Kisah Iyan yang terpuruk karena ayahnya pergi dan meninggalkan banyak hutang,sedangkan Iyan masih SMA,iya pun menjadi tukang ojek untuk membayar hutang tersebut.iyan menemukan system tukang ojek tanpa sengaja bagaimana kisah selanjutnya silahkan dibaca.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alijapul, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 29: Perayaan Kecil di Pangkalan Ojek
Setelah melalui berbagai petualangan seru di Gunung Ceria dan bertukar nomer Handphone dengan empat pendaki wanita, Iyan dan teman-temannya kembali ke kehidupan sehari-hari di kota. Menghadapi rutinitas baru, Iyan merasa lebih bersemangat dan tak sabar untuk berbagi cerita dengan teman-temannya tentang pengalaman mereka.
Sore itu, Iyan duduk di pangkalan ojek sambil memeriksa ponselnya. Di dalam pikirannya, Nuxee, sistem tukang ojeknya, menyapa. "Iyan, sudah saatnya mengerjakan misi baru! Bagaimana kalau kita mengadakan perayaan kecil untuk merayakan kesuksesan dan kebersamaan?"
“Perayaan? Seperti berbagi makanan di pangkalan?” Iyan menjawab dengan semangat. "Itu ide bagus!"
Tanpa membuang waktu, Iyan mulai menghubungi teman-temannya. “Halo, teman-teman! Yuk, kumpul di pangkalan ojek! Kita akan ada perayaan kecil-kecilan!”
Tak lama kemudian, Udin, Mira, Sari, Encep, dan Joko pun datang, tampak penasaran. “Apa yang terjadi? Kenapa seperti mendesak di suara kamu?” Udin bertanya sambil menggaruk kepala.
“Ada sesuatu yang spesial! Kita merayakan kesuksesan kita di Gunung Ceria!” Iyan menjelaskan, wajahnya bersinar penuh antusiasme.
“Kesuksesan apa? Kita hanya hilir mudik dan bertemu empat pendaki!” Mira berkomentar, langsung menggelengkan kepala.
“Justru itu, konyolnya justru bikin kami lebih dekat! Dan kali ini kita bisa merayakannya dengan berbagai makanan ketukang ojek!” Iyan merencanakan sambil menampakkan senyumnya yang lebar.
Mendengar hal itu, semua orang langsung bersorak. “makanan? Tambah makanan!” Joko bersorak membuat semua orang bertepuk tangan.
Malam itu, mereka berkumpul di pangkalan ojek di mana Iyan telah menyiapkan beberapa makanan didalam box dan minuman ringan. Tak hanya itu, Iyan juga mempersiapkan beberapa permainan seru yang bisa dinikmati mereka semua.
“Selamat datang di Pesta Kecil Pangkalan! Siap untuk bermain?” Iyan berteriak setelah semua berkumpul.
“Permainan apa? Jangan bilang kita akan bermain menyamar!” Sari menggodanya, tertawa.
“Enggak, kita akan memainkan ‘Tebakan’. Setiap orang harus menggambarkan tanpa menyebut namanya, dan yang lain harus menebak!” Iyan menjelaskan dengan bersemangat.
Mereka bermain penuh tawa, menciptakan momen yang lucu dan gembira. Saat Encep coba menebak yang digambarkan Joko, ia malah membuat tebakannya lebih konyol. “Apakah itu… nanas goreng topping keju?”
Semua orang tertawa terbahak-bahak. “Enggak! Ini adalah pepperoni!” Joko menjelaskan sambil tertawa tidak bisa berhenti.
“Jadi, kita berburu sambil tertawa? Saya ingin menggambar setengah dari makanan dengan wajah Iyan!” Udin mengusulkan dan langsung menggambar momen konyol.
Malam itu penuh dengan tawa, ceria, dan kehangatan persahabatan. Saat mereka menikmati pizza, Iyan merasa berterima kasih atas segala dukungan mereka. Dalam hatinya, Nuxee menambahkan, “Apa yang kamu rasakan, Iyan? Inilah bagian terbaik dari perjalananmu.”
