GUBRAAKK !! Suara itu menyerupai nangka berukuran 'babon' jatuh dari pohon yang tinggi. Xavier (Zac) segera berlari meloncati semak-semak untuk segera mengambil nangka yang jatuh. Sesampainya di bawah pohon nangka, Xavier tidak melihat satu pun nangka yang jatuh. Tiba-tiba...
"Siapapun di sana tolong aku, pangeran berkuda putih, pangeran kodok pun tidak apa-apa, tolong akuu ... "
Di sanalah awal pertemuan dan persahabatan mereka.
***
Xavier Barrack Dwipangga, siswa SMA yang memiliki wajah rusak karena luka bakar.
Aluna Senja Prawiranegara, siswi kelas 1 SMP bertubuh gemoy, namun memiliki wajah rupawan.
Dua orang yang selalu jadi bahan bullyan di sekolah.
Akankah persahabatan mereka abadi saat salahsatu dari mereka menjadi orang terkenal di dunia...
Yuks ikuti kisah Zac dan Senja 🩷🩷
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aksara_dee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 23 : Calon Mama Mertua
"Kak ... Cepat pergi!" usir Senja panik.
"Nja, pergilah... Biar Kak Zac bicara pada Sam." Tatapan Zac tidak beralih sedikitpun dari Sam.
"Senja, kembali ke kelasmu!" bentak Sam.
"Kak Sam ... Aku hanya—"
"Senja! Turuti perintah kaka" bentaknya lagi.
Gadis itu sampai berjengit kaget, Sam belum pernah membentaknya selama ini. Ia berjalan meninggalkan Sam dan Zac dengan mata memerah menahan tangis.
"Sam, jangan kasar pada Senja!" balas Zac, tangannya meremas jeruji pagar tidak rela kekasihnya dibentak.
Sam mendekati Zac dengan wajah kaku, tangannya mengepal di sisi tubuhnya. Mereka berdiri saling berhadapan dipisahkan pagar pembatas lapangan tenis dengan jalan setapak.
"Begini caramu menemui adikku? Bertemu sembunyi-sembunyi, dasar pengecut!" suaranya tajam menusuk.
"Aku bukan pengecut, aku sudah berusaha ke rumahmu tapi baru sampai di gerbang keamanan mereka sudah mengusirku." Zac berusaha menjelaskan.
"Alasan!" Sam menyapu wajah Zac dengan tatapan menusuk.
"Memang sulit menjelaskan jika rasa percaya itu sudah menguap. Tapi asal kamu tahu Sam, perasaanku tulus pada Senja. Aku tahu kamu orang yang cerdas, aku yakin kamu sudah mencari tahu siapa pemilik gedung apartemen yang aku huni saat ini. Uncle Milo adalah pamanku."
"Milo?"
"Milano, kami memanggilnya Uncle Milo."
"Kenapa kamu menyembunyikan identitasmu, apa maksudmu?" tanya Sam menampilkan wajah muak pada Zac.
Zac menundukkan pandangannya sebentar, mencari kata-kata yang tepat. "Aku memang salah, aku terlalu nyaman hidup seperti ini, tidak ada yang tahu asal usulku, background keluargaku. Aku ingin orang lain mengenal pribadiku, prestasiku, bukan karier orangtuaku."
"Hanya itu? Kamu tidak punya maksud terselubung? Pamanmu adalah saingan bisnis papaku. Kamu mendekati kami untuk tujuan lain."
Zac mengangkat lengannya lalu ia hempaskan dengan kasar, sorot matanya menyimpan kekecewaan. Ia lalu menunjuk dirinya sendiri, "sehebat itukah aku di matamu, Sam? Aku cuma remaja yang lebih banyak mengisi harinya di sekolah dan lapangan bola, aku tidak tertarik dengan bisnis. Aku tidak sehebat kamu yang meeting sana sini untuk membangun bisnis di usia muda."
"Aku cuma remaja yang sedang jatuh cinta dengan seorang gadis yang wajahnya selalu mengisi kepalaku, membuat hari-hariku lebih bersemangat, dan kebetulan gadis itu adalah adikmu!" lanjutnya.
"Kamu tahu kan usia adikku berapa, dia belum pantas kamu sebut pacar. Perbedaan usia kalian sangat jauh, pikiran Senja masih kekanak-kanakan. Sementara kamu? Bisa saja kamu memanfaatkan adikku."
Tatapan Sam masih terus menempel pada wajah Zac, mencari kebenaran di wajah kecewa dan gelisah itu.
