✍🏻 Sekuel dari novel Saoirse 📚
"Bahkan kau tidak akan menemukan cinta yang sama untuk kedua kalinya, pada orang yang sama. Dunia tidak sebaik itu padamu, Tuan. Meskipun kau punya segalanya." ucap Mighty penuh penekanan.
"Aku dan dia adalah dua orang yang berbeda, tanpa perlu kau banding-bandingkan. Dan tidak ada orang yang benar-benar sama, sekalipun mereka kembar identik!" Mighty menghentakkan kakinya, meluapkan emosi yang sudah lama memenuhi dada.
Mighty terjebak dalam permainan nya sendiri, melibatkan seorang duda berusia 35 tahun, Maximilian Gorevoy.
Ikuti kisah mereka yaaa😉
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Starry Light, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 29
Keceriaan dan kebahagiaan menyambut tahun baru di kota Moskow, berbanding terbalik dengan suasana hati Mighty. Biasanya, ia selalu antusias merayakan tahun baru dan melihat pesta kembang api di pusat kota. Mighty selalu traveling dari satu negara ke negara lain untuk melihat suasana tahun baru. Meskipun ia hanya mengelilingi benua Eropa, sebab keterbatasan finansial membuatnya puas hanya menjelajah negara tetangga.
Mighty menarik napas dalam-dalam, mengusap perut bulatnya. Usia kandungannya baru 29 minggu, masih terlalu muda untuk melakukan persalinan dini. Ia berharap ada keajaiban, yang membuatnya bertahan hingga waktu persalinan normal, sehat, selamat, baik ibu dan kedua bayinya.
"Hai babies, semua akan baik-baik saja." ucapnya dengan suara bergetar, bahkan dalam hatinya ia tidak yakin dengan kata-katanya sendiri.
Mighty menggigit bibirnya, dalam hatinya ada ketakutan besar namun ia tidak bisa bercerita pada siapapun. Air matanya mengalir, mengingat artikel yang ia baca tentang preeklampsia, apalagi dokter Darya mengatakan jika preeklampsia yang ia alami masuk dalam kategori berat.
"Apa yang harus aku lakukan?" bisiknya dalam hati.
Kenapa saat Max mulai menerima dan bersikap baik padanya, masalah baru datang lagi. Seakan dunia tidak membiarkan Mighty hidup tenang, karena masalah yang ia hadapi adalah sesuatu yang tidak bisa dibujuk rayu dengan kata-kata, bahkan tidak memberikan nya pilihan.
Hidup atau mati, nyawanya atau nyawa sang buah hati. Memikirkan nya membuat Mighty kesulitan bernapas, kepalanya terasa sakit tak tertahankan. Mighty memejamkan matanya, berusaha tenang agar sakit itu berkurang. Tidak ada obat pereda rasa sakit yang bisa ia minum, sebab dokter tidak akan sembarangan memberikan obat pada wanita hamil.
Mighty perlahan membuka matanya, tubuhnya terasa lemas menahan rasa sakit. "Max," ucapnya lirih, mata coklat yang biasa nya berbinar ekspresif itu basah sayu dan kini kembali tertutup.
.....
Pukul sebelas malam Max baru sampai penthouse, ia baru saja bertemu beberapa kliennya yang dari Dubai dan New York. Biasanya ia akan sampai rumah sebelum pukul sembilan, dan menghabiskan waktu bersama Mighty sebelum tidur.
"Apa dia sudah tidur?" gumam nya melihat dalam penthouse senyap.
Setelah masuk kamar, dilihatnya Mighty tertidur pulas. Wajar saja karena waktu sudah hampir tengah malam. Tanpa berniat mengganggu istrinya, Max langsung menuju kamar mandi untuk membersihkan diri, tidak membutuhkan waktu lama Max kembali keluar dan berganti pakaian tidur, lalu menghampiri Mighty.
"Good night," bisik Max di telinga Mighty, ia juga melabuhkan kecupan singkat di kening sang istri, lalu mulai memejamkan matanya. Hari ini ia cukup lelah, karena harus meeting di beberapa tempat berbeda. Selain tenaga, pikirannya juga terkuras sebagai bentuk dedikasi nya terhadap perusahaan.
Bumi berputar pada porosnya, gelapnya malam telah meninggalkan bumi, berganti pagi yang dingin. Matahari malu-malu menampakkan dirinya dengan sinar hangat, namun tidak dapat mengalahkan dinginnya cuaca di bulan Desember.
Max bangun lebih dulu, ia melihat Mighty masih terlelap dalam posisi yang sama. Sejenak Max memandangi wajah chubby istrinya, polos tanpa polesan make up, titik-titik merah di sekitar pipi dan hidungnya terlihat jelas.
"Dia mirip putri tidur." gumam Max dalam hati, ia tersenyum kecil lalu beranjak dari ranjang. Max mencuci wajah dan menggosok gigi, setelah itu ia menuju ke dapur untuk memasak sarapan, tanpa mengusik Mighty yang masih tertidur.
Pria itu dengan telaten mengolah bahan makanan hingga menjadi hidangan yang lezat. Selera makan Mighty yang baik, membuat Max leluasa memilih menu yang akan ia masak. Sama seperti Saoirse, Mighty sangat suka masakan Max, apapun yang di masak pria itu.
