NovelToon NovelToon
Santri Kesayangan Gus Zizan

Santri Kesayangan Gus Zizan

Status: sedang berlangsung
Genre:Diam-Diam Cinta / Cinta pada Pandangan Pertama / Mengubah Takdir / Keluarga / Romansa
Popularitas:11.2k
Nilai: 5
Nama Author: Julia And'Marian

"Namamu akan ada di setiap doaku,"
"Cinta kadang menyakitkan, namun cinta karena Allah tidak akan pernah mengecewakan"

Di sebuah pesantren besar yang terkenal dengan ketegasan sekaligus karismanya, Gus Zizan dikenal sebagai sosok ustadz muda yang tegas, berwibawa, namun diam-diam punya hati yang lembut. Kehidupannya yang teratur mulai berubah ketika Dilara, seorang santri baru dengan masa lalu kelam, datang untuk menuntut ilmu.

Dilara datang bukan hanya untuk belajar agama, tapi juga untuk mencari tempat aman setelah keluarganya hancur karena sebuah fitnah. Sifatnya yang pendiam dan penuh luka membuatnya jarang berbaur, namun keuletan dan kecerdasannya menarik perhatian Gus Zizan.

Awalnya, perhatian itu murni karena Dilara sering terlibat masalah—mulai dari disalahpahami teman, dituduh melanggar aturan, hingga menjadi korban gosip di pesantren. Namun, seiring waktu, Gus Zizan mulai melihat sisi lain dari santri itu, ketulusan, kepintaran, dan keteguhan hati yang menginspirasi banya

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Julia And'Marian, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

bab 29

Hari-hari berikutnya menjadi ujian yang berat. Ning Lidya semakin sering hadir di pondok, ikut membantu kegiatan ustadzah, mengisi kajian, bahkan sesekali berbicara dengan santri putri. Kehadirannya membawa cahaya baru, membuat banyak orang kagum.

Tapi bagi Dilara, setiap langkah Ning Lidya adalah luka.

Dan bagi Gus Zizan, setiap senyum Lidya adalah belati yang menusuk diam-diam.

Suatu sore, saat hujan rintik turun, Gus Zizan berjalan melewati perpustakaan. Dari balik jendela, ia melihat Dilara sedang menata kitab, wajahnya serius meski sedikit murung. Dadanya bergemuruh.

Ia ingin berhenti, ingin sekadar menyapanya. Tapi langkahnya tertahan. Ia hanya berdiri sejenak, menatap dari jauh, sebelum akhirnya memilih bergegas pergi.

Dilara, yang menyadari bayangan itu sekilas, hanya bisa memejam erat. Air matanya jatuh, bercampur dengan aroma kitab yang basah karena udara hujan.

Hari pertemuan keluarga besar semakin dekat. Pondok mulai sibuk mempersiapkan penyambutan, santri-santri putri dilibatkan untuk menyiapkan hidangan, sementara santri putra sibuk membersihkan halaman. Semua berjalan dengan semangat.

Kecuali dua hati yang semakin hari semakin terkoyak.

Dilara mulai sering sakit kepala, tubuhnya lemas. Salsa, Dewi dan Mita khawatir, tapi ia tahu sahabatnya sedang menyimpan luka yang tak bisa ia obati.

Sedangkan Gus Zizan semakin pendiam. Ia tetap mengajar, tetap memimpin santri, tapi senyumnya semakin jarang muncul. Banyak santri heran, bahkan beberapa berbisik, “Gus kita kelihatan murung akhir-akhir ini ya?”

Mereka tidak tahu, murung itu berasal dari cinta yang terpaksa dikorbankan.

Dan tibalah hari itu. Hari pertemuan dua keluarga besar.

Halaman pondok dipenuhi mobil tamu. Ustadz Yusuf datang bersama keluarganya, membawa bingkisan besar. Ning Lidya hadir dengan busana anggun, jilbab putih menambah keteduhannya.

