NovelToon NovelToon
After The Fall

After The Fall

Status: sedang berlangsung
Genre:Romansa Fantasi
Popularitas:3.9k
Nilai: 5
Nama Author: ARQ ween004

Viora Zealodie Walker, seorang gadis cantik yang memiliki kehidupan nyaris sempurna tanpa celah, namun seseorang berhasil menghancurkan segalanya dan membuat dirinya trauma hingga dia bertekad untuk mengubur sikap lemah, lugu, dan polosnya yang dulu menjadi sosok kuat, mandiri dan sifat dingin yang mendominasi.

Bahkan dia pindah sekolah ke tempat di mana ia mulai bangkit dari semua keterpurukan nya dan bertemu dengan seseorang yang diam-diam akan mencoba merobohkan tembok pertahanan nya yang beku.

Sosok dari masa lalu yang dia sendiri tidak pernah menyadari, sosok yang diam-diam memperhatikan dan peduli pada setiap gerak dan tindakan yang di ambilnya.

Agler Emilio Kendrick ketua geng motor besar yang ada di jakarta selatan sana... Black venom.

Dia adalah bad boy, yang memiliki sikap arogan.

Dan dia adalah sosok itu...

Akankah Agler berhasil mencairkan hati beku Viora dan merobohkan dinding pertahanan nya, atau cintanya tak kunjung mendapat balasan dan bertepuk sebelah tangan??

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ARQ ween004, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

“Cultural Gala — Coordination Meeting Week 1”

Bel istirahat baru saja berbunyi ketika Zea menutup buku catatan dan memasukan nya ke dalam tas. Kelas berjalan lancar sejak pagi. Tapi pikirannya belum bisa lepas dari acara Starlight Cultural Gala yang semakin dekat.

Ia melangkah keluar dari kelas bersama Arcelyn, melewati koridor yang mulai sepi karena sebagian besar siswa sudah memilih pergi ke kantin.

“Lo gak ke kantin?” tanya Arcelyn saat Zea berjalan ke arah berlawanan dari arah menuju kantin.

“Enggak. Gue mau ke ruang serbaguna. Ada rapat lanjutan panitia buat bahas acara caltural gala."

"Oh iya gue lupa kalau lo ikut berpartisipasi di acara itu. Lo ambil divisi apa?

Zea mengangguk. “Iya. Gue ditunjuk jadi ketua divisi publikasi.”

“Wah, keren juga lo. Oke, semangat ya. Gue tunggu update-nya.” Arcelyn melambaikan tangan dan berbalik ke arah kantin, sementara Zea berjalan ke arah berlawanan___ruang serbaguna tempat rapat lanjutan panitia sedang berlangsung.

Begitu pintu dibuka, suasana langsung terasa berbeda. Beberapa siswa duduk berkelompok, membicarakan ide dekorasi dan susunan acara. Di papan tulis, tertera tulisan besar.

“Cultural Gala — Coordination Meeting Week 1"

Zea melangkah masuk perlahan.

“Zee! Sini duduk.” Claudy melambai dari salah satu meja panjang, wajahnya ceria seperti biasa. Ia mengenakan dasi yang sedikit longgar, pena berwarna pink di tangan.

“Lo juga gabung di publikasi?” tanya Zea sambil menarik kursi di sebelahnya.

Claudy mengangguk semangat. “Yup! Bagian promosi. Jadi tugas gue bikin poster, teaser, sama urusan konten media sosial sekolah. Seru, kan?”

Zea tersenyum kecil. “Keren juga. Kita satu tim berarti.”

“Pas banget,” Claudy menimpali cepat. “Soalnya katanya divisi kita langsung di bawah koordinasi kepala acara.”

Zea mengernyit. “Kepala acara?”

Sebelum Claudy sempat menjawab, pintu ruang serbaguna kembali terbuka. Suara langkah sepatu berat terdengar jelas di lantai marmer. Semua kepala serempak menoleh.

Agler.

Ia berjalan masuk dengan kertas lipat di tangannya, diikuti dua anggota panitia lain. Aura dinginnya seolah langsung menurunkan suhu ruangan beberapa derajat.

Tanpa banyak bicara, ia menaruh map hitam di meja depan dan menatap ke arah para anggota. “Kita mulai rapat jam segini karena waktu terbatas. Gue gak mau ada yang main-main. Minggu ini kita harus punya konsep fix untuk rundown dan layout panggung.”