“Iya, Nuxee! Semua momen ini sangat berharga. Terima kasih sudah membuatku tidak merasa sendirian,” Iyan membalas dalam hati, sambil mengedarkan pandangannya pada teman-temannya yang tertawa.
Setelah makan, Iyan mengajak semua untuk berfoto bersama. “Ayo, kita abadikan momen ini! Seribu momen, makanan persahabatan!”
“Biar kami pilih angle yang tepat! Kita harus terlihat seperti sekelompok pejuang makanan!” Mira menyatakan dengan semangat.
Tak lama kemudian, foto-foto diambil dengan berbagai pose konyol, dan tawa terus menerus menggema di sekitar pangkalan. Semua orang tahu bahwa persahabatan mereka telah terjalin semakin kuat.
Di tengah keramaian, Iyan teringat hutang yang ditinggalkan oleh ayahnya. Namun, saat ini, dia memilih untuk tidak memikirkan itu. Momen sederhana ini dipenuhi kebahagiaan membuatnya merasa hidup dan berenergi.
Sepekan setelah perayaan kecil di pangkalan ojek, Iyan merasa suasana hatinya tetap berkilau. Keseruan bermain bersama teman-teman dan berbagi pizza menciptakan kehangatan yang sulit ternilai. Namun, Iyan tahu bahwa hidup tidak hanya tentang bersenang-senang. Dia masih memiliki hutang yang harus dibayar dan tanggung jawab yang harus dihadapi.
Di suatu sore, ketika Iyan baru saja selesai mengantar penumpang, Nuxee menghubunginya di dalam pikirannya. “Iyan, ada misi baru! Ini bisa menjadi kesempatan untuk mendapatkan hadiah yang bagus!”
Iyan merasa terkejut dan sekaligus penasaran. “Misi apa itu, Nuxee? Yang pasti menarik!”
“Berdasarkan analisis dan data yang saya miliki, misi kali ini berkaitan dengan mengorganisir acara di sekolah, sesuatu yang bisa menguntungkan kamu secara finansial!” Nuxee menjelaskan.
“Acara sekolah? Seperti festival atau bazaar?” Iyan menebak.
“Benar! Semakin meriah acara, semakin banyak sponsor yang mendapatkan perhatian, dan kamu bisa mendapatkan komisi dari setiap sponsor yang ikut!” Nuxee menambahkan.
Iyan senang mendengarnya. “Ini bisa jadi cara bagus untuk membantu membayar hutang!”
Dia kemudian teringat akan teman-temannya dan merasa bahwa mereka bisa membantu merencanakan acara ini. Segera, dia mengumpulkan Udin, Mira, Sari, Joko, dan Encep di sebuah kafe kecil setelah sekolah.
“Teman-teman! Aku punya ide besar!” Iyan membuka pembicaraan sambil menempatkan secangkir minuman di tengah meja.
“Apa? Apakah kamu mau membangun pabrik Lamborghini?” Udin menggoda.
“Bukan, bukan. Bukan itu! Bagaimana kalau kita mengadakan bazaar sekolah?” Iyan menjelaskan.
“Bazzar? Serius? Kita bisa menjual pizza buatan kita!” Joko berseru gembira.
Bersamaan, Mira segera menimpali, “Dan kita bisa menampilkan bakat kita dalam berjualan! Mungkin kita bisa adakan pertunjukan seni!”
“Kalau aku bisa jadi juri kompetisi, aku ingin memberi suara untuk juri raja pizza!” Encep bercanda dengan gaya menggoda.
“Jadi, kita semua bisa mendapatkan sponsor, dan dengan itu kita bisa mengumpulkan uang untuk membantu Iyan!” Sari menunjukkan rasa simpati.
“Ya! Setiap sponsor yang masuk bisa memberi kita sejumlah uang, dan kita bisa gunakan untuk membayar hutang!” Iyan merasa terharu mendapatkan dukungan dari teman-temannya.
