Di tuduh melakukan kejahatan yang tidak dia lakukan. Adnan bintan pratama terjatuh ke lubang hitam dan mendarat sendirian di dunia asing, yang di penuhi hewan mutan berbahaya.
Ia harus memecahkan teka-teki ruang dan waktu
untuk menemukan pesan tersembunyi di dalam lubang hitam itu sendiri, Satu-satunya harapan bertahan hidup, membersikan namanya,
dan mengungkapkan misteri dunia baru ini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Wahyuadnan Saputra 31, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB27
Elf-elf itu memandang Adnan dengan campuran rasa hormat yang mendalam dan ketakutan yang mutlak. Mereka tahu: orang yang menerima sujud dari dua Makhluk Primordial Rank SS adalah seseorang yang tidak boleh disentuh.
Adnan kini berdiri diapit oleh dua sekutu Rank SS yang bersujud (Vortex dan Lone), sementara di seberangnya, Putri Elara mencengkeram erat Lencana Sumpah Palsu, wajahnya pucat pasi. Faksi lain, termasuk para Pangeran dan Penyihir Bayangan, benar-benar lumpuh oleh teror Primordial ini.
"Bangun, Lone," perintah Adnan.
Kedua Makhluk Rank SS itu bangkit dan berdiri di sisi Adnan, menciptakan dinding pertahanan tak tertembus.
"Ancient," panggil Adnan dalam hati. "Waktu matang bunga masih beberapa jam. Dua Rank SS di sisiku, dan semua musuh lumpuh ketakutan. Sekarang saatnya menghancurkan Lencana Sumpah Palsu Elara!"Momen di Puncak Guntur menjadi semakin tegang dan aneh. Adnan berdiri di antara dua sekutu Rank SS-nya, Vortex dan Lone, yang baru saja bangkit dari sujud.
Vortex, sang Primordial Gurita, mencondongkan tubuhnya ke depan, matanya fokus.
"Tuan," kata Vortex dengan nada mendesak, "Apakah Tuan sudah menguasai Jurus Tangan Jari Pemetik Angin? Kita harus siap memetik bunga itu segera setelah matang."
Adnan baru saja akan menjawab 'belum'—karena ia baru mengintegrasikan Langkah Angin Berkilat, bukan teknik memetik—tetapi ia tidak sempat mengeluarkan suara.
Tiba-tiba, kabut hitam pekat yang selama ini menyelimuti Raja Hitam mulai muncul di depan Adnan. Kabut itu bukan berasal dari Serigala Pemberontak itu sendiri, melainkan dari sisa-sisa kutukan yang baru saja dinetralkan.
Raja Hitam, Serigala Bertaring Hitam Rank S yang dari tadi masih berbentuk serigala besar, mulai berteriak. Tubuhnya bergetar hebat. Di bawah tekanan kabut, ia berubah bentuk!
Serigala itu menghilang, dan di tempatnya, muncul seorang pria yang sangat berotot. Pria itu tidak menggunakan baju sama sekali, hanya memakai celana hitam. Matanya masih menyala merah, dan auranya—meskipun masih Rank S—kini terasa jauh lebih liar dan kuat dalam wujud manusia.
Raja Hitam yang baru bertransformasi itu segera bersujud di hadapan Adnan.
Belum lama setelah Raja Hitam bertransformasi dan bersujud, bayangan di bawah kaki Adnan tiba-tiba bergerak.
Lima sosok muncul dari bayangan.
Mereka adalah lima Assassin yang masing-masing memancarkan aura Rank S. Mereka adalah mesin pembunuh yang tersembunyi, dan kemunculan mereka membuat udara Puncak Guntur semakin dingin.
Kelima Assassin itu segera berlutut dan bersujud di hadapan Adnan, mengabaikan semua faksi Primordial, Pengkhianat, dan Pangeran.
"Tuan Bintang," ujar pemimpin Assassin dengan suara serak. "Kami sudah lima bulan mencari Tuan. Kenapa Tuan ada di sini?"
Adnan kini dikelilingi oleh sekutu yang loyal dan kuat:
Vortex (Rank SS)
Lone (Rank SS)
Raja Hitam (Rank S)
Lima Assassin (Rank S)
Satu-satunya yang tidak bersujud adalah Ancient, yang terikat sebagai esensi di tubuh Adnan.
Semua faksi musuh—terutama Putri Elara (yang dikelilingi 10 Ordo Kegelapan), Pangeran ke-7 dan ke-8, dan Penyihir Bayangan Malam—benar-benar membeku dalam kengerian melihat kekuatan misterius Adnan yang terus bertambah.
"Ancient, siapa mereka? Siapa yang mengirim mereka?" tanya Adnan dalam hati, sambil menatap lima Assassin Rank S yang bersujud.