"Aku tahu Sam, kamu mungkin berpikir ini cinta monyet. Tapi setelah mengenal Senja, aku tahu arah masa depanku... Dua hari lagi aku berangkat ke London. Ijinkan aku merajut kenangan bersama Senja satu hari saja, aku ingin mengenalkan Senja dengan mama dan kedua adikku. Aku ingin meyakinkannya bahwa aku akan kembali ke Indonesia untuk menjalin hubungan yang lebih serius lagi pada Senja. Bisakah kamu ijinkan kami, Sam?"
"Ini permohonan?" tanya Sam sambil menyeringai samar. Sejak kecil Sam sangat suka melihat orang lain memohon padanya. Apalagi orang itu sampai berlutut di hadapannya.
"Anggaplah seperti itu."
"Tidak ada yang gratis!"
"Apa yang kamu inginkan?"
"Kutunggu besok jam 10 pagi di sirkuit sentul, bawa perlengkapan balapan mu!" Sam berjalan mundur sambil tersenyum asimetris, setelah menjauh ia memutar tubuhnya dan meninggalkan Zac.
Zac menggelengkan kepalanya sambil tersenyum puas, dia mengerti, di balik sikap sombong, keras kepala, curiga dan waspada Sam, sahabatnya itu telah memaafkan dan mengizinkan bertemu dengan Senja.
Tring!
Pesan masuk dari Samudera.
"Jemput Senja di depan pagar sekolah. Aku ijinkan kamu membawanya hanya sampai jam lima sore."
"Hah! Yeah... !" teriak Zac seraya meninju udara sambil berlari memutari pagar sekolah hingga ke tempat di mana motornya berada.
Helm full face telah ia kenakan, ia telah siap di atas kuda besinya saat siswa SMP telah keluar gerbang sekolah. Senja berjalan dengan senyum manis menghampiri Zac.
"Ayo! Mau kemana kita tuan putri?" tanya Zac sambil memakaikan helm pada Senja.
"Ke arena bermain ka, Kaka tahu tempat main yang bagus?"
"Sepertinya aku tahu apa yang Nja mau," jawab Zac sambil membawa telapak tangan Senja ke pinggangnya.
Motor mereka telah terparkir di sebuah gedung yang memiliki berbagai fasilitas. Dari area berbelanja baju-baju branded, restoran, tempat bermain juga apartemen, dimana salahsatu lantai paling atas adalah penthouse yang ditempati oleh Zac.
Mereka bermain trampolin, balapan gocar, lempar bola basket ke keranjang, Zac juga mencoba arena wall climbing yang membuat Senja menutup matanya khawatir Zac jatuh dari ketinggian.
"Njaaa... ! Aku sampai!" teriak Zac dari atas, tangannya masih berpegangan pada jugs paling tinggi.
"Ka, jangan tinggi-tinggi nanti jatuh!
Sreeettt !
Tali climbing meluncur untuk menurunkan Zac.
"Seru banget Nja!" teriak Zac. Senja hanya meringis, andai tubuhnya ringan, ia juga ingin mencoba permainan yang ekstrim bersama Zac tentunya.
Setelah lelah bermain, mereka ke area food court untuk membeli minuman. Zac memberikan satu gelas jus tanpa gula pada Senja, lalu merangkul bahunya sambil berjalan ke arah lobi Mall.
"Aku akan mengajakmu makan di tempat yang sangat spesial. Tapi bukan di sini. Di sana semua makanan yang kamu suka sudah disiapkan."
"Aku nggak mau ke tempat makan itu lagi, aku makan bakso di pinggir jalan juga nggak apa-apa Kak," ucap Senja khawatir Zac menghabiskan uang untuk mentraktirnya lagi seperti waktu itu.
"Kamu nggak usah khawatir, ini bukan seperti yang kamu bayangkan."
"Xavier Barrack!" panggil Reno pada Zac.
Kaki Zac terhenti mendengar suara Papanya di balik punggungnya. Perlahan ia menoleh ke arah suara. Lagi-lagi pemandangan yang memuakkan di depan mata. Papanya sedang bergandengan tangan dengan selingkuhannya sambil menenteng banyaknya tas belanja. Pemandangan yang tidak pernah ia lihat selama ini, saat Papa Mama nya sedang jalan-jalan di Mall.
Mamanya sangat menghemat uang, dan tidak hobi berbelanja barang yang tidak bermanfaat. Sekalipun mereka berbelanja untuk satu keluarga, Papanya sebagai kepala rumah tangga tidak pernah menenteng tas belanja, semua Mamanya yang menghandle.