Nada suaranya tegas, dingin, tanpa intonasi basa-basi.

Claudy menunduk cepat. “Oke, noted, Kak.”

Zea memperhatikan diam-diam. Ia baru tahu kalau Agler adalah ketua divisi acara — dan jujur saja, melihatnya di posisi itu sedikit di luar ekspektasinya.

Sementara itu, di sisi kiri ruangan, Qyler duduk santai di kursi belakang dengan gitar di pangkuan. Ia tampak baru selesai latihan; seragamnya tetap rapi, rambutnya sedikit acak, tapi tetap dengan ekspresi kalem yang khas.

Agler berbicara lagi, menatap seluruh panitia. “Untuk acara utama, kita bakal tampilkan kolaborasi dari beberapa klub — termasuk Music Club.” Ia berhenti sejenak, lalu menatap langsung ke arah Qyler. “Dan vokalis utamanya—dia.”

Beberapa pasang mata beralih ke Qyler, termasuk milik Zea.

Pemuda itu hanya tersenyum tipis. “Semoga gue gak ngerusak acaranya.”

“Tergantung seberapa profesional lo,” balas Agler datar.

Tatapan keduanya bertemu di udara — dingin, tajam, saling mengukur. Tak ada kata tambahan, tapi ketegangan di antara mereka cukup untuk membuat beberapa anggota lain menahan napas.

Zea bisa merasakannya. Aura di antara dua laki-laki itu seperti dua bilah pisau yang beradu diam-diam.

Ia lalu mencoba memecah suasana. “Pastinya enggak, perform kecil kemarin aja udah keren banget, kok,” ujarnya ringan.

Qyler mengangguk singkat. “Thanks.” Zea tersenyum menanggapi.

Namun tak lama kemudian, Agler berdehem cukup keras. Semua atensi langsung tertuju padanya — termasuk Zea.

“Zea, lo kan ketua divisi publikasi?”

Zea menegakkan duduknya. “Iya.”

“Gue mau semua desain poster, tagline, dan media campaign fix sebelum minggu depan. Gue gak mau ngeliat versi setengah jadi. Lo kerja bareng Claudy buat itu.”

“Oke,” jawab Zea tenang.

Qyler membuka percakapan lagi, nada suaranya santai tapi terdengar ramah.

“Lo bagian publikasi, ya?”

Zea menoleh. “Iya, kenapa?”

“Gak apa-apa. Tapi nanti mungkin kita bisa koordinasi buat konsep visual panggung dan promo band,” ujarnya. “Biar tone-nya nyatu sama tema acara. Gue bisa bantu kalau lo butuh referensi musik atau vibe lighting.”

Zea tersenyum kecil. “That’d be great. Gue juga pengen semua elemen terasa nyambung.”

Suasana di meja mereka tiba-tiba terasa lebih hangat — dua orang yang tampak bisa bekerja dengan ritme alami, saling paham tanpa banyak bicara.

Namun sebelum percakapan itu sempat berlanjut, suara rendah memotong tajam dari arah depan.

“Zea.”

Zea spontan menoleh. Agler berdiri dengan tangan bersilang di dada, menatap lurus padanya.

“Fokus dulu ke pekerjaan lo,” katanya dingin. “Koordinasi lintas divisi nanti aja kalau konsep internal udah fix.”

Nada tegas itu membuat ruangan kembali senyap.

Zea menatapnya balik, ekspresinya tetap datar tapi ada kilatan tajam kecil di matanya. “Tenang aja. Gue tahu prioritas kerja gue.”

Mata mereka bertemu sejenak—hening, penuh tegangan samar—sebelum Zea akhirnya menunduk lagi ke catatannya.

Claudy yang duduk di sampingnya menatap bergantian antara keduanya. “Ya Tuhan, lo yang ngomong, tapi kenapa gue yang tegang?” gumamnya pelan.

Qyler tersenyum samar. “Aura dia emang sengaruh itu di sini?” ucapnya lirih, lebih ke diri sendiri.

Agler menoleh sekilas. “Lo bilang sesuatu?”

“Enggak,” jawab Qyler santai, nada suaranya ringan tapi matanya menatap balik penuh makna. “Cuma pengen pastiin aja kalau semua divisi ‘nyatu’ kayak yang lo bilang tadi.”

Sekilas, garis rahang Agler menegang. Tapi ia memilih diam, memutar spidol di jarinya, lalu kembali menulis di papan.