Mereka mulai membuat rencana. “Kita akan menyebarkan pamflet, menghubungi teman-teman dari sekolah lain, dan menarik perhatian lebih banyak orang!” Mira mengusulkan semangat.
“Dan kita bisa menyertakan kompetisi memasak pizza terenak! Siapa pun yang ingin membuktikan diri sebagai pembuat pizza terbaik bisa ikut!” Teriak Iyan antusias.
Dalam beberapa hari, semua persiapan dilakukan. Iyan dan teman-teman membagi tugas: ada yang mencetak poster, ada yang menghubungi sponsor, dan ada juga yang mempromosikan acara di media sosial.
Di tengah kesibukan persiapan, Iyan merasakan gelombang rasa percaya diri tumbuh dalam dirinya. Dia pun menemukan peluang baru yang menguntungkan. Dia terus berbicara dengan Nuxee, “Apakah kamu yakin ini bisa berhasil?”
“Yakin! Dengan kerja keras dan kolaborasi yang baik, kamu bisa mendapatkan hadiah yang lebih besar!” Nuxee merespons penuh semangat.
Akhirnya, hari Bazzar pun tiba. Tempat acara dipenuhi dengan berbagai stand, makanan, dan pengunjung yang bersemangat. Iyan berpakaian rapi dan membantu memastikan semua berjalan lancar.
Ketika Bazzar berlangsung, suasana sangat meriah. Stand pizza mereka laris manis, dan banyak orang berbondong-bondong mencicipi pizza yang mereka buat. Kualitas rasa yang dijamin membuat setiap orang puas.
Selama Bazzar, mereka juga menyelenggarakan berbagai lomba seperti menyanyi, menggambar, dan menari. “Kalau ada lomba terburuk, aku bisa jadi juaranya!” Encep berkomentar konyol, memicu tawa.
Ketika malam tiba, mereka menghitung semua penghasilan dari sponsor dan penjualan. “Kita berhasil mengumpulkan cukup banyak! Kita harus sambut ini dengan pizza bersama!” Iyan bersorak gembira.
“Dan ini semua berkat kerja keras kita!” Mira menambahkan.
Bersambung..
Setelah melalui berbagai petualangan seru di Gunung Ceria dan bertukar nomer Handphone dengan empat pendaki wanita, Iyan dan teman-temannya kembali ke kehidupan sehari-hari di kota. Menghadapi rutinitas baru, Iyan merasa lebih bersemangat dan tak sabar untuk berbagi cerita dengan teman-temannya tentang pengalaman mereka.
Sore itu, Iyan duduk di pangkalan ojek sambil memeriksa ponselnya. Di dalam pikirannya, Nuxee, sistem tukang ojeknya, menyapa. "Iyan, sudah saatnya mengerjakan misi baru! Bagaimana kalau kita mengadakan perayaan kecil untuk merayakan kesuksesan dan kebersamaan?"
“Perayaan? Seperti berbagi makanan di pangkalan?” Iyan menjawab dengan semangat. "Itu ide bagus!"
Tanpa membuang waktu, Iyan mulai menghubungi teman-temannya. “Halo, teman-teman! Yuk, kumpul di pangkalan ojek! Kita akan ada perayaan kecil-kecilan!”
Tak lama kemudian, Udin, Mira, Sari, Encep, dan Joko pun datang, tampak penasaran. “Apa yang terjadi? Kenapa seperti mendesak di suara kamu?” Udin bertanya sambil menggaruk kepala.
“Ada sesuatu yang spesial! Kita merayakan kesuksesan kita di Gunung Ceria!” Iyan menjelaskan, wajahnya bersinar penuh antusiasme.
“Kesuksesan apa? Kita hanya hilir mudik dan bertemu empat pendaki!” Mira berkomentar, langsung menggelengkan kepala.
“Justru itu, konyolnya justru bikin kami lebih dekat! Dan kali ini kita bisa merayakannya dengan berbagai makanan ketukang ojek!” Iyan merencanakan sambil menampakkan senyumnya yang lebar.
