bibirnya sudah dilumat Aris lagi.
Belum sempat Ana terkejut, Aris sudah berbisik mesra di telinganya.
“Balas pelukanku, Ana.”
Dan Ana pun membalas pelukan Aris.