Di dunia ini, tidak semua kisah cinta berawal dari tatapan pertama yang membuat jantung berdegup kencang. Tidak semua pernikahan lahir dari janji manis yang diucapkan di bawah langit penuh bintang. Ada juga kisah yang dimulai dengan desahan kesal, tatapan sinis, dan sebuah keputusan keluarga yang tidak bisa ditolak.
Itulah yang sedang dialami Alira Putri Ramadhani , gadis berusia delapan belas tahun yang baru saja lulus SMA. Hidupnya selama ini penuh warna, penuh kehebohan, dan penuh canda. Ia dikenal sebagai gadis centil nan bar-bar di lingkungan sekolah maupun keluarganya. Mulutnya nyaris tidak bisa diam, selalu saja ada komentar kocak untuk setiap hal yang ia lihat.
Alira punya rambut hitam panjang bergelombang yang sering ia ikat asal-asalan, kulit putih bersih yang semakin menonjolkan pipinya yang chubby, serta mata bulat besar yang selalu berkilat seperti lampu neon kalau ia sedang punya ide konyol.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon siti musleha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 29 Langkah Baru
Pagi itu, Alira bangun dengan semangat membara. Setelah kemarin membuat keputusan besar di depan Clarissa dan Adrian, kini ia benar-benar harus membuktikan ucapannya. Jurusan bisnis. Hanya menyebutnya saja sudah membuat jantungnya berdebar, tapi juga memicu rasa penasaran yang menggebu.
“Mas! Hari ini aku resmi jadi mahasiswa bisnis!” seru Alira sambil keluar dari kamar mandi, rambut masih setengah basah, handuk melilit lehernya.
Adrian yang sedang membaca laporan pagi di ruang kerja rumah hanya mengangkat alis. “Kamu bahkan belum masuk kelas. Jangan berlebihan.”
Alira manyun, lalu berjalan menghampiri suaminya. “Mas dingin banget. Harusnya kasih semangat dong. Aku kan mau jadi calon wanita elegan, biar nggak ada lagi orang yang meremehkan aku.”
Adrian menutup berkas, menatapnya tajam. “Kamu yakin bisa? Jurusan bisnis tidak semudah gaya centilmu itu.”
Alira nyengir, lalu meraih tangannya tanpa takut. “Justru karena susah, aku mau coba. Aku kan punya mas. Kalau aku nggak ngerti, aku bisa belajar dari mas. Jadi jangan khawatir, suamiku.”
Wajah Adrian mengeras sejenak, entah karena ucapan itu menyentuh egonya atau hatinya. Ia tidak membalas, hanya kembali membuka berkas, tapi ada kilatan kagum samar di matanya.
Kampus tampak lebih ramai dari biasanya. Alira masuk ke kelas besar jurusan bisnis, duduk di deretan tengah. Ia mengenakan kemeja putih sederhana dengan celana bahan, mencoba tampil lebih rapi daripada biasanya. Tapi tetap saja, wajahnya yang penuh ekspresi membuatnya terlihat mencolok.
Di sekitarnya, mahasiswa lain sudah saling memperkenalkan diri. Ada yang berpenampilan formal, ada juga yang membawa laptop mahal dengan penuh percaya diri.
“Wah, serius semua ya,” gumam Alira sambil menatap sekeliling. “Aku harus kelihatan elegan.”
Seorang mahasiswi di sebelahnya menoleh. “Kamu Alira, kan? Aku Rani. Baru tahu kamu ambil bisnis juga.”
Alira tersenyum ramah. “Iya! Senang kenal kamu, Rani. Semoga kita bisa saling bantu, ya.”
Rani tertawa kecil. “Tentu. Tapi jujur aja, jurusan bisnis ini keras. Katanya banyak saingan, apalagi yang orang tuanya pengusaha.”
Alira menegakkan punggungnya. “Bagus. Saingan bikin aku makin semangat. Aku nggak mau kalah sama siapa pun.”
Dalam hati, ia menambahkan "Apalagi sama wanita elegan yang sok-sokan itu."
Seperti biasa, Adrian tidak bisa melepaskan Alira begitu saja. Meski sibuk dengan rapat, ia tetap menyempatkan diri mampir ke kampus. Sontak, kehadirannya membuat heboh. Beberapa mahasiswi menatapnya dari kejauhan, ada juga yang pura-pura lewat hanya untuk melihat lebih dekat.
Alira yang baru keluar kelas langsung cemberut melihat kerumunan itu. “Mas, kok jadi selebgram sih? Lihat tuh, semua pada nge-fans.”
Adrian menatapnya dingin. “Itu salahmu. Kamu terlalu berisik soal siapa saya di depan teman-temanmu.”
“Lho, biar mereka tahu aja kalau aku istrinya bos dingin paling tampan,” balas Alira dengan centil.
Beberapa mahasiswi yang mendengar itu langsung terdiam, sementara Adrian menghela napas. “Kamu benar-benar suka membuat keributan.”