Mendengar hal itu, semua orang langsung bersorak. “makanan? Tambah makanan!” Joko bersorak membuat semua orang bertepuk tangan.
Malam itu, mereka berkumpul di pangkalan ojek di mana Iyan telah menyiapkan beberapa makanan didalam box dan minuman ringan. Tak hanya itu, Iyan juga mempersiapkan beberapa permainan seru yang bisa dinikmati mereka semua.
“Selamat datang di Pesta Kecil Pangkalan! Siap untuk bermain?” Iyan berteriak setelah semua berkumpul.
“Permainan apa? Jangan bilang kita akan bermain menyamar!” Sari menggodanya, tertawa.
“Enggak, kita akan memainkan ‘Tebakan’. Setiap orang harus menggambarkan tanpa menyebut namanya, dan yang lain harus menebak!” Iyan menjelaskan dengan bersemangat.
Mereka bermain penuh tawa, menciptakan momen yang lucu dan gembira. Saat Encep coba menebak yang digambarkan Joko, ia malah membuat tebakannya lebih konyol. “Apakah itu… nanas goreng topping keju?”
Semua orang tertawa terbahak-bahak. “Enggak! Ini adalah pepperoni!” Joko menjelaskan sambil tertawa tidak bisa berhenti.
“Jadi, kita berburu sambil tertawa? Saya ingin menggambar setengah dari makanan dengan wajah Iyan!” Udin mengusulkan dan langsung menggambar momen konyol.
Malam itu penuh dengan tawa, ceria, dan kehangatan persahabatan. Saat mereka menikmati pizza, Iyan merasa berterima kasih atas segala dukungan mereka. Dalam hatinya, Nuxee menambahkan, “Apa yang kamu rasakan, Iyan? Inilah bagian terbaik dari perjalananmu.”
“Iya, Nuxee! Semua momen ini sangat berharga. Terima kasih sudah membuatku tidak merasa sendirian,” Iyan membalas dalam hati, sambil mengedarkan pandangannya pada teman-temannya yang tertawa.
Setelah makan, Iyan mengajak semua untuk berfoto bersama. “Ayo, kita abadikan momen ini! Seribu momen, makanan persahabatan!”
“Biar kami pilih angle yang tepat! Kita harus terlihat seperti sekelompok pejuang makanan!” Mira menyatakan dengan semangat.
Tak lama kemudian, foto-foto diambil dengan berbagai pose konyol, dan tawa terus menerus menggema di sekitar pangkalan. Semua orang tahu bahwa persahabatan mereka telah terjalin semakin kuat.
Di tengah keramaian, Iyan teringat hutang yang ditinggalkan oleh ayahnya. Namun, saat ini, dia memilih untuk tidak memikirkan itu. Momen sederhana ini dipenuhi kebahagiaan membuatnya merasa hidup dan berenergi.
Sepekan setelah perayaan kecil di pangkalan ojek, Iyan merasa suasana hatinya tetap berkilau. Keseruan bermain bersama teman-teman dan berbagi pizza menciptakan kehangatan yang sulit ternilai. Namun, Iyan tahu bahwa hidup tidak hanya tentang bersenang-senang. Dia masih memiliki hutang yang harus dibayar dan tanggung jawab yang harus dihadapi.
Di suatu sore, ketika Iyan baru saja selesai mengantar penumpang, Nuxee menghubunginya di dalam pikirannya. “Iyan, ada misi baru! Ini bisa menjadi kesempatan untuk mendapatkan hadiah yang bagus!”
Iyan merasa terkejut dan sekaligus penasaran. “Misi apa itu, Nuxee? Yang pasti menarik!”
“Berdasarkan analisis dan data yang saya miliki, misi kali ini berkaitan dengan mengorganisir acara di sekolah, sesuatu yang bisa menguntungkan kamu secara finansial!” Nuxee menjelaskan.
