NovelToon NovelToon
Bintang Untuk Angkasa

Bintang Untuk Angkasa

Status: sedang berlangsung
Genre:One Night Stand / Hamil di luar nikah / Crazy Rich/Konglomerat / Cinta Seiring Waktu / Balas dendam pengganti
Popularitas:885
Nilai: 5
Nama Author: Intro_12

Malam itu menghancurkan segalanya bagi Talita —keluarga, masa depan, dan harga dirinya. Tragedi kelam itu menumbuhkan bara dendam yang ia simpan rapat-rