FB Tupar Nasir, ikuti FB nya ya.
Diam-diam mencintai kakak angkat. Namun, cintanya tidak berbalas. Davira, nekad melakukan hal yang membuat seluruh keluarga angkatnya murka.
Letnan Satu Arkaffa Belanegara, kecewa dengan kekasihnya yang masih sesama anggota. Sertu Marini belum siap menikah, karena lebih memilih jenjang karir yang lebih tinggi.
Di tengah penolakan sang kekasih, Letnan Arkaffa justru mendapat sebuah insiden yang memaksa dia harus menikahi adik angkatnya. Apa yang terjadi?
Yuk kepoin.
Semoga banyak yang suka.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hasna_Ramarta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 18 Takdir Belum Mau Mempertemukan
Malam itu Kaffa baru saja pulang dari dinas lapangan. Seragamnya masih melekat di tubuh, keringat bercampur dengan debu jalanan. Namun meski lelah, langkahnya tidak langsung menuju kamar. Seperti biasa, ia mengarahkan mobilnya berkeliling, mengikuti naluri yang entah mengapa selalu menyeretnya mencari bayangan Davira.
Ia berhenti di sebuah persimpangan jalan besar, menatap kanan-kiri. Di salah satu sisi, ada sebuah toko buku yang masih terang meski jarum jam sudah hampir pukul sembilan. Entah kenapa pandangannya terhenti lama di sana. Sejenak ia menimbang, lalu turun dari mobil.
"Coba saja masuk, siapa tahu.…" bisiknya lirih.
Ia melangkah masuk. Aroma kertas dan tinta buku langsung menyambutnya, menimbulkan rasa damai yang aneh di dadanya. Di balik meja kasir, berdiri seorang pria muda dengan kemeja rapi, tersenyum ramah menyapa.
"Selamat malam, Mas. Cari buku apa?"
Kaffa sempat menatap sekeliling. Pandangannya menyapu rak demi rak, berharap menemukan wajah yang selama ini ia cari. Namun yang ia lihat hanya buku-buku tersusun rapi dan pria muda itu yang kini berjalan mendekat.
"Tidak, saya hanya lihat-lihat,” jawab Kaffa singkat.
Arda pria muda dan mapan itu, menyodorkan sebuah buku kepada Kaffa. Arda sengaja datang ke toko buku itu, meluangkan waktu selepas bubaran dari kantor.
“Kalau suka sejarah atau kepemimpinan, ini buku yang tepat. Bagus sekali."
Kaffa hanya mengangguk, sekilas membaca judulnya. Sejarah Strategi Perang Dunia. Buku itu memang sesuai minatnya, tapi ia tidak terlalu memperhatikan. Hatinya kecewa karena sosok yang diharapkannya tidak ada di sana.
"Terima kasih,” ucapnya datar. Ia meletakkan buku itu kembali, lalu keluar tanpa membeli apa pun.
Arda hanya menatap punggungnya yang tegap, bertanya-tanya. “Orang itu… wajahnya seperti pernah kulihat.”
Ia tidak tahu bahwa pria yang baru saja keluar, adalah suami sah dari perempuan yang diam-diam kini ia kagumi.
**
Keesokan harinya, Davira datang ke toko seperti biasa. Ia menata rak-rak buku dengan hati riang, meski tubuhnya masih terasa pegal akibat tidur di kasur tipis kontrakannya. Saat Arda muncul, ia langsung menyapanya sopan.
"Mas Arda! Mau cari buku lagi?”
Ardan tersenyum. "Hari ini tidak beli, cuma lewat. Tapi, kemarin ada orang aneh masuk ke toko. Badannya tegap, wajahnya tegas. Seperti tentara. Dia masuk, matanya berputar seperti mencari sesuatu. Tapi, dia nggak beli."
Davira tertegun. Tubuhnya kaku seketika, seolah jantungnya berhenti berdetak. Tentara? Wajah tegas? Hanya ada satu orang yang terpikir olehnya. Kaffa. Kerinduannya kini kembali menyeruak.
Namun, ia cepat-cepat menggeleng, berusaha menutup kegugupannya. "Bisa jadi orang itu tidak menemukan buku yang dia minati, makanya dia pergi lagi."
Ardan mengangguk, tidak curiga. "Ya, bisa jadi. Sepertinya memang begitu. Dia mencari sesuatu, tapi tidak ketemu. Yang bikin heran, pandangannya nampak kosong."
Davira pura-pura tersenyum, padahal hatinya berguncang hebat. "Kak Kaffa, apa kamu yang datang?" batinnya.
Hari-hari berikutnya, Arda semakin sering hadir. Kadang ia membawakan roti kecil untuk Davira. Kadang hanya sekadar menanyakan kabar.
"Vira, kamu tinggal sendiri?” tanyanya suatu sore.
Davira terdiam sejenak. "Iya, Mas. Saya ngontrak rumah kecil di dekat sini.”
"Wah, sendirian? Tidak takut?"
Davira menggeleng sambil tersenyum. "Sudah biasa. Lagipula saya tidak punya pilihan lain."
Ada nada getir dalam ucapannya, tapi ia menutupinya dengan senyum.
Arda memandangnya lama. Dalam hatinya, ia merasa iba sekaligus kagum. Gadis itu begitu tegar meski jelas terlihat banyak luka tersembunyi. Perlahan, rasa kagumnya berubah menjadi keinginan untuk melindungi.
Namun, Davira tidak menyadarinya. Baginya, Arda hanyalah sosok ramah yang selalu menyenangkan diajak bicara.
