Cinta sejati seharusnya hanya terjadi sekali dalam hidup. Tapi bagi Alia, cinta itu datang berkali-kali, di dunia yang berbeda, dengan waktu dan takdir yang terus berganti.
Sejak kematian suaminya, Arya, hidup Alia telah kehilangan warna. Hingga suatu malam, alam semesta seolah mendengar jerit hatinya, Alia pun bertransmigrasi ke dunia paralel di mana Arya masih hidup.
Yang ajaib, Alia tidak hanya bertransmigrasi ke satu dunia paralel, melainkan dia terus berpindah-pindah ke berbagai dunia yang berbeda.
Di satu dunia paralel, Alia adalah sekretaris dan Arya adalah seorang CEO. Di dunia lainnya, dia remaja SMA sementara Arya adalah kakak kelas yang populer. Bahkan, ada dunia di mana ia menjadi seorang tante-tante sedangkan Arya masih seorang berondong muda. Dan masih banyak lagi situasi paralel yang lainnya.
Ini adalah perjalanan seorang wanita yang tak pernah bosan membuat pria yang sama jatuh cinta.
Jadi mari kita ikuti kisahnya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Arc Maulana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Gak Bisa Tidur
Senja tiba. Langit pun sudah berwarna jingga. Alia berdiri di depan gerbang kampus, bersandar pada mobilnya yang terparkir.
Alia baru berada di posisi tersebut selama belasan menit. Tapi mata para pria yang memperhatikannya jika diakumulasi mungkin sudah lebih dari puluhan.
Alia sih cuek tak memperdulikan tatapan-tatapan yang mengarah padanya. Dia terus memasang wajah dingin hingga tak ada pria yang berani mendekat. Baru setelah sosok Arya terlihat keluar dari gerbang, senyum indah merekah di wajahnya.
"Maaf, Tante. Kelas terakhir aku tadi lebih lama dari perkiraan," sesal Arya setelah datang ke hadapan Alia.
"Gak apa. Aku juga baru sampai kok."
Kini, Arya dan Alia jadi pusat perhatian. Melihat sepasang pria dan wanita yang tampan dan cantik berduaan memang enak dijadikan bahan gosip.
Terutama karena di kampus itu, Arya sebenarnya cukup lumayan populer.
"Hm?" Alia menyadari di area gerbang, ada seorang gadis yang menatapnya tajam. Melirik ke arah Arya, Alia lantas bisa menebak apa yang sebenarnya terjadi. "Apa gadis itu menyukai kamu?"
Arya sudah langsung tahu gadis mana yang Alia maksud. "Y-Ya ... Kurang lebih begitu."
Alia perhatikan gadis ini cukup cantik dan imut. Fisik dia yang masih muda juga adalah daya tarik yang tak bisa disangkal.
"Apa kamu gak keberatan dia melihat kita berdua seperti ini?" Alia ingin tahu hubungan Arya dengan si gadis.
"Tidak apa. Dari dulu juga sebenarnya aku sudah berharap agar dia menyerah."
Bukannya Arya membenci Lena. Cuma perasaan cinta tidak pernah tumbuh di hati Arya meski padahal Lena sudah sangat baik padanya.
Alia yang merasa lega lantas balas menatap saingannya. Lena pun tak gentar sehingga dua pasang mata itu beradu.
Arya jadi mulai sedikit panik. "Sebaiknya kita segera pergi." Dia tak mau ada konflik terjadi.
Alia juga malas kalau harus berantem dengan gadis muda seperti Lena. Makanya dia tak menolak ajakan Arya.
Alia pun membuka pintu mobil mempersilahkan Arya masuk. Alia sampai menuntun Arya masuk ke dalam layaknya seorang gentleman.
Lena yang melihat itu kian panas. Sekilas dia melihat senyum bangga di wajah Alia. Lalu melihat mobil itu menjauh, yang bisa ia lakukan hanyalah melepaskan rasa kesal dengan menendang batu terdekat.
Bhum!
"Aww!"
Ternyata batunya lebih keras yang Lena duga.
Sehingga selain rasa sakit hati, sekarang dia juga jadi sakit kaki.
...----------------...
Di dalam mobil yang melaju.
"Kita makan malam luar yuk!" ajak Alia di tengah perjalanan.
"Makan malam di mana, Tante?" Arya refleks bertanya.
"Aku sih niatnya mau ngajak kamu ke restoran steak itali favoritku. Tapi kalau ada tempat lain yang kamu mau, kita bisa ke sana aja!"
Arya si pria dari kalangan mendang mending mana pernah datang ke restoran itali. Satu-satunya spaghetti yang pernah dia coba adalah spaghetti instan yang harganya cuma lima ribuan.
Dia bisa tak nyaman kalau dibawa ke restoran yang terlalu mewah. Namun, dia juga tidak enak kalau harus menolak ajakan Alia.
