Selama lima tahun pernikahan, Asha dan Fajar memiliki hubungan yang harmonis, saling mencintai dan saling mengerti satu sama lain.
Pernikahan mereka mulai retak, anaknya yang berumur satu tahun meninggal tanpa sebab.
Ujian dan cobaan rumah tangga Asha dan Fajar tidak hanya dari keluarga tapi juga gangguan gangguan makhluk halus. Di tambah saat Asha keguguran anak ke dua yang lagi lagi tanpa sebab.
Apakah mereka bisa menemukan jalan kembali ke titik surga untuk mempertahankan rumah tangga dan cinta mereka ?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ema Virda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
#29
Asha masuk ke dalam kamar sesuai perintah Sriati, merebahkan diri dengan perasaan lelah dan sedih. Dia mengatur bantal untuk mendapatkan posisi yang nyaman, mencoba untuk merasa lebih baik meskipun pikirannya dipenuhi dengan kekhawatiran.
Saat kedua tangannya memeluk bantal, dia merasakan sesuatu benda di dalam sarung bantalnya. Benda itu sebuah bungkusan kain hitam yang terlipat rapi. Dia merasa pernah melihatnya dan dia merasakan sesuatu yang aneh saat memegangnya.
Asha memandang dengan penuh keraguan, mencoba untuk mengingat bagaimana bungkusan kain hitam itu bisa ada di tangan. Tiba tiba ingatannya terputar di otaknya. Kepalanya terasa berat ada sesuatu yang menusuk nusuk di dalam otaknya.
Apa benda ini yang membuat Asha kembali seperti dirinya sendiri. Bukan lagi boneka perintah Sriati. Dengan memegang kepalanya yang terasa berat Asha berusaha untuk berdiri, walaupun badannya masih terhuyung.
Tiba-tiba, suara samar-samar terdengar dari luar kamar. Namanya disebut-sebut oleh seseorang. Asha berjalan cepat dengan memegang pinggiran ranjang agar bisa berdiri tegak. Dia mencoba menempelkan telinga kanannya ke daun pintu, untuk mendengarkan percakapan dari luar.
Suara Sriati terdengar jelas, "Di sini itu, Asha sama suaminya, tidak perlu tanya-tanya. " Suara Sriati yang kencang terdengar jelas di telinga Asha.
Asha merasa jantungnya berdebar kencang saat dia mendengar percakapan itu. Dia berusaha membuka pintu kamar, namun terkunci. Padahal dia merasa tak mengunci pintu. Dia mencoba membuka pintu lagi, namun tetap saja pintunya tak terbuka. Asha merasa seperti terjebak.
" Tolong buka ! Tolong buka pintunya ! " Asha menggedor gedor pintu yang membuat Dewi mendengar nya dari luar.
" Asha," Dewi memanggil dan mengerak gerakkan engsel pintu.
"Mbak Dewi ! Tolong buka pintunya mbak."
" Asha ! Ko ini di kunci, kamu buka dulu pintunya."
" Tidak bisa di buka, mbak !"
"Coba kamu cari kuncinya, mungkin di laci."
Asha yang mendengar perkataan Dewi langsung mencari kunci yang mungkin tersimpan di setiap laci meja ataupun lemari. Namun, Asha tak mendapatkannya.
"Tidak ada mbak ! Mbak Dewi, Tolong buka pintunya. Asha mau ngomong sama Umi."
" Iya. Iya, mbak mau panggil ibu dulu ya. Mungkin kuncinya di bawa sama ibu."
"Asha ! Kamu tenang ya !" Suara Dewi sudah tak terdengar lagi.
" Mbak Dewi ... Mbak !" Asha berusaha keras membuka namun pintnya terlalu kuat.
Dan Asha memeluk kedua lutut kakinya dia ingin sekali berjumpa dengan kedua orang tuanya. Dia sudah tak betah tinggal di sini. Begitu banyak keanehan dan begitu banyak hal yang membuat Asha tak suka di sini.
" Umi. Abi. Asha mau pulang. Ini rumah sudah tidak nyaman. Bukan tempat Asha yang sebenarnya." Dengan air mata dan suara yang tertahan Asha meluapkan semuanya. Netranya melihat bungkusan kain hitam di tangan dan menggenggam dengan erat.
Lalu netra Asha melirik ke arah potret pernikahannya bersama Fajar yang terpajang di dinding. Perasaannya yang sudah kecewa dan sakit hati tiba tiba meluap. Dengan gerakan yang cepat dan penuh emosi, dia mengambil potret itu dan membantingnya ke tanah. Sehingga kaca dan bingkai fotonya terpisah, dan potret pernikahan merekapun terjatuh, bersama dengan pecahan pecahan yang berserakkan.