Saat mereka hendak meninggalkan area kampus, suara yang kini tidak asing lagi terdengar.
“Adrian, Alira. Senang sekali bertemu kalian di sini.”
Clarissa melangkah dengan percaya diri. Penampilannya tetap elegan, blazer hitam dipadukan dengan rok pas badan. Ia membawa berkas tebal, menandakan urusan bisnis.
Alira langsung menegang, tapi kali ini ia tidak mau terlihat lemah. “Clarissa. Wah, sering banget ya kita ketemu akhir-akhir ini. Jangan-jangan kamu sengaja?”
Clarissa tersenyum samar. “Kebetulan, tentu saja. Dunia bisnis membuatku sering datang ke kampus ini. Apalagi, aku dengar Alira masuk jurusan bisnis. Menarik sekali.”
Alira menegakkan punggungnya. “Iya. Aku ingin belajar banyak. Biar aku bisa jadi wanita yang pantas berdiri di samping mas Adrian.”
Clarissa mendengus kecil, lalu berkata dengan nada halus tapi menusuk. “Tentu. Tapi bisnis bukan hanya tentang tekad. Dibutuhkan strategi, kecerdasan, dan… pengalaman. Semua hal yang, maaf, kurasa masih jauh darimu.”
Alira tersenyum lebar, meski dalam hati panas. “Tenang, aku kan belajar. Lagipula, aku punya guru pribadi. Mas Adrian.”
Adrian sempat menoleh sekilas ke arahnya, ekspresinya sulit ditebak.
Clarissa menatap Adrian. “Kau rela mengajari? Dulu, kau tidak pernah sabar menghadapi orang lain. Bahkan aku…”
Adrian memotong dengan suara dingin. “Jangan bicarakan masa lalu.”
Alira tercekat, meski berusaha tetap tersenyum. *Dulu? Lagi-lagi dulu?*
Alira melangkah setengah maju, menatap Clarissa dengan tatapan centil tapi tegas. “Clarissa, aku mungkin masih baru. Tapi aku bukan tipe orang yang gampang mundur. Kalau kamu pikir aku cuma anak kecil manja, ya lihat aja nanti. Aku akan jadi wanita elegan yang bisa bikin kamu nyesel pernah meremehkan aku.”
Clarissa menaikkan alis, lalu tertawa kecil. “Berani sekali. Baiklah, aku tunggu. Semoga semangatmu tidak padam setelah menghadapi realita.”
Alira mendengus kecil. “Santai aja. Aku tahan banting kok. Lagipula, punya suami dingin yang bisa jadi support system itu bonus besar. Kan gitu, mas?”
Adrian menatapnya, lalu berkata singkat. “Jangan banyak bicara.”
Alira langsung cemberut. “Ih, mas ini. Aku lagi butuh dukungan, malah disuruh diam.”
Clarissa menatap mereka berdua, dan entah kenapa senyumnya semakin misterius. “Kalian pasangan yang… unik. Tapi ingat, Alira. Dunia bisnis tidak selalu ramah. Dan orang dari masa lalu… tidak selalu benar-benar pergi.”
Kalimat terakhir itu menusuk dalam. Alira berusaha tertawa, tapi di balik tawanya, hatinya berdebar kencang.
Di perjalanan pulang, Alira duduk bersandar dengan wajah murung. Adrian menyetir tanpa banyak bicara, namun beberapa kali melirik istrinya.
“Kamu benar-benar ingin bisnis?” tanya Adrian akhirnya.
Alira menoleh, menatapnya dengan tatapan bulat penuh tekad. “Iya, mas. Aku ingin buktikan kalau aku bisa. Aku nggak mau kalah dari siapa pun. Aku mau jadi wanita yang pantas buat mas.”
Adrian menatap lurus ke depan, ekspresi dinginnya tidak berubah. Tapi dalam suaranya ada nada yang lebih berat dari biasanya. “Kalau begitu, bersiaplah. Karena dunia yang kamu pilih… sama sekali tidak mudah.”
Alira menelan ludah, tapi kemudian tersenyum centil. “Aku siap, mas. Asal ada mas di sampingku.”
Adrian tidak menjawab, hanya mempererat genggaman di setir.
Sementara di hati Alira, kata-kata Clarissa masih bergema:
"Orang dari masa lalu… tidak selalu benar-benar pergi."
jangan lupa like dan komen ya 🌹
emang Adrian gak mikir klo alira bisa aja liat beritanya
dan emak lampir jangan-jangan klo si ulet bulu itu anak rahasia nya
greget aku sama Adrian bisanya cuma marah-marah sama ulet bulu tapi gak ada tindakan
gadis seceria seperti alira juga pasti akan tertekan di tambah masalah perjodohan emaknya terlalu ikut campur
salah sendiri kurang tegas sama ibunya sendiri dan mantan