"... Aku sih terserah Tante aja," kata Arya.
Alia di belakang setir tetap konsentrasi mengemudi. Dia cuma mengangguk pelan seraya berkata. "Tenang aja. Restoran yang aku maksud tidak semewah yang kamu pikir kok."
"...."
Arya pun malu karena isi kepalanya mudah ditebak.
...----------------...
Mereka tiba restoran itali itu pas sebagian matahari sudah tenggelam.
Mereka masuk, dan Arya mendapati dirinya berada di tengah restoran yang sudah lumayan ramai. Tidak semewah yang Arya kira memang, tapi Arya tetap yakin harga makanan di sini tidaklah ramah bagi kantongnya.
Eh? Tunggu dulu!
Kalau dipikir-pikir lagi ... Sebenarnya aku ini sudah jadi orang kaya kan?
Uang dari Alia, meski sudah dibayarkan untuk pengobatan ibunya, tetap masih tersisa beberapa miliar. Dan bagi kebanyakan orang di Indonesia, punya tabungan sebanyak miliaran di rekening adalah hal yang tak bisa semua orang dapat. Tak berlebihan memang jika Arya mulai menganggap dirinya itu kaya.
"Duduk, Sayang." Alia menarik satu meja untuk mempermudah Arya duduk.
Arya yang tadi melamun soal kekayaan jadi malu, karena seharusnya dialah yang melakukan itu kepada Alia.
Arya tetap duduk di kursi yang Alia siapkan. Hanya saja dia mulai berpikir kalau di kesempatan selanjutnya, dialah yang harus mempertunjukkan sikap gentleman.
"Kamu mau pesan apa?"
"Terserah Tante aja. Aku gak terlalu ngerti makanan-makanan itali."
Keputusan memesan jenis makanan pun diserahkan pada Alia.
Dan setelah selesai melakukan pesanan, yang bisa dilakukan ialah mengobrol sambil menunggu makanan-makanan itu datang.
".. Gimana kuliah kamu hari ini?"
"Biasa aja sih, Tante."
"Kamu ini masuk jurusan bisnis kan?"
"Iya."
"Apa kamu tertarik dengan dunia bisnis?"
"Tidak juga. Saya cuma masuk jurusan yang sekiranya mudah untuk nanti cari kerja."
Realistis sekali.
"Kamu udah punya uang kan sekarang. Menurut aku sih kamu bisa mulai berbisnis dengan uang tersebut. Aku juga bisa bantu kalau kamu mau."
Alia punya pengalaman dalam berbisnis dan juga memiliki koneksi yang luas. Arya bisa dimudahkan kalau Alia benar mendukungnya.
Dan jujur, setelah mendengar saran itu Arya jadi mulai tertarik.
Obrolan soal berbisnis pun jadi pembahasan sampai hidangan yang dipesan tiba di meja.
Sedangkan pas sambil makan, yang mereka lanjut bahas adalah hal-hal ringan selayaknya obrolan antar teman.
Arya sendiri kaget bagaimana dia mulai terbiasa dengan keberadaan Alia. Untuk sesaat, Arya tak lagi melihat Alia sebagai pelanggannya, tapi melainkan sebagai wanita cantik yang sedang singgel.
Dug dug dug!
Detak jantung Arya terasa beda dari kemarin-kemarin.
Jika dulu Arya gugup karena perbedaan status sosial mereka, sekarang yang membuatnya kepikiran malah status mereka berdua yang sama-sama jomblo.
"Oh iya, aku belum sempet nanya." Alia berkata sembari kakinya yang ada di bawah meja menggosok-gosok kaki Arya. "Malam ini kamu bakal nginep lagi di apartemen aku kan?"
"...."
"Aku gak bakal bisa tidur kalau gak ada kamu."
Arya yang sedang minum sampai tersedak.
Akulah yang gak bisa tidur kalau nginep di rumah Tante!
Desis Arya dalam hati.
Kaki jenjang Alia pun masih bergerak nakal menyentuh area betis Arya.
"Gimana?" Alia kembali bertanya dengan mencondongkan tubuhnya. Area kerah baju yang terbuka memperjelas pula kulit putihnya.
"I-Iya."
Satu kata itu keluar dari mulut Arya. Sontak Alia tersenyum lebar. Dan otomatis Arya tambah berdebar.
"Sebelum pulang nanti kita beli beberapa pakaian ganti dan peralatan seperti sikat gigi dan yang lainnya dulu ya!"
Kaki Alia menyusuri area betis hingga naik sampai ke paha. Arya mana kepikiran lanjut makan saat digoda seperti ini?
"Kamu imut banget, Sayang." Mata Alia yang tertuju pada Arya menyiratkan gairah.
Arya jadi tak yakin apakah di malam ini keperjakaan dia masih akan aman.