Saat lima Assassin Rank S bersujud di hadapan Adnan, Adnan menuntut jawaban.
"Ancient, siapa mereka? Siapa yang mengirim mereka?" tanya Adnan dalam hati.
Ancient segera merespons, nadanya kali ini penuh kewaspadaan.
"Tuan Bintang, Hamba merasakan aura mereka. Mereka adalah Assassin yang berasal dari Keluarga Bintang."
Belum sempat keterkejutan Adnan mereda, salah satu Assassin melanjutkan penjelasannya dengan suara yang lebih mendesak.
"Tuan Bintang, Nyonya ke-5 sangat khawatir tentang Tuan," ujar Assassin itu. "Kami diperintahkan untuk mencari Tuan setelah Tanda Bintang Tuan menghilang dari wilayah pertahanan Keluarga Besar."
Mendengar nama Keluarga Bintang disebut, dan mengetahui Assassin Rank S itu dikirim oleh seseorang bernama Nyonya ke-5, Keluarga Awan Bersalju—salah satu dari Dua Keluarga Tersembunyi—yang berada di kerumunan, seketika menunjukkan rasa segan yang mendalam.
Mereka menyadari:
Adnan Bintang Pratama adalah anak dari Keluarga Tersembunyi nomor 1 yang paling ditakuti oleh ketujuh Keluarga Tersembunyi lainnya!
"Dia... dia adalah keturunan langsung dari Anak Tetua ke-3," bisik pemimpin Keluarga Awan Bersalju dengan wajah pucat.
Dalam hierarki Keluarga Bintang yang ketat, Tetua ke-3 adalah sosok yang paling disegani. Dan Nyonya ke-5 adalah anak dari Tetua ke-3—sosok dengan otoritas dan kekuatan yang tidak main-main.
Keluarga Awan Bersalju, yang tadinya bersikap dingin dan netral, kini segera bergerak menjauh dari Putri Elara, menunjukkan bahwa mereka sama sekali tidak ingin terlibat dalam urusan internal Keluarga Bintang.
Adnan menyerap informasi ini. Ia memiliki latar belakang yang lebih besar dan lebih menakutkan dari yang ia bayangkan.
"Bangun," perintah Adnan kepada para Assassin. "Aku akan mengatasi masalah ini. Kalian lindungi perimeter ini."
Adnan menoleh kepada Putri Elara, yang kini berdiri sendirian, dikepung oleh dua Rank SS dan enam Rank S yang siap menyerang.
"Ancient," kata Adnan. "Tidak ada waktu lagi. Kita tidak bisa membiarkan Lencana Sumpah Palsu itu ada di tangannya saat Bulan Purnama tiba. Aku punya dua Rank SS, enam Rank S, dan aku adalah anak Tetua ke-3 Keluarga Bintang. Aku harus menghancurkan kelemahan ini sekarang!"
Adnan hendak memberi perintah untuk menyerang Elara, namun Evanthe segera bertindak.
"Tidak, Tuan!" seru Evanthe, maju selangkah dari posisinya, mengabaikan tatapan mematikan dari semua faksi yang hadir.
"Tuan pasti belum menguasai Jurus Tangan Jari Pemetik Angin!" tegas Evanthe. "Bila dari salah satu kami yang memetiknya, Tuan tidak bisa memiliki Bunga Angin Malam seutuhnya! Tuan hanya akan mendapatkan sepersepuluh dari potensinya!"
Evanthe menoleh ke kerumunan faksi musuh. "Kami akan berjaga dan melindungi Tuan. Tuan harus mempelajari kekuatan ini sekarang!"
Semua mata tertuju pada Evanthe, sang prajurit wanita Rank C yang berani menentang perintah Tuannya di tengah kepungan Primordial dan musuh.
Evanthe baru saja menentang Adnan untuk memberikan waktu kepada Tuannya menguasai teknik memetik bunga. Semua mata tertuju padanya.
Tiba-tiba, tujuh Penyihir Bayangan Malam bergerak mendekat. Pemimpin mereka, seorang wanita berjubag hitam pekat, membungkuk dalam-dalam di hadapan Evanthe.
"Kamu..." ujar Pemimpin Penyihir Bayangan Malam, nadanya sarat hormat. "Kamu anak Jenderal Tertinggi Sang Pengikut Qilin Aqua itu, kan?"
Wanita itu menegakkan tubuhnya, air muka penuh syukur.
"Salam hormat kami kepada cucu dari Panglima Tertinggi! Bukan hanya itu," lanjutnya. "Kalau bukan karena nenek dari kakekmu—sosok wanita yang perkasa pada masa Perang Esa dulu—yang membantu kami, mungkin kami sudah tidak ada lagi!"
