Brakk
"Tidak becus! aku bilang teh hangat. Kenapa panas sekali? kamu mau membakar tanganku?"
Alisa tidak mengatakan apapun, hanya menatap ke arah suaminya yang bahkan memalingkan pandangan darinya.
"Tahunya cuma numpang makan dan tidur saja, dasar tidak berguna!"
Alisa menangis dalam hati, dia menikah sudah satu tahun. Dia pikir Mark, suaminya adalah malaikat yang berhati lembut dan sangat baik. Ternyata, pria itu benar-benar dingin dan tak berperasaan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon noerazzura, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 29. Milyarder Kesepian
Di dalam kamarnya, Paula juga sedang video call dengan Joyce sambil menikmati jus mangga yang berasal dari Myanmar. Satu buah mangga yang dibandrol dengan harga satu buah ponsel itu langsung dikirimkan oleh Joyce, beserta alat kejut listrik yang Paula pesan.
[Perusahaan Mera, itu milik tuan Hadiwijaya. Sebenarnya justru itu perusahaan properti pertama di kota B ini, nona. Sangat bersejarah. Tapi, management yang buruk, penggelapan dana oleh pemimpin perusahaan itu sendiri sebesar ratusan triliun membuat mereka bangkrut. Kebetulan tuan Mark berinvestasi dan bekerja sama cukup lama dengan perusahaan Mera. Mungkin saat ini tuan Mark, di perusahaannya juga mengalami masalah defisit neraca keuangan, nona]
"Terdengar menyedihkan, lalu bagaimana dengan keluarga tuan Hadiwijaya?" tanya Paula.
[Beliau sakit, tapi aku dengar pengobatannya di hentikan. Pihak keluarga membawanya ke panti jompo. Akhir yang sangat mengenaskan untuk seseorang yang pernah memberikan ratusan ribu lapangan pekerjaan bagi orang lain]
Paula meletakkan gelas jusnya itu di atas meja.
"Keterlaluan! beli perusahaan itu, Joyce. Dan berikan pada tuan Hadiwijaya. Jangan biarkan keluarganya mengetahui hal itu. Atur, perawat khusus, dokter ahli dan semua yang diperlukan. Aku tidak suka pada kacang-kacang yang selalu lupa pada kulitnya itu" tangan Paula terkepal.
Dia juga merasa memiliki kehidupan yang hampir sama dengan tuan Hadiwijaya itu. Kedua orang tuanya sudah tidak ada. Dia dibesarkan oleh kakek dan neneknya. Namun keduanya juga meninggal bebetapa tahun lalu. Sebelum meninggal, kakek Paula mendidiknya dengan sangat disiplin. Hingga dia bisa mewarisi perusahaan kakeknya, dan membangun perusahaannya sendiri.
Namun di sekelilingnya. Juga ada beberapa parasit yang hidup dari usahanya. Tapi masih mau mencelakainya. Adik ibunya, anak dari kakeknya dan kedua anaknya selalu mengganggu kehidupan Paula. Mereka bahkan selalu merebut dan menyingkirkan orang-orang yang dekat dengan Paula.
Ergi dan Regina, dua orang yang selalu mengacau di perusahaan. Dan selalu membuat masalah bagi Paula. Keduanya adalah orang-orang yang sangat menyebalkan, sayangnya kakeknya pernah berpesan. Sejahat apapun mereka, jika tidak menghabisi nyawa orang lain. Maka Paula harus memaafkan mereka. Karena hanya mereka saudara Paula. Janji pada mendiang kakeknya itulah yang membuat Paula tidak terlalu kejam pada keduanya.
[Nona, kamu sedang membantu tuan Hadiwijaya, atau sedang membantu suamimu?]
Mata Paula melebar.
"Sudah bosan jadi asisten pribadiku, resign saja!" kata Paula tegas pada Joyce.
[Nona, aku hanya bercanda]
"Lakukan saja seperti itu. Lagipula, aku juga sudah bilang padamu kan. Setidaknya aku harus membantu Mark satu kali dalam hidupnya. Seperti dia membantuku saat itu. Lalu bagaimana penyelidikan kasus kecelakaan satu tahun lalu. Apa kamu sudah mendapat sesuatu. Aku di rawat di rumah sakit Pertiwi. Coba selidiki dari sana, ambulans yang datang satu tahun lalu itu, dari daerah mana saja. Kecelakaan wanita cantik dan baik hati..."
[Nona...] sela Joyce yang merasa ucapan Paula agak melenceng dari pembahasan mereka.
Dan melihat ekspresi Joyce, Paula langsung menegakkan tubuhnya. Bahkan dia menaikkan alisnya dan menunjuk ke arah wajahnya.