"Aku menyesal menikah denganmu!" Asha berteriak, suaranya menggema di dalam kamar. "Aku menyesal tinggal bersamamu di rumah ini!" Air matanya mulai mengalir, dan dia merasa seperti tak bisa menahan perasaannya lagi. Semua kekecewaan, kesedihan, dan kemarahan dia luapkan
Asha berdiri di atas potret yang pecah, matanya masih terpaku pada wajah Fajar yang tersenyum di dalam bingkai yang rusak. Dia merasa seperti tak mengenal lagi pria yang ada di depannya. "Kamu kemana Mas ! Bi4dab kamu mas ! " Asha berbisik, suaranya hampir tak terdengar. "Apa yang keluargamu lakukan pada hidupku !" teriaknya.
Air mata Asha pecah dan teriakannya menggema dalam kamar.
Namun, di tempat lain. Di rumah, Umi merasa tak tenang. Walaupun dia sudah mendapatkan kabar tentang anaknya yang baik baik saja. Ada sesuatu yang tak beres saat Umi menutup telpon.
"Umi, bagaimana. Sudah bicara sama Asha ?" tanya Abi penasaran.
Umi terdiam sejenak, mencoba untuk mengatur kata kata, " Abi ... Ko firasat umi tidak bagus ya. Apa kita kesana saja nya Abi. Ayoo !" Umi menarik tangan Abi untuk bergegas pergi, suaranya penuh kekuatiran.
"Tunggu dulu. Umi tenang dulu. Sekarang cerita ke Abi tadi waktu telpon bilang apa ?" Abi berusaha untuk menenangkan hati istrinya. Tapi sebenarnya hatinya juga tak tenang.
"Ibu nya Fajar bilang Asha baik baik saja. Tapi ... Nada suaranya itu ko judes banget ya Abi." Umi menggelengkan kepala dan mencoba untuk mengingat kembali percakapan itu.
"Judes bagaimana ? "
" Dia bilang. 'Di sini itu Asha bersama suaminya, tak perlu tanya tanya.' Aku yang denger aja, langsung sakit hati Abi. Apalagi anakku yang setiap hari denger perkataan mertuanya itu." Umi merasa marah dan sedih tak bisa membayangkan bagaimana perasaN anaknya yang setiap hari bertemu dengan mertua yang mempunyai karakter seperti itu.
Abi terdiam sebentar lalu menuju ke kursi dan mengambil napas dalam dalam. "Abi kenapa ? Ayoo ! Kita jemput Ash saja ya ," lontar Umi dengan suara penuh kekuatiran.
Sejenak Abi tak menghiraukan pertanyaan Umi, dia mengingat kejadian beberapa waktu lalu. Firasatnya tahu bahwa anaknya dalam bahaya.
"Umi tidak perlu ikut. Abi yang nanti akan ke sana."
"Ko umi tidak boleh ikut. Kenapa ? Sebenernya Abi tahu sesuatu ?"
Abi berusaha untuk mencari kata kata agar saat dia menceritakan apa yang dia alami tak membuat istrinya kuatir.
"Sebenarnya saat pernikahan Asha. Abi melihat Arya."
"Arya ? Arya siapa ?"
Dengan nada serius dan tatapan netra yang menyiratkan rasa kuatir. Abi memeinta istrinya untuk duduk di sebelahnya dan berusaha untuk membuatnya tenang dengan menggenggam salah satu tangannya.
" Setelah ijab Qobul di rumah Fajar. Abi menuju ke arah belakang rumah, sebenarnya Abi mencari tempat untuk berwudhu. Namun, pandangan Abi terhalang oleh sesuatu yang berusaha untuk menghentikan Abi. Lalu, Abi berusaha untuk berkomunikasi dengan makhluk itu tapi dia mengarahkan Abi ke tempat sumur yang tertutup dan sebuah gudang yang sudah tergembok. Saat mereka ingin mengatakan yang sebenarnya, tiba tiba mereka menghilang. Entah apa yang membuat mereka pergi. Tapi saat itu pandangan netra Abi melihat seseorang yang sangat familiar wajahnya ... "
Mendengar cerita Abi, jantung umi seperti rollercoaster yang penuh ketegangan dia meremas jemari Abi dengan pandangan ketakutan. Abi membalasnya dengan menepuk nepuk lembut punggung telapak tangan istrinya.
"Siapa Abi. Siapa orang yang Abi lihat itu ?"
" Saat itu ada orang yang memanggil namanya dan dari namanya itu Abi langsung tahu, siapa dia sebenarnya ?"
Umi sangat penasaran tapi juga berpikir keras. Siapa orang yang di lihat oleh Abi.
"Abi jika orang itu berniat jahat dengan Asha bagaimana ?"