Sementara itu, Kaffa semakin terobsesi dalam pencariannya. Ia mulai menyebarkan informasi ke teman-teman leting maupun adik letingnya.
"Kalau ada yang tahu seorang perempuan bernama Davira, tolong kabari saya,” begitu pesannya.
Beberapa teman mencoba membantu, menanyakan ke lingkaran pertemanan mereka, namun hasilnya selalu sama, nihil.
"Bro, mungkin dia pindah jauh,” kata salah satu rekannya.
Kaffa hanya menggeleng. "Tidak. Aku yakin dia masih di kota ini. Aku bisa merasakannya.”
Keyakinan itu membuatnya terus mencari, meski tidak jarang membuatnya kelelahan.
Malam berikutnya, Davira pulang dari toko buku dengan langkah letih. Hujan turun deras, jalanan becek, dan kontrakannya bocor parah. Air menetes dari langit-langit, membuat lantai becek.
Ia hanya duduk di pojok, memeluk lutut. Air mata jatuh tanpa bisa ditahan. "Ya Allah… kuatkan aku. Aku sudah tidak punya siapa-siapa lagi."
**
Keesokan harinya, selepas dinas, Kaffa kembali menelusuri jalanan kota. Hatinya menolak menyerah, meski tubuhnya mulai letih karena semalaman tidak bisa tidur memikirkan Davira. Entah sudah berapa kali ia melewati rute yang sama, menyisir setiap sudut jalan, setiap tempat yang menurutnya mungkin saja menjadi persinggahan Davira.
Sore itu, cuaca mendung. Awan kelabu menggantung berat, seolah menyerap semangat orang-orang di bawahnya. Kaffa memarkir mobil tidak jauh dari halte kecil di tepi jalan raya. Ia berdiri di sana, matanya awas memperhatikan setiap wajah perempuan yang lewat.
Lalu… sekelebat.
Sosok dengan langkah cepat, hijab krem segi empat, wajahnya sebagian tertutup masker. Namun mata itu, mata yang pernah ia tatap penuh kebencian setiap pagi sebelum berangkat satgas, membuat jantungnya seketika berdentum keras.
"Davira.…?” bisiknya lirih, nyaris tidak percaya.
Kaffa refleks melangkah maju, ingin memanggil. Tapi, bersamaan dengan itu, sebuah angkot berhenti di depan halte. Sosok itu buru-buru masuk ke dalam, tanpa sempat menoleh. Pintu angkot menutup, kendaraan itu langsung melaju ke jalan yang ramai.
Kaffa terpaku. Napasnya tercekat. Tangannya sempat terulur, tapi terlalu terlambat.
Ia segera berlari ke arah mobilnya, mencoba mengejar. Namun, lalu lintas padat membuatnya kehilangan jejak. Angkot yang ditumpangi Davira sudah menghilang di antara deretan kendaraan lain.
Ia menepuk setir mobil dengan gusar, dadanya naik turun. Ada rasa penyesalan menusuk. "Itu pasti dia, aku tidak mungkin salah lihat. Itu Davira-ku." Suaranya menekan.
Padahal hanya selangkah lagi, ia bisa benar-benar memastikan. Sayangnya, dia terlambat. Kini bayangan Davira kembali raib, menyisakan perasaan hampa yang semakin menyesakkan.
Kaffa mengusap wajahnya kasar, lalu bersandar ke jok. Ia menarik napas panjang, mencoba menenangkan diri. "Aku tidak boleh menyerah. Kalau tadi aku bisa melihatnya, berarti dia benar-benar ada di kota ini. Aku harus lebih teliti lagi."
Sementara itu, di dalam angkot yang berguncang, Davira duduk menunduk. Hujan mulai turun, kaca jendela dipenuhi titik-titik air. Ia tidak sadar bahwa hanya beberapa detik sebelumnya, seseorang yang kini selalu menantikan kepulangannya dan mulai menganggapnya, hampir saja berhasil menemukannya.
Takdir kembali memainkan jarak untuk keduanya, membuat keduanya tetap terpisah, meski hati mereka sama-sama bergetar pada waktu yang sama.
dr awal sudah dianggap rendahan..
klo kafa g suka mending talak aja biarkan davira bahagia dgn caranya
krn tdk prnh mo jujur tu yg sdh bw davira dlm kebodohanx😏🙄
sm halx dgn diri qt,
suami mna yg tdk marah lo dpati qt ber2 sm laki" lain sx pun qt cm anggap tmn yg suami qt tdk knl???
psti mrh kan....
sm lo suami qt kdpatan ber2 sm perem lain qt j9 psti marah.
z ttap d pihak kafa, krn sbgai istri tdk mnjaga MARWAHNYA.
pinterx cm mghilang sj n jd prempuan bodoh.
z jd jemek jengkel dgn sifat davira ni, dsni jd tokoh utama tp tokoh utamax goblok bin o'on🙄🙄🙄
bner yg d blg kafa lo davira ni pengecut, kafa jg tdk slh dgn kata" yg d lontarkan buka sj hijab mu n menarikx hingga lepas
krn kafa jg py hAk krn suamix, lo kafa blg bk sj hijab mu mang benar ...
krn apa....krna davira goblok, sbgai istri tdk bs mnjaga MARWAHNYA
seenakx jln sm laki" lain bhkan smpe dbw krmh ortux,
untung ortux arda menolak
jd perempuan tu hrs tegas davira, jgn jd prempuan goblok trus.
lo ad apa" tu mulut mu bicara jgn diam jd pengecut.
lm" z jd pngin ulek mulut davira ni biar bs bicara jujur bkn jd pengecut trus mnerus