"Kamu protes apa? lihat aku! aku cantik, aku ini adalah pengusaha muda paling cantik dan kaya di kota A. Ck, kamu sendiri tahu kan, berapa puluh pria tampan yang mencoba mengundangku makan malam tiap weekend?"
Joyce hanya bisa menggaruk keningnya di seberang sana. Sementara Paula berkata seperti itu dengan penuh percaya diri. Ya, Paula Anna Helmith memang seorang wanita yang memiliki kepercayaan diri yang begitu tinggi.
Sebenarnya Joyce yang sudah 10 tahun bersamanya. Yang dulu juga merupakan sahabatnya saat kuliah. Tahu sekali, semua keceriaan, keangkuhan dan kepercayaan diri Paula yang berlebih itu sebenarnya hanya untuk menutupi hatinya yang terus merasa kesepian. Dia tidak mau terlihat lemah, karena itu dia menutupinya dengan pancaran aura kebahagiaan itu.
[Iya nona, iyaaa]
"Ya sudah, jangan lama-lama. Beli dengan harga berapapun perusahaan dan pabrik Mera itu. Berikan pada tuan Hadiwijaya. Perusahaan itu dan uangnya akan jadi miliknya, aku yakin dia akan bisa bangkit, setengah tahun paling lama lah, orang berpengalaman seperti itu pasti cepat bangkit" kata Paula menebak-nebak.
[Lalu bagaimana dengan dua wanita manja di rumah sakit itu. Apa nona ada ide baru untuk menyiksa mereka?]
Mata Paula memicing ke arah layar laptopnya.
"Apa yang kamu katakan Joyce? kenapa kamu berkata seolah-olah aku adalah kakak ipar yang jahat dan begitu keji, kakak ipar yang kejam pada kedua adik iparnya. Apa maksudmu aku ingin menyakiti mereka, ck?"
Joyce di seberang sana, sungguh mati-matian menahan tawa. Dialah yang paling tahu, kalau Paula sangat benci pada dua orang wanita manja yang merupakan adik iparnya itu.
"Tapi baiklah, karena kamu berkata begitu. Aku tidak akan sungkan"
[Katakan padaku, nona]
"Aku dengar, di kampusnya Rena punya seseorang yang sangat dia sukai. Kirim seorang artis cantik, muda dan populer saat ini. Untuk menggoda pria itu. Undang berbagai media untuk meliput berita itu. Sebarkan di semua media sosial! ugh... itu akan sangat menyakitkan. Saat kamu tidak berdaya di rumah sakit. Dan crushmu punya pacar baru. Itu akan sangat menyakitkan!" kata Paula dengan sangat ekspresif.
Terdengar tepuk tangan dari seberang sana.
[Nona memang tidak pernah setengah-setengah dalam membalas seseorang. Lalu apa yang harus aku lakukan pada Tasya?]
Paula menaikkan kedua bahunya.
"Dia sudah punya tunangan kan? aku akan pikirkan nanti. Jangan langsung di boom. Harus perlahan, kalau langsung di boom, nanti si tua Berta itu struk. Aku yang repot..."
[Kalau dia struk, nona pergi saja. Kembali ke kota A]
"Joyce, aku sudah satu tahun di tempat ini. Dan kamu harus tahu, setiap hari adalah hari yang berat untukku. Setidaknya aku harus membuat mereka menangis dan putus asa dulu. Baru aku pergi"
[Bukannya nona takut berpisah dengan suami nona? nona bilang jangan sentuh dia!]
Paula nyaris menutup laptopnya. Tapi dia menahannya.
"Bicara seperti itu sekali lagi, aku potong gajimu! Aku tidak suka padanya! dia hanya menjadikan aku pengganti. Tapi bagaimanapun dia sudah menyelamatkan aku! hais, sudah... pokoknya lakukan seperti apa yang aku suruh. Saat Rena menangis dan menderita, aku yakin itu juga akan sangat menyakiti ibu dan kedua kakaknya!" ujar Paula.
[Baik nona, aku akan segera lakukan]
Tok tok tok
"Alisa! keterlaluan sekali. Jam berapa ini, kenapa masih di kamar saja?"
Paula menoleh ke arah pintu sekilas.
"Joyce, sudah dulu. Nenek Lampir sepertinya butuh sedikit pelajaran!" ucapnya yang langsung menutup laptopnya lalu menyimpannya.
Paula membuka pintu dan keluar dari kamarnya itu.
"Iya Bu..."
Greppp
Berta sudah mengangkat tangannya, dia mau menamparr Paula. Tapi dengan cepat Paula menahan tangan ibu mertuanya itu.
'Astaga, ini orang kita aku samsak atau apa ya? kenapa tangannya ringan sekali, setiap melihatku kenapa bawaannya mau pukul sih? apa aku terlihat seperti nyamuk yang akan menghisap habis darahnya?' batin Paula.
***
Bersambung...