Para santri sibuk menyambut. Wajah-wajah berbinar, doa-doa dipanjatkan. Semua merasa bangga.

Kecuali Dilara. Dari balik jendela perpustakaan, ia hanya bisa menyaksikan. Hatinya perih, seolah tubuhnya tak punya lagi tenaga. Ia ingin lari, tapi kakinya seakan terikat di tempat.

Dan di tengah riuh itu, Gus Zizan melangkah keluar ndalem. Wajahnya tenang, tapi matanya menyimpan badai.

Saat matanya tanpa sengaja bertemu pandangan Dilara dari balik jendela, waktu seakan berhenti.

Hanya sekejap. Hanya sebentar. Tapi cukup untuk membuat hati keduanya kembali gemetar.

Seolah ada jeritan yang ingin keluar, tapi tertahan oleh takdir.

Dan di tengah senyum semua orang, dua hati itu kembali menangis dalam diam.

Hari-hari setelah pertemuan keluarga besar terasa semakin menyesakkan bagi Dilara. Tubuhnya semakin lemah. Pagi itu, saat hendak mengambil air wudhu, tiba-tiba kepalanya berdenyut hebat. Pandangannya mengabur, dan ia limbung. Untungnya, Salsa yang berada tak jauh darinya segera menangkap tubuhnya.

“Lara! Astaghfirullah, Lara! Kamu kenapa?” Salsa berteriak panik, memanggil teman-teman yang lain.

Dewi dan Mita segera datang membantu memapah Dilara ke kamarnya. Wajah Dilara pucat pasi, bibirnya kering. Ia hanya bisa mengerang pelan.

“Kita panggilkan Ustadzah saja,” usul Dewi cemas.

Salsa mengangguk setuju. “Iya, biar Ustadzah yang memutuskan.”

Sementara mereka bergegas mencari Ustadzah, Dilara hanya bisa terbaring lemah di ranjang. Rasa sakit di kepalanya semakin menjadi-jadi, membuatnya mual dan ingin muntah.

Kabar sakitnya Dilara dengan cepat menyebar ke seluruh asrama. Beberapa santri putri datang menjenguk, namun mereka hanya bisa berbisik-bisik khawatir.

Tak lama kemudian, Ustadzah Aminah datang dengan wajah cemas. Setelah memeriksa kondisi Dilara, ia memutuskan untuk memanggil dokter pondok.

“Sabar ya, Lara. Kamu istirahat saja dulu. Biar dokter segera datang,” kata Ustadzah Aminah lembut, sambil mengusap kening Dilara yang berkeringat dingin.

Di ndalem, Gus Zizan sedang mengajar kitab ketika seorang santri datang tergopoh-gopoh.

“Gus, maaf mengganggu. Dilara sakit, Gus. Tadi pingsan di dekat sumur.”

Jantung Gus Zizan berdegup kencang mendengar kabar itu. Spontan, kitab di tangannya terjatuh. Para santri yang sedang belajar terkejut.

“Bagaimana keadaannya sekarang?” tanya Gus Zizan dengan nada khawatir yang tak bisa disembunyikan.

“Sudah dibawa ke kamar, Gus. Ustadzah sudah memanggil dokter,” jawab santri itu.

Tanpa pikir panjang, Gus Zizan langsung beranjak dari tempat duduknya. Ia berjalan cepat menuju asrama putri, mengabaikan tatapan heran para santri.

Sesampainya di depan asrama, ia ragu sejenak. Ia tahu, ia tidak seharusnya berada di sana. Tapi rasa khawatir terhadap Dilara mengalahkan segala pertimbangan.

Ia memberanikan diri bertanya kepada salah seorang santri putri yang sedang berdiri di depan kamar Dilara.

“Bagaimana keadaannya?” tanya Gus Zizan pelan.

Santri itu menatapnya dengan heran. “Sudah diperiksa dokter, Gus. Katanya hanya kecapekan dan kurang istirahat. Tapi wajahnya masih pucat sekali.”

Gus Zizan menghela nafas lega. “Syukurlah kalau tidak apa-apa. Tolong sampaikan salam saya kepadanya. Semoga lekas sembuh.”

Setelah menyampaikan pesan itu, Gus Zizan segera berbalik dan kembali ke ndalem. Ia tahu, ia tidak bisa berlama-lama di sana. Keberadaannya hanya akan menimbulkan masalah.

Namun, di dalam hatinya, ia merasa sangat bersalah. Ia merasa, sakitnya Dilara adalah karena dirinya. Karena cintanya yang tak bisa ia ungkapkan.

Keesokan harinya, Dilara masih terbaring lemah di kamarnya. Ia sudah merasa sedikit lebih baik, namun kepalanya masih terasa pusing. Salsa, Dewi dan Mita bergantian menjaganya, memastikan ia minum obat dan makan teratur.

Siang itu, saat Salsa sedang menyuapi Dilara, tiba-tiba pintu kamar diketuk. Salsa beranjak membuka pintu, dan terkejut melihat Gus Zizan berdiri di hadapannya.

“Assalamu’alaikum,” sapa Gus Zizan dengan wajah cemas. “Bagaimana keadaan Dilara?”

Salsa terdiam sejenak, lalu mempersilakan Gus Zizan masuk. “Wa’alaikumsalam. Masuklah, Gus. Dilara masih istirahat.”

Gus Zizan masuk ke dalam kamar dengan langkah pelan. Ia mendekati ranjang Dilara, dan menatapnya dengan tatapan penuh perhatian.

“Dilara, bagaimana perasaanmu hari ini?” tanya Gus Zizan lembut.

Dilara membuka matanya perlahan. Ia terkejut melihat Gus Zizan berada di kamarnya. Jantungnya berdegup kencang, dan wajahnya merona merah.

“Alhamdulillah, sudah lebih baik, Gus,” jawab Dilara dengan suara lirih.

Gus Zizan tersenyum lega. “Syukurlah. Jangan terlalu dipaksakan. Istirahat yang cukup, ya.”

Ia kemudian mengeluarkan sebuah bungkusan kecil dari sakunya. “Ini ada sedikit buah-buahan. Semoga bisa membantu memulihkan kesehatanmu.”

Dilara menerima bungkusan itu dengan tangan gemetar. “Terima kasih banyak, Gus. Saya jadi merepotkan.”

“Tidak apa-apa,” jawab Gus Zizan tulus. “Kamu adalah bagian dari keluarga pondok ini. Sudah menjadi kewajiban kami untuk saling membantu.”

Mereka berdua terdiam sejenak. Suasana di dalam kamar terasa canggung. Salsa, Dewi dan Mita hanya bisa saling berpandangan, tidak tahu harus berbuat apa.

Tiba-tiba, pintu kamar terbuka lebar. Kyai Zainal berdiri di ambang pintu dengan wajah merah padam.

“Zizan! Apa yang kamu lakukan di sini?!” bentak Kyai Zainal dengan suara menggelegar.

Gus Zizan dan Dilara terkejut bukan main. Mereka berdua menunduk, tidak berani menatap wajah Kyai Zainal yang penuh amarah.

“Abi… saya hanya ingin menjenguk Dilara. Dia sedang sakit,” jawab Gus Zizan dengan suara gemetar.

“Menjenguk?!” Kyai Zainal tertawa sinis. “Kamu lupa siapa kamu? Kamu adalah seorang Gus, calon menantu Ustadz Yusuf! Tidak pantas kamu berada di kamar seorang santri putri seperti ini!”

Kyai Zainal kemudian menatap Dilara dengan tatapan tajam. “Dan kamu! Berani-beraninya kamu menerima tamu laki-laki di kamar! Kamu sudah mencoreng nama baik pondok ini!”

Dilara hanya bisa menangis, tidak mampu berkata apa-apa. Ia merasa sangat malu dan bersalah.

“Ayo, Zizan! Ikut Abi sekarang!” Kyai Zainal menarik tangan Gus Zizan dengan kasar, membawanya keluar dari kamar.