“Acara sekolah? Seperti festival atau bazaar?” Iyan menebak.
“Benar! Semakin meriah acara, semakin banyak sponsor yang mendapatkan perhatian, dan kamu bisa mendapatkan komisi dari setiap sponsor yang ikut!” Nuxee menambahkan.
Iyan senang mendengarnya. “Ini bisa jadi cara bagus untuk membantu membayar hutang!”
Dia kemudian teringat akan teman-temannya dan merasa bahwa mereka bisa membantu merencanakan acara ini. Segera, dia mengumpulkan Udin, Mira, Sari, Joko, dan Encep di sebuah kafe kecil setelah sekolah.
“Teman-teman! Aku punya ide besar!” Iyan membuka pembicaraan sambil menempatkan secangkir minuman di tengah meja.
“Apa? Apakah kamu mau membangun pabrik Lamborghini?” Udin menggoda.
“Bukan, bukan. Bukan itu! Bagaimana kalau kita mengadakan bazaar sekolah?” Iyan menjelaskan.
“Bazzar? Serius? Kita bisa menjual pizza buatan kita!” Joko berseru gembira.
Bersamaan, Mira segera menimpali, “Dan kita bisa menampilkan bakat kita dalam berjualan! Mungkin kita bisa adakan pertunjukan seni!”
“Kalau aku bisa jadi juri kompetisi, aku ingin memberi suara untuk juri raja pizza!” Encep bercanda dengan gaya menggoda.
“Jadi, kita semua bisa mendapatkan sponsor, dan dengan itu kita bisa mengumpulkan uang untuk membantu Iyan!” Sari menunjukkan rasa simpati.
“Ya! Setiap sponsor yang masuk bisa memberi kita sejumlah uang, dan kita bisa gunakan untuk membayar hutang!” Iyan merasa terharu mendapatkan dukungan dari teman-temannya.
Mereka mulai membuat rencana. “Kita akan menyebarkan pamflet, menghubungi teman-teman dari sekolah lain, dan menarik perhatian lebih banyak orang!” Mira mengusulkan semangat.
“Dan kita bisa menyertakan kompetisi memasak pizza terenak! Siapa pun yang ingin membuktikan diri sebagai pembuat pizza terbaik bisa ikut!” Teriak Iyan antusias.
Dalam beberapa hari, semua persiapan dilakukan. Iyan dan teman-teman membagi tugas: ada yang mencetak poster, ada yang menghubungi sponsor, dan ada juga yang mempromosikan acara di media sosial.
Di tengah kesibukan persiapan, Iyan merasakan gelombang rasa percaya diri tumbuh dalam dirinya. Dia pun menemukan peluang baru yang menguntungkan. Dia terus berbicara dengan Nuxee, “Apakah kamu yakin ini bisa berhasil?”
“Yakin! Dengan kerja keras dan kolaborasi yang baik, kamu bisa mendapatkan hadiah yang lebih besar!” Nuxee merespons penuh semangat.
Akhirnya, hari Bazzar pun tiba. Tempat acara dipenuhi dengan berbagai stand, makanan, dan pengunjung yang bersemangat. Iyan berpakaian rapi dan membantu memastikan semua berjalan lancar.
Ketika Bazzar berlangsung, suasana sangat meriah. Stand pizza mereka laris manis, dan banyak orang berbondong-bondong mencicipi pizza yang mereka buat. Kualitas rasa yang dijamin membuat setiap orang puas.
Selama Bazzar, mereka juga menyelenggarakan berbagai lomba seperti menyanyi, menggambar, dan menari. “Kalau ada lomba terburuk, aku bisa jadi juaranya!” Encep berkomentar konyol, memicu tawa.
Ketika malam tiba, mereka menghitung semua penghasilan dari sponsor dan penjualan. “Kita berhasil mengumpulkan cukup banyak! Kita harus sambut ini dengan pizza bersama!” Iyan bersorak gembira.
“Dan ini semua berkat kerja keras kita!” Mira menambahkan.
Bersambung..