Max kembali ke kamar setelah menyelesaikan masakannya, di lihatnya Mighty masih tertidur. Dahi Max berkerut dan melihat jam sudah menunjukkan pukul tujuh lebih tiga puluh menit, biasanya Mighty sudah bangun dan akan meminta makanan.
"Mighty." Max membuka selimutnya dan menyentuh pipi sang istri. "Mig," tangan Max beralih ke kening dan menyentuh seluruh tubuh istri yang terasa panas. "Mig, kau demam?" ia sedikit mengguncang tubuh Mighty.
"Mig, bangunlah." ujarnya khawatir, perlahan Mighty membuka matanya. "Kau demam? Kita ke rumah sakit." katanya.
Mighty kembali menutup matanya dan menggeleng lemah. "Jangan tinggalkan aku," pintanya lirih.
"Aku tidak akan meninggalkanmu. Kita ke rumah sakit, oke?" Max hendak mengangkat tubuh Mighty, namun wanita itu menolak.
"Max, aku tidak ingin kemana pun."
"Tapi kau sakit,"
"Aku hanya demam. Aku akan istirahat dan setelah itu sembuh." katanya meyakinkan, karena Max terlihat cemas.
"Baiklah, kau sarapan dulu. Aku akan mengambilkannya." Max beranjak dan keluar dari kamar.
Mighty menatap sendu pintu yang sudah tertutup. "Sekali ini saja, aku butuh keajaiban mu." pintanya.
Tak lama kemudian, Max kembali dengan nampan berisi makanan dan segelas susu untuk Mighty. Wanita itu tersenyum manis melihat act-service suaminya yang berubah drastis.
"Bantu aku ke kamar mandi." pintanya manja, bukan karena ia benar-benar manja, tapi karena ia merasa tubuhnya lemas.
Tanpa berbicara, Max langsung mengangkat tubuh Mighty ke kamar mandi. "Panggilan aku jika sudah selesai." pesan Max, lalu keluar dari kamar mandi dan menunggunya di depan pintu.
Mighty melihat kakinya yang menyentuh lantai dingin kamar mandi. Kaki yang dulu langsing itu kini terlihat dua kali lebih besar, sesuatu yang tidak bisa ia sembunyikan dari Max. Ia harus pandai-pandai menjawab jika suatu saat Max bertanya.
.....
Kini Max dan Mighty berada di ruang teater, hari ini Max standby mendampingi Mighty tanpa menyentuh pekerjaan nya sama sakali. Biasanya Max akan menemani Mighty sambi bekerja, namun kali ini berbeda, bukan karena permintaan Mighty, entah mengapa hari ini Max tidak seperti biasanya.
"Kau tidak bekerja, Max?" Mighty sedikit risih karena pria itu selalu menempel padanya.
"Tidak." sahutnya singkat, tangannya sibuk mengelus-elus perut bulat Mighty, karena bayi-bayinya hari ini sangat aktif.
"Kau mencintai mereka?" Max langsung menatap wajah Mighty, kemudian kembali menatap perut sang istri.
"Apa tidak ada pertanyaan lain?" menurutnya, dengan apa yang dilakukanya selama ini sudah menunjukkan jika dia mencintai calon anak-anaknya, sesuatu yang tidak perlu dipertanyakan.
"Apa kau mencintaiku?" tangan Max langsung berhenti mengusap.
Max yang tadinya bersimpuh didepan perut Mighty, kini duduk disebelahnya. "Ada apa? Apa yang kau pikirkan?" tanyanya.
Mighty tersenyum getir, karena Max secara tidak langsung mengalihkan pembicaraan mereka. "Tidak ada," Bohong Mighty menekan perasaannya.
Max membelai rambut panjang Mighty. "Jangan memikirkan yang macam-macam jika membuatmu sedih." kalimat itu terdengar seperti oase di padang pasir.
"Boleh aku meminta sesuatu?" jika Max tidak bisa mencintainya, setidaknya Max mencintai anak-anaknya.
"Heumm," jawabnya berdehem.
"Aku ingin kau menghancurkan seseorang." kilatan kebencian terlihat di mata coklatnya. "Buat dia hancur hingga menyesal telah hidup, aku ingin dia mengemis untuk kematiannya, tapi aku tidak ingin dia mati." inilah rencana yang sebenarnya, alasan kenapa ia nekad memaksakan diri masuk dalam kehidupan Max.
Dengan menjadi istri Maximilian Gorevoy, Mighty akan memiliki akses dan pengaruh yang besar untuk melakukan apa saja yang diinginkan. Posisi dan kekuatan yang dimiliki Max akan menjadi alat bagi Mighty untuk menjalankan rencananya. Ia berniat memanfaatkan semua itu untuk menghancurkan Matilda, wanita yang telah menghancurkan keluarganya. Membuatnya merasakan sakit dan menderita tiada akhir.
*
*
*
*
*
TBC
Kritik dan sarannya dong guyss....
Author sekarang lagi suka sad ending ini, kalau kalian gimana???
Dan kalau boleh tahu, readers author ini dari kota mana aja yaaaaa? Kalau author dari Plosok dan bahkan di desa author belum ada PLN ☺️
semangat 💋