Seorang wanita miskin bernama Kirana secara tidak sengaja mengandung anak dari Tuan Muda Alvaro, pria tampan, dingin, dan pewaris keluarga konglomerat yang kejam dan sudah memiliki tunangan.
Peristiwa itu terjadi saat Kirana dipaksa menggantikan posisi anak majikannya dalam sebuah pesta elite yang berujung tragedi. Kirana pun dibuang, dihina, dan dianggap wanita murahan.
Namun, takdir berkata lain. Saat Alvaro mengetahui Kirana mengandung anaknya. Keduanya pun menikah di atas kertas surat perjanjian.
Apa yang akan terjadi kepada Kirana selanjutnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rafizqi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 28 - Wanita Masa lalu, ternyata....
Wanita itu berdiri di hadapan mereka dengan wajah penuh penyesalan. Ucapannya menggantung di udara, menekan dada Kirana hingga terasa sesak.
“Aku tahu… aku tak pantas. Tapi aku ingin menebus kesalahan. Alvaro, beri aku kesempatan…” suara wanita itu parau, seolah benar-benar tulus.
Kirana menoleh cepat ke arah suaminya, berharap mendengar penolakan tegas, sebuah jawaban yang bisa menenangkan.
Namun, yang ia dapat hanyalah keheningan.
Alvaro berdiri kaku. Tatapannya menancap pada wanita itu, dingin tapi juga tak bisa disangkal mengandung sesuatu yang lain—entah marah, kecewa, atau sisa luka lama yang kembali menganga.
Kirana merasa dadanya mencelos.
“Kenapa dia tidak bicara…?” batinnya seolah menjerit.
Ia berusaha menenangkan diri, menggenggam erat Arya yang sedang tidur, seolah hanya bayi itu yang masih memberinya pegangan. Tapi semakin ia menunggu, semakin dalam rasa bimbang merayap dadanya.
“Siapa wanita itu? Apakah dia pacarnya? atau....Mantan pacarnya? Apakah dia masih menyimpan perasaan untuk wanita itu? Apakah pengakuan di konferensi pers hanya sekadar formalitas belaka?” pikirannya berputar-putar, membuat matanya panas.
Kirana mencoba tersenyum tipis, meski sulit. “Aku… aku ke kamar dulu,” katanya pelan. Ia bangkit, menunduk agar tak ada yang melihat matanya yang berair, lalu melangkah pergi dengan hati remuk.
Kirana hampir pergi. Namun sebuah genggaman kuat menahan tangannya.
Ia terhenti, berbalik perlahan. Alvaro berdiri tepat di belakangnya, rahangnya mengeras, sorot matanya tajam namun penuh ketegasan.
“Aku sudah menikah… dan aku bahagia, Elena!”
Suara Alvaro terdengar dalam dan jelas, memecah udara yang sempat sesak oleh keheningan.
Wanita itu—yang sejak tadi meratap dengan wajah penuh penyesalan—terbelalak. Tubuhnya sedikit gemetar, seolah tak percaya dengan ucapan yang baru saja keluar dari mulut pria yang dulu pernah ia tinggalkan.
Namun justru Kirana lah yang paling terkejut.
Bukan karena pernyataan Alvaro… tapi karena sebuah nama yang menyusul setelahnya.
“Elena.”
Seketika darah Kirana berdesir dingin. Ia menoleh tajam ke arah wanita itu, bibirnya bergetar. Jadi… ini dia? Wanita yang selama ini menjadi bayang-bayang dalam mimpi buruk Alvaro. Nama yang sering ia dengar saat Alvaro mengigau di malam hari. Elena?
Hati Kirana seakan ditikam. Ada rasa lega karena Alvaro dengan tegas menolak, tapi juga muncul ketakutan baru: bahwa luka masa lalu yang bernama Elena ini masih belum sepenuhnya sirna dari hidup suaminya.
“Elena…” Kirana berbisik hampir tak terdengar, matanya berkaca-kaca.
Wanita itu menunduk, bahunya bergetar, lalu mundur selangkah dengan air mata yang jatuh tak tertahan.