Zea mencatat cepat, pura-pura tak memperhatikan ketegangan di antara keduanya. Tapi entah kenapa, ia merasa ada sesuatu di balik tatapan mereka — semacam permusuhan yang belum selesai. Ia segera menggeleng pelan, berusaha tak ambil pusing.

Agler menulis beberapa poin terakhir di papan tulis, lalu berbalik menghadap seluruh panitia.

“Untuk minggu ini, prioritas kita adalah penyelesaian konsep dan koordinasi antar divisi,” katanya tegas.

“Dan satu lagi—” suaranya sedikit meninggi, menandai hal penting, “semua ketua divisi diwajibkan hadir dalam rapat antar sekolah sore ini.”

Beberapa panitia langsung saling pandang. Zea sempat berhenti menulis dan menatap Agler dari ujung meja.

“Rapat antar sekolah?” ulangnya, memastikan.

Agler mengangguk pelan. “Iya. Panitia Starlight bakal ketemu sama perwakilan sekolah lain yang juga ikut tampil di Cultural Gala gabungan tahun ini. Tempatnya di auditorium Satropa Academy, jam lima sore.”

Ia menatap satu per satu ketua divisi yang kini tampak serius. “Gue gak mau ada yang telat atau gak datang. Ini kesempatan buat lo semua ngerti arah besar acara yang bakal kita bawa. Catat itu.”

Claudy langsung menunduk dan menulis cepat di bukunya. “Berarti lo juga ikut, kan, Zee?” bisiknya pelan sambil melirik Zea.

“Iya, kayaknya wajib,” jawab Zea sambil merapikan rambutnya yang tergerai ke bahu. Ia menghela napas kecil.

Agler sempat melirik reaksinya sebelum kembali berucap, “Pastikan laporan progress divisi kalian udah siap. Gak perlu panjang, tapi harus jelas. Gue bakal crosscheck langsung di lokasi.”

Nada datarnya membuat semua orang otomatis menegakkan duduk.

Zea menarik napas pelan. Ketua acara ini emang beda level, pikirnya. Tegas, tapi setiap kali buka mulut, suasana langsung menegang.

Namun bukan cuma itu — pikirannya kini mulai berkecamuk. Ia tahu, rapat sore nanti di Satropa mungkin mempertemukannya kembali dengan Rafka atau Friska — dua nama yang masih menyisakan luka di masa lalu.

Claudy menepuk bahunya pelan, membuat Zea tersadar dari lamunannya. “Kayaknya bakal seru, Zee. Bayangin aja, panitia dari sekolah-sekolah elit lain juga ikut. Gue yakin gala ini bakal heboh banget.”

Zea mengangguk, mencoba tersenyum meski pikirannya masih kacau. Ia harus fokus. Profesional. Tidak boleh sampai acara ini berantakan.

Agler menutup map hitamnya dan menatap seluruh ruangan sekali lagi.

“Oke. Rapat hari ini selesai. Lo semua bisa lanjut kerja masing-masing. Ketua divisi, jangan lupa — jam lima sore, auditorium Satropa. Jangan cari alasan.”

Begitu ia melangkah keluar, suara kursi bergeser dan bisik-bisik kecil mulai terdengar.

Zea berdiri, menghela napas singkat sambil menatap pintu yang baru saja tertutup.

Sore nanti, sepertinya akan jadi awal dari sesuatu yang lebih besar dari sekadar acara sekolah.

1
Mar lina
pasti Agler
yg menatap nya secara dlm...
lanjut thor ceritanya
Mar lina
siapa ya
sosok misterius itu???
Mar lina
bener Rafka ada main sama sahabat Viola
lanjut thor
Yunita Aristya
kok aku merasa friska ada main sama rafka🤭
ARQ ween004
Aku update tiap hari jam delapan ya! makasih yang udah mampir 🫶 tinggalkan jejak kalian di kolom komentar sini ya! biar aku tambah semangat nulisnya, hhe...

love u sekebon buat para readers ku🫶🫶
Madie 66
Aku jadi bisa melupakan masalah sehari-hari setelah baca cerita ini, terima kasih author!
ARQ ween004: makasih kembali, makasih udah baca cerita ku dan aku juga senang kalau kalian suka🫶🫶
total 1 replies
Carlos Vazquez Hernandez
Dapat pelajaran berharga. 🧐
Kelestine Santoso
Menguras air mata
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!