Zac menyapu penampilan pongah wanita hamil di hadapannya. Lalu menyapu penampilan papanya yang semakin kurus dan tidak terawat. Bibirnya menyunggingkan senyuman miring, tidak ada lagi simpati, dan rasa hormat pada pria dewasa yang berdiri di hadapannya.
"Kamu mau kemana?" tanya Reno lembut, tatapannya penuh kerinduan dan penyesalan.
"Tidak penting saya mau kemana, bukan urusan anda!" jawab Zac sinis.
"Zac, Papa—"
"Senja, ayo kita jalan!" Zac menarik lengan Senja dengan lembut.
"Dasar anak durhaka, bukannya sungkem ketemu Papamu malah begitu!" teriak Meta dengan wajah sinis.
"Kamu diam, Meta! Jangan ikut campur urusan aku dan putraku!" bentak Reno.
Wanita hamil itu menghentakkan kakinya dengan kesal.
Reno berlari mengejar Zac. "Zac, tunggu Papa!"
Zac tetap berjalan sambil menggandeng Senja dan mempercepat langkahnya. Karena khawatir Senja terjatuh, Zac tidak bisa melangkah lebih cepat lagi hingga Papanya sanggup mengejar dan menahan lengan Zac.
"Dengarkan Papa dulu, Zac!"
"Apalagi? Mau nampar aku lagi, Pa? Di depan perempuan lak— Aarghk!!" Zac berteriak kesal, menahan makian karena di sebelahnya ada Senja.
"Maafkan Papa, maafkan kesalahan Papa. Papa khilaf, bisakah kita berbaikan. Hidup Papa tidak akan tenang jika jauh dari kalian."
"Papa yang lebih dulu meninggalkan kami. Silahkan Papa jalani hidup yang papa inginkan!" Zac menarik Senja lagi untuk mempercepat langkahnya dan berjalan ke belakang gedung untuk masuk ke private lift.
Reno hanya menatap punggung putranya dari kejauhan. Kali ini belum berhasil meminta maaf pada putranya, besok atau lusa dan seterusnya, ia akan mencoba lagi. Tanpa ia ketahui, kesempatannya bertemu putranya semakin hilang. Karena sebentar lagi mereka akan meninggalkan semua luka yang telah Papanya perbuat.
Di dalam lift, Zac tidak bisa menutupi kesedihannya. Ia merapatkan wajah dan tubuhnya ke dinding lift. Ia malu Senja harus melihat sisi buruk keluarganya. Dari pantulan dinding lift, Senja bisa melihat hancurnya perasaan Zac. Ia menyentuh bahu Zac dengan lembut.
"Kalau kaka mau nangis, Kaka boleh peluk aku." suaranya nyaris tercekat.
Zac membalik tubuhnya lalu memeluk Senja. "Maaf kamu harus melihat ini, rumah tangga orangtuaku hancur. Mama sedang sakit keras, sementara lelaki itu bersenang-senang dengan wanita muda yang lebih cocok jadi anaknya. Itu kenapa aku tidak bisa terbuka pada Sam tentang identitasku, Nja." Zac tersedu di balik punggung Senja.
Senja mengusap punggung Zac dengan lembut, "aku mengerti apa yang Kaka rasakan. Bagiku, Kaka tetaplah pribadi yang baik dan bersinar meski tanpa nama besar orangtua Kaka."
Tring!
Lift telah sampai di tujuan. Zac melepas pelukan dan merapihkan penampilannya. Senja ikut membantu merapihkan penampilan Zac.
"Kita di rumah siapa, Ka?" tanya Senja bingung.
Setelah pintu lift terbuka, di depannya ruangan nan luas dengan furniture mewah dan elegan memanjakan mata.
Zac mendekatkan bibirnya di telinga Senja. "Calon Mama mertua." suaranya masih serak karena baru saja menangis.
"Hah?! Maksudnya?" wajah Senja seketika pucat pasi.
"Hallo... Ini pasti Senja," Sapa Kanaya keluar dari ruang keluarga bersama dua gadis kembar yang sangat cantik.
"Hallo Senja, Aku Wilona."
"Hai, Aku Vilonia dipanggil Loni."
"H—halo... T-tante... Wilona, Vilonia. A-aku Senja," jawab Senja gugup luar biasa, tangannya seakan mengandung mata air, hingga keringat di telapak tangannya menetes.
,, perbedaan usia itu jauh lebh bagus dn lebh matang dan dewasa 😌
tapi berdua 😚
kekny harusny Zac ya 🤔
,, selamat k Dee,, semoga kontrakny lulus 🤗