Namun Kirana tak bisa memalingkan tatapannya dari Alvaro. Ia ingin mempercayai ucapan pria itu, tapi hatinya digelayuti rasa was-was—karena kini ia tahu siapa sebenarnya sosok yang selama ini menghantui batin Alvaro
"Pengawal! Bawa dia keluar dari rumah ini!" perintah Alvaro.
Beberapa Pengawal membawa Elena pergi. Sementara, Kirana masih tak percaya kalau Alvaro mengusirnya hari itu.
...----------------...
Suatu sore, ketika Kirana sedang duduk di taman rumah besar itu bersama Arya, seorang tamu datang. Wajahnya cantik, anggun, namun sorot matanya menyimpan kegelisahan.
“Kirana…” suara itu terdengar lembut, namun penuh beban. “Boleh aku bicara sebentar?”
Kirana menoleh, hatinya langsung tercekat. Ia tahu siapa wanita itu—masa lalu Alvaro yang sempat membuatnya goyah. Namun demi sopan santun, Kirana mengangguk pelan dan menyuruh pengasuh membawa Arya masuk ke dalam.
Mereka duduk berhadapan. Elena menarik napas panjang, lalu menatap Kirana dengan mata memohon.
“Maaf, aku datang lagi. Aku tahu mungkin kau membenciku. Tapi… aku benar-benar mencintai Alvaro. Aku menyesal karena dulu aku mengkhianatinya. Aku ingin menebus semua itu.”
Kirana menggenggam jemarinya sendiri, berusaha menahan gelombang emosi yang naik ke dadanya.
“Elena… Alvaro sudah bilang, masa lalunya sudah selesai.”
Namun Elena menggeleng cepat, dan matanya berkaca-kaca.
“Tidak! Kau tidak tahu. Alvaro sama sepertiku. Aku bisa merasakannya… dia masih menyimpan aku di hatinya. Tatapannya… caranya diam di hadapanku… dia belum bisa melupakan aku. Kau tahu itu, kan? Kau pasti menyadarinya.”
Kirana tercekat. Kata-kata Elena menusuk pikirannya, membuat hatinya kembali ragu. Ia teringat sikap Alvaro yang dulu hanya diam ketika Elena datang pertama kali. Bagian dirinya ingin percaya pada Alvaro, tapi bagian lain dihantui ketakutan kehilangan.
Elena menggenggam tangan Kirana erat, suaranya lirih namun mendesak.
“Tolong… bicaralah pada Alvaro. Yakinkan dia kalau aku tulus. Aku mohon… kalau kau benar-benar mencintainya, biarkan dia memilih kebahagiaannya sendiri. Dan kau tahu, kebahagiaan itu… adalah aku.”
Kirana menarik napas gemetar, tidak sanggup langsung menjawab. Hatinya diguncang hebat.
"Aku yakin, Alvaro belum pernah menyentuhmu bukan? setelah malam itu, di hotel?"
Kirana terkejut. Kedua Matanya terbelalak. Darimana Elena tau? bahkan wanita ini baru hadir dikehidupannya, tapi sudah tau tentang dirinya.
"Jika ya, apa kamu yakin Alvaro mencintaimu? Sejauh ini, dia tidak menyentuhmu? apa kamu yakin?" Elena kembali melanjutkan yang membuat hati Kirana kembali goyah.
Selama ini, Alvaro tidak pernah menyentuhnya sedikitpun. Bahkan biarkan mulutnya berkata cinta, tapi kenapa Alvaro masih menjaga jarak dengannya?
Kirana benar-benar merasa sesak. Seolah baru menyadari hal yang selama ini tidak pernah ia pikirkan.
"Kirana.... aku yakin kamu tidak bodoh. Jadi tolong, bujuklah Alvaro untuk memaafkan aku. Hanya kamu harapanku Satu-satunya. Biarkan Alvaro bahagia bersamaku" ucap Elena lagi.
Kirana masih diam. Menatap Elena dengan hati bimbang.
.
.
.
Bersambung.