Pemimpin Penyihir Bayangan Malam itu menghela napas panjang.
"Zaman dulu, kami Penyihir Bayangan Malam diburu oleh Penyihir Putih karena metode keji Penyihir Bayangan Darah. Kami semua diburu. Untung ada Nenek Buyutmu yang memberi jaminan agar kami bisa tinggal dalam lingkungan masyarakat, meskipun kami belum sepenuhnya dipercaya."
Semua faksi, terutama para Pangeran, kini melihat Evanthe dengan pandangan baru—sebagai keturunan garis pahlawan kuno. Evanthe kini memiliki otoritas moral dan perlindungan yang tak terduga di medan pertempuran ini.
Adnan mengangguk, menyadari betapa berharganya setiap sekutu dan koneksi yang dimilikinya. Evanthe benar; mereka memiliki waktu beberapa jam sebelum bunga matang.
"Baik, Evanthe," kata Adnan, mengesampingkan keinginannya untuk menghancurkan Lencana Sumpah Palsu. "Aku percaya padamu. Kalian semua—Vortex, Lone, Raja Hitam, Assassin—lindungi aku. Aku akan menguasai teknik memetik bunga ini sekarang juga!"
Adnan segera duduk di tanah, mengambil posisi meditasi yang tenang di tengah medan pertempuran yang diliputi ketegangan tinggi.
Adnan duduk dengan tenang di tengah Puncak Guntur yang tegang, menutup mata, siap menguasai teknik baru.
"Vortex," panggil Adnan. "Tunjukkan padaku Jurus Tangan Jari Pemetik Angin."
Vortex, Sang Pengikut Kedelapan Rank SS, segera maju ke hadapan Adnan. Dia tidak bersujud kali ini, tetapi berdiri tegak sebagai seorang guru. Energi Biru Laut yang tenang memancar dari tubuhnya, menciptakan sebuah kubah Mana pelindung di sekitar Adnan.
"Baik, Tuan Bintang," ujar Vortex, suaranya lembut tetapi menembus pikiran Adnan. "Hamba akan membimbing Tuan."
"Tuan harus tahu," jelas Vortex, "Jurus Tangan Jari Pemetik Angin bukanlah tentang kekuatan, melainkan tentang keharmonisan dengan elemen udara yang paling halus. Teknik ini menggunakan lima jari sebagai ekstensi Mana Tuan, memungkinkan Tuan menyentuh objek tanpa menyentuhnya secara fisik, hanya dengan menggunakan getaran angin."
Vortex menahan Mana Lautannya di sekitar Adnan. "Coba rasakan, Tuan. Bunga Angin Malam tidak bisa disentuh oleh tangan kotor. Hanya jari yang telah menyatu dengan angin murni yang dapat memetiknya tanpa merusak intinya."
Adnan mengikuti instruksi itu. Dia mengulurkan tangannya di depan, berusaha memvisualisasikan Lima Jari sebagai lima pisau angin yang tak terlihat.
Langkah 1: Menyerap Angin Murni
Vortex mengalirkan sedikit energi Rank SS murni ke telapak tangan Adnan, menstimulasi titik Mana udara di sana.
"Lupakan Mana Tuan, Tuan Bintang. Rasakan angin di ujung jari Tuan. Biarkan angin menjadi sarung tangan Tuan, tembus ke udara di depan Tuan, dan temukan inti getaran bunga itu," bisik Vortex.
Adnan merasakan Sensasi Bintang di tubuhnya merespons. Dia mulai memisahkan Mana-nya dari Angin. Perlahan, ujung kelima jarinya mulai bersinar samar-samar, bukan dengan Mana, tetapi dengan Energi Angin Murni.
Di sekeliling Adnan, suasana hening, tetapi wajah semua faksi menunjukkan kebingungan dan ketakutan:
Putri Elara mencengkeram Lencana Sumpah Palsu. Dia tidak bisa menggunakan lencana itu jika Adnan tidak melakukan tindakan permusuhan, dan kini Adnan malah bermeditasi!
Pangeran ke-7 dan ke-8 saling pandang. Mereka tahu Adnan sedang mempelajari teknik kunci untuk memetik bunga, dan mereka tidak bisa bergerak karena dikepung dua Rank SS, enam Rank S, dan tiba-tiba saja, Penyihir Bayangan Malam (tujuh orang) berdiri diam, menunjukkan bahwa mereka adalah sekutu Evanthe.
Elf Tinggi terus bersujud, mengawasi setiap pergerakan. Mereka telah memilih sisi Adnan melalui loyalitas mereka pada Lone.
Di bawah bimbingan Vortex, Adnan semakin larut dalam meditasi. Waktu berdetak cepat.
eh btw sedikit koreksi, ada typo di awal thor 😌