Sebelum pergi, Gus Zizan sempat menoleh ke arah Dilara. Tatapannya penuh dengan penyesalan dan permintaan maaf.

Setelah Kyai Zainal dan Gus Zizan pergi, Salsa, Dewi dan Mita segera menghampiri Dilara. Mereka berusaha menenangkan Dilara yang masih menangis tersedu-sedu.

“Sudah, Lara… jangan dipikirkan. Ini bukan salahmu,” kata Salsa sambil memeluk Dilara erat.

“Iya, Lara. Kyai memang sedang emosi. Nanti juga reda sendiri,” timpal Dewi.

“Yang penting sekarang kamu istirahat saja dulu. Jangan sampai sakitmu semakin parah,” tambah Mita.

Dilara hanya bisa mengangguk lemah. Hatinya hancur berkeping-keping. Ia tidak menyangka, kebaikan Gus Zizan justru membawa petaka baginya.

Di ndalem, Kyai Zainal memarahi Gus Zizan habis-habisan. Ia merasa sangat kecewa dengan tindakan putranya yang dianggap telah melanggar aturan pondok dan mencoreng nama baik keluarga.

“Kamu tahu tidak, Zizan, apa yang sudah kamu lakukan? Kamu sudah membuat malu Abi! Kamu sudah mengecewakan Ustadz Yusuf! Kamu sudah merusak rencana pernikahanmu dengan Lidya!” bentak Kyai Zainal dengan suara tinggi.

Gus Zizan hanya bisa menunduk, tidak berani membantah. Ia tahu, ia memang bersalah.

“Abi tidak peduli dengan perasaanmu! Abi hanya peduli dengan masa depan pondok ini! Pernikahanmu dengan Lidya adalah demi kebaikan pondok! Kamu harus mengerti itu!” lanjut Kyai Zainal dengan nada keras.

“Tapi, Abi… hati saya…” Gus Zizan mencoba membela diri, namun Kyai Zainal segera memotong perkataannya.

“Hati?! Hati bisa diatur! Kamu harus melupakan Dilara! Dia bukan siapa-siapa! Dia hanya seorang santri biasa! Kamu tidak pantas mencintainya!”

Gus Zizan terdiam. Kata-kata Abi-nya terasa seperti cambuk yang menyakitkan. Ia tahu, ia tidak bisa melawan kehendak ayahnya.

“Mulai sekarang, Abi tidak ingin kamu berhubungan lagi dengan Dilara. Kamu harus fokus mempersiapkan pernikahanmu dengan Lidya. Kamu harus menjadi suami yang baik dan bertanggung jawab,” perintah Kyai Zainal dengan tegas.

Gus Zizan hanya bisa mengangguk pasrah. Ia merasa seperti terkurung dalam sangkar emas. Ia tidak bisa berbuat apa-apa,

1
Dewi Anggraeni
sebel da kok ning sipat nya egois .
Dewi Anggraeni
semoga ada keajaiban past Lara dari keluarga terpandang
Dewi Anggraeni
sepertinya Lara dri kalangan ber ada cuman di asuh oleh paman dan bbi nya .
Julia and'Marian: terimakasih komentarnya kakak🥰
total 1 replies
Dewi Anggraeni
semoga lara dari kalangan yg berkuasa
Dewi Anggraeni
anda egois juga kyai ya .. ..demi nama baik pondok azh anda reLa menyakiti hati anak .. semoga Lidya sadar ada hati yg terluka
Dewi Anggraeni
kok pak kyai . galak .. gimana kalo zizan merasa tidak nyaman dgn pernikahan ini semoga Lidya . tau akan hal ini dan dia mundur untk mengalah .
Dewi Anggraeni
semoga zizan berjodoh nya dgn dilara .. .
Sahabat Sejati
/Kiss//Kiss/
Sahabat Sejati
/Drool//Drool/
Lia se
bagusss
Dewi Anggraeni
sangat bagus
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!