Di era teknologi yang melesat bak roket, manusia telah menciptakan keajaiban: sistem cerdas yang beroperasi seperti teman setia. Namun, Arcy, seorang otaku siswa SMA kelas akhir, merasa itu belum cukup. Di puncak gedung sekolah, di bawah langit senja yang memesona, ia membayangkan sistem yang jauh lebih hebat—sistem yang tak hanya bergantung pada teknologi, tetapi juga pada kekuatan energi spiritual, sebuah sistem cheat yang mampu merajut takdirnya sendiri. Mimpi itu, terinspirasi oleh komik-komik isekai kesukaannya, membawanya ke petualangan yang tak terduga, sebuah perjalanan untuk mewujudkan sistem impiannya dan merajut takdir dunia.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Evolved 2025, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kami Akan Membantumu
Elis menutup ponsel dengan ekspresi kecewa. Menghela napas, "Dia menolak."
"Kenapa?" tanya Arcy.
"Yuan sedang ada misi."
Arcy terdiam, bingung, lalu menengok kearah Wulan. "Aku saja yang pergi."
"Tidak boleh, kamu harus ada yang awasi. Aku tidak mau kamu bertindak seenaknya lagi."
Elis kemudian menelepon Rina, tapi nomornya tidak aktif. Rina sepertinya juga sedang menjalankan misi.
Arcy memohon, meminta Elis membiarkannya pergi.
"Jangan pergi, Arcy. Jika kamu memaksa pergi dan menggunakan kekuatanmu, kamu akan ditangkap dan mendapat hukuman berat dari organisasi."
Arcy tidak terima. "Tapi aku harus membantu Wulan!"
"Arcy, aku mengerti kamu ingin membantu Wulan. Aku juga ingin membantunya. Tapi, kita harus memikirkan cara yang tepat. Pergi ke sana, membuat masalah, hanya akan memperburuk keadaan. Kita tidak tahu siapa mereka. Jika kita gegabah, kita bisa membahayakan diri kita sendiri, dan yang lebih penting, membahayakan Wulan."
Elis melanjutkan dengan nada lebih lembut, "Menemani Wulan, memberikan dia dukungan, itu juga sudah sangat membantu. Kita bisa mendengarkannya, menghiburnya, memastikan dia tidak merasa sendirian. Itu lebih berharga daripada kita pergi ke sana dan membuat keributan yang tidak jelas."
"Tapi..." Arcy terdiam, tak bisa membantah.
Arcy dan Elis, masing-masing dengan pikiran mereka sendiri, sementara Wulan masih terisak pelan, tidak menyadari percakapan yang baru saja terjadi.
***
Sunyi dan sepi, koridor rumah sakit hanya diterangi lampu redup yang menciptakan bayangan panjang. Suara langkah kaki seseorang memecah keheningan.
Arcy perlahan membuka pintu kamar Aiden. Matanya langsung tertuju pada sosok yang terbaring lemah tak berdaya. Tubuhnya penuh perban, wajahnya lebam. Arcy mendekat, hatinya mencelos melihat kondisi Aiden yang babak belur akibat dikeroyok. Hanya ada mereka berdua di ruangan itu.
"Aiden, jangan khawatir," bisik Arcy lirih. "Aku sudah berjanji pada Wulan untuk membantunya. Kamu tidak akan sendirian."
Arcy menggenggam tangan Aiden. Sebuah sinar hijau lembut memancar dari telapak tangannya, menyelimuti tubuh Aiden dengan kehangatan. Beberapa saat kemudian, Arcy melepaskan tangannya dan berbalik, meninggalkan kamar itu. Tidak lama setelah itu, telunjuk Aiden bergerak sedikit.
Di kamar lain, Wulan duduk di sisi ranjang ayahnya yang terbaring koma. Sebelumnya, ia sudah menjenguk Aiden dan hatinya hancur melihat keadaan sahabatnya itu. Elis menemani Wulan, memberikan dukungan.
Elis teringat dimalam itu, bayangan masa lalu saat ia masih kecil, menyaksikan dengan mata kepala sendiri bagaimana orang tuanya jatuh di tangan sosok berjubah hitam. Kekuatan jahat itu terlalu besar, terlalu kejam. Ia masih ingat jelas teriakan ibunya, tatapan putus asa ayahnya, sebelum kegelapan benar-benar merenggut mereka.
Malam itu, dendam menjadi bara api yang tak pernah padam dalam hatinya, membakar semangatnya untuk menjadi lebih kuat, untuk membalaskan dendam atas nama orang-orang yang dicintainya.
Seringkali ia dihantui mimpi buruk, bayangan masa lalu yang terus mengejar dalam tidur lelapnya. Tapi, kini Elis merasa semakin dekat dengan tujuannya. Masa lalu adalah luka, tapi juga adalah kekuatan. Ia akan menggunakan setiap kenangan pahit itu untuk menjadi lebih kuat.
Elis meraih tangan Wulan, menggenggamnya erat. "Wulan, aku tahu ini berat sekali. Melihat Ayah dan sahabatmu seperti ini pasti sangat menyakitkan. Tapi kamu tidak sendiri. Arcy dan aku, kami disini untuk membantumu."
Wulan menunduk, air mata mulai menetes. "Aku tidak tahu harus bagaimana, Elis. Aku merasa tidak berdaya."
Elis mengangkat dagu Wulan, menatapnya dengan lembut. "Kamu harus kuat, Wulan. Jangan biarkan rasa sakit ini mengalahkanmu. Ayahmu dan Aiden membutuhkanmu untuk tetap kuat."
"Tapi aku takut," bisik Wulan. "Aku takut kehilangan mereka."
"Aku mengerti," jawab Elis. "Rasa takut itu wajar. Tapi jangan biarkan rasa takut itu mengendalikanmu. Fokuslah pada apa yang bisa kamu lakukan sekarang. Berikan Ayahmu dan Aiden semangat, berikan mereka cinta. Itu yang paling penting."
Elis memeluk Wulan erat. "Menangislah jika kamu perlu, keluarkan semua kesedihanmu. Tapi ingat, setelah itu, bangkitlah kembali. Kami akan membantumu!"
"Terima kasih, Elis," ucap Wulan tulus. Elis tersenyum membalasnya.
Suasana hening sesaat. Wulan kemudian menatap Elis dengan rasa ingin tahu. "Elis, apa hubunganmu dengan Arcy? Kalian terlihat dekat."
Elis tersenyum. "Kami hanya teman. Dia pernah menolongku dari para pembuli. Sejak saat itu, kami jadi dekat."
Wulan tersentak kaget mendengarnya, "Elis? Dibuli? Bagaimana mungkin?" pikirnya tak percaya. Di benaknya, Elis adalah sosok yang terlalu sempurna untuk menjadi sasaran kejahatan semacam itu.
Wulan tidak habis pikir, siapa orang yang tega menyakiti Elis. "Orang sekejam apa yang berani melakukan hal ini pada gadis secantik dan sebaik Elis?" gumamnya dengan nada geram, hatinya dipenuhi amarah dan rasa ingin melindungi.
Wulan memperhatikan wajah Elis yang berseri-seri saat bercerita tentang Arcy. Ia kemudian tersenyum, "Apa kamu menyukai Arcy?" tanyanya tiba-tiba.
Elis terkejut mendengar pertanyaan itu. Wajahnya merona merah, dan ia hanya diam, tidak menjawab. Wulan tersenyum, ia sudah mendapatkan jawabannya.
Sementara itu, seseorang keluar dari rumah sakit dengan pakaian tertutup. Rambutnya yang berwarna hitam ditutupi topi putih dengan logo palang hijau yang diambilnya dari rumah sakit.
Kacamata berbingkai tipis, membingkai mata coklatnya, dan sebuah masker medis hijau menutupi hidung dan mulutnya.
***
Dirumah mewah, Fira atau ibu Wulan tampak terlelap di sofa, sementara pria di dekatnya menyeringai licik. Dengan gerakan cepat, ia menggendong Fira dan membawanya ke kamar.
Di sisi lain kota, Arcy berlari sangat cepat dengan tubuh yang diselimuti listrik. META, sistem cerdasnya, melacak keberadaan ibu Wulan melalui sinyal ponsel dan rekaman CCTV.
Arcy tiba di depan gerbang megah sebuah rumah mewah bergaya Eropa. Panel sistemnya memindai, menunjukkan posisi penjaga di luar dan di dalam.
Dengan hati-hati, Arcy menelusuri kamera pengawas di dalam rumah. Matanya membelalak saat melihat ibu Wulan digendong seorang pria menaiki tangga.
"Bajinga itu... Apa yang ingin coba dia lakukan?"
Gerbang terkunci, dijaga dua pria berbadan besar. Arcy mencari celah, namun setiap sudut pagar diawasi CCTV. Tanpa ragu, ia meminta META untuk melumpuhkan sistem pengawas. Dalam sekejap, layar monitor mati.
Arcy melompat pagar dengan gesit, bergerak bagai ninja terlatih, menerobos masuk ke dalam rumah. Pengalaman menonton film membantunya menghindari deteksi.
Arcy menyelinap di antara bayangan, setiap gerakannya sehalus angin malam. Penjaga pertama, seorang pria tambun dengan senjata di tangan, berdiri di bawah rembulan yang pucat. Arcy mendekat tanpa suara, kakinya tak menyentuh tanah. Dengan gerakan cepat, ia meraih leher penjaga itu dari belakang, membungkamnya sebelum sempat berteriak. Tubuh penjaga itu ambruk tanpa suara.
Penjaga kedua berpatroli di dekat gerbang utama. Arcy mengamatinya dari balik pilar batu. Ia melemparkan kerikil ke arah berlawanan, menciptakan suara yang mengalihkan perhatian. Saat penjaga itu menoleh, Arcy melompat, mengunci lehernya dan menyetrumnya dengan kekuatan listrik. Dalam sekejap, ia melumpuhkan penjaga itu.
Penjaga ketiga dan keempat berjaga di menara pengawas. Arcy tahu ia tak bisa mendekat tanpa terlihat. Ia memanjat dinding dengan cekatan, mencari celah di antara bebatuan. Sesampainya di atas, ia melihat kedua penjaga itu sedang mengobrol, tanpa menyadari bahaya yang mengintai.
Arcy melompat ke arah mereka, menggunakan tali yang ia bawa untuk menjerat kaki salah satu penjaga. Penjaga itu tersungkur, menarik temannya bersamanya. Arcy dengan cepat melumpuhkan keduanya sebelum mereka sempat memberikan perlawanan berarti.
Dengan keempat penjaga telah dilumpuhkan, Arcy melanjutkan misinya, bayangan menjadi sekutunya dalam kegelapan.
Di dalam, ia menemukan dua pria yang mengeroyok Aiden.
Sementara itu, di kamar, ibu Wulan yang masih setengah sadar, melihat pria itu hendak menanggalkan pakaiannya. Dengan sisa tenaga, ia meronta dan mendorong, namun tubuhnya terlalu lemah. Ia memohon agar pria itu menghentikan perbuatannya.
Pria itu tertawa, membisikkan janji manis dan ancaman. Jika Wulan menuruti kemauannya, ia akan hidup dalam kemewahan. Jika menolak, posisinya sebagai koordinator lapangan akan dicabut.
Pria itu kemudian tertawa sambil meneruskan aksinya.