Zian Ali Faradis
Putih dan hitamnya seperti senja yang tahu caranya indah tanpa berlebihan. Kendati Ia hanya duduk diam, tapi pesonanya berjalan jauh.
Azaira Mahrin
kalau kamu lelah, biarkan aku jadi jedanya.
🥀🥀🥀🥀🥀🥀
Ketika lima macam Love Language kamu tertuju pada satu orang, sedangkan sudah ada satu nama lain yang ditetapkan, maka pada yang mana kamu akan menentukan pilihan.
Dira: pilih saja yang diinginkan.
Yumna: pilih yang sesuai dengan hati.
Aira; gak usah memilih, karena sudah ada
Yang memilihkan.
Kita mungkin bisa memilih untuk menikah dengan siapa. Tapi, kita tidak bisa memilih untuk jatuh cinta pada siapa.
Ada yang menganggap cinta pilar yang penting dalam pernikahan. Tapi, ada pula yang memutuskan bahwa untuk memilih pasangan, cinta bukan satu-satunya alasan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon najwa aini, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 29
"Apa ini?"
"Kotak kartun."
"Iya, aku tau. Ini tumpukan kotak kartun tiga tingkat. Yang aku tanya isinya ini apa?"
Yumna memasang tatapan tajam pada Vina. Hari ini kesabarannya memang setipis ari. Ia sengaja tak menambah stok sabar yang tersimpan di gudang penyimpanan. Karena berpura-pura tersenyum sementara hati sedang tidak baik-baik saja itu capek. Dan Ypumna bukan orang yang suka berpura-pura.
"Buka aja. Aku juga tidak tau," sahut Vina acuh. (Masih ingat Vina? Dia rekan kerja satu ruangan dengan Yumna)
Yumna kembali melayangkan tatapan tajam. Ayolah, hati Yumna serasa di ambang jurang patah hati. Ia merasa sedih tanpa definisi. Ia tak ingin bercanda, atau pun diberi teka-teki. Sekali saja ada yang menambah ketaknyamanan dalam hatinya, dipastikan gadis cantik itu akan terjun bebas ke jurang patah hati yang sangat dalam.
Kalau sudah begitu, siapa yang mampu menyelamatkan.
Sadar kalau mungkin saja Yumna akan marah, Vina segera berkata, "Itu dari Pak Zian. Suruh kasih ke kamu. Ya aku gak tau apa isinya. Apa boleh aku yang buka?"
Yumna segera menarik tiga kotak kartun ukuran 20-15 cm itu ke depannya. Satu isyarat bahwa siapa pun tak boleh lagi menyentuhnya.
Vina tertawa ringan melihat kelakuan Yumna. "Kamu seperti patah hati ditinggal pak Zian pindah ruangan."
"Emang." Yumna langsung memvalidasi tanpa basa-basi.
Mendengar jawaban yang seringan kapas dari Yumna, Vina menggeser posisi duduk lebih dekat, dan menatap Yumna lekat.
"Apa benar kasak-kusuk di luaran kalau kamu dan pak Zian bukan hanya sekedar sahabat?"
"Kayak bocil percaya dengan kasak-kusuk," ejek Yumna, lalu kembali melanjutkan acara makan siangnya. Sudah hampir dua porsi yang ia habiskan. Rencana mau pesan satu porsi lagi, atau dua sekalian. Yumna kalau lagi tidak enak perasaan memang sering melampiaskannya pada makanan.
"Zian itu sahabatku, dan atasanku. Sekarang dia pindah. Dan aku harus bekerja pada orang baru. Gimana kalau penggantinya gak seganteng Zian. Punya atasan ganteng itu mood buster tersendiri tauk."
Yumna menjabarkan apa yang dia rasa sambil mengunyah makanan. Padahal sebenarnya apa yang dirasakan jauh lebih kompleks dari yang diucapkan.
"Iya sih." Vina merasa ucapan Yumna sangat benar. Dan dia juga ikut menenggelamkan diri dalam suasana sendu. "Banyak yang bilang gitu juga, Yum. Tuh mereka lagi ngumpul di ruangan. Katanya kinerja bakal menurun kalau gak bisa liat muka ganteng pak Zian lagi."
"Noh kan aku benar."
Hari ini Zian resmi menyandang jabatan baru sebagai General Manager. Pada saat serah terima jabatan itu, ia didampingi oleh kakaknya--Alfian, beserta istrinya, Kinara.
Zian sempat berpamitan pada semua anggota divisi pemasaran. Mereka semua mengucapkan selamat atas kepindahan Zian. Hanya Yumna yang menyisih, gadis cantik itu yang kini menyandang gelar baru sebagai mantan sekretaris Zian, memilih makan siang sendirian di tempat biasa.
Beberapa saat kemudian Vina datang membawa 3 kotak kartun yang katanya adalah pemberian Zian untuk Yumna.
Yumna membuka kotak pemberian Zian, dan isinya membuat gadis itu hampir muntah pelangi. Semuanya berisi makanan favourit Yumna. Sok perhatian lu, rutuknya dalam hati.
Ponsel Yumna yang tergeletak menunjukkan aktivitas. Satu pesan masuk di aplikasi hijau. Chat dari Zian.
Gue tau lu sedih ditinggal gue. Tuh makan yang banyak. Biar sedihnya hilang.
Membaca pesan singkat itu, Yumna mencibir. Tapi sebenarnya hatinya terhibur, ada rasa senang yang datang tanpa salam. "Lumayan," desisnya lirih.
"Makanan ya? Bagi dong," pinta Vina sambil memasang senyum.
"Kali ini aku pelit." Ya kali pemberian khusus dari Zian akan dibagi-bagi. Tidak.
Yumna tak rela.
"Huu."
Satu pesan lagi masuk. Mungkin dari Zian karena Yumna tak membalas chatnya barusan. Ternyata chat grup wa. Grup chat yang isinya hanya empat orang saja.
Aira:
Yum, sini peluk.
Yumna:
Kenapa kak?
Aira:
Sedih kan, ditinggal Zian pindah ruangan.
Yumna:
Gak kok kak. Aku malah senang dia naik jabatan.
Aira:
😉😉
Yumna:
Tapi boong.
Aira:
Aura sedihnya aja nyampek ke sini. Pakai bohong.
Dira:
Yumna aku kirimin tissu ya.
Yumna
Buat apa, Mbok?
Dira < Yumna > :
Buat ngapus air matamu, pasti udah dapat satu ember kan, karena nangisin Zian. 😅😅😅
Yumna:
Kompak banget kalian bully aku. 🙄🙄
Zian :
Ehemmm...
Dira:
Hallo pak GM. Sekretaris barunya lebih cantik dari Yumna gak?
Yumna:
Iya dong. Namanya Talita 😏😏
Aira < Yumna >:
Aroma orang cemburu nih..😉😉
Yumna < Aira >:
Mana ada.
Zian:
Jan berisik.
Yumna:
Mana ada berisik, kami kalem kok.
Dira < Yumna > :
Banget.
Zian mengirimkan stiker tertawa.
Zian:
Kak Aira nanti sore jam 4 ya.
Aira < Zian > :
Iya.
Dira:
Uhuuk. Janjian kemana? Perlu dikawal para selir, gak?
Yumna:
Gak usah. Kaisar dan permaisuri butuh quality time berdua.
Dira:
Lah terus kita gimana?
Yumna:
Cari mainan baru. Perdana menteri Aga, masih muda dan ganteng juga.
Dira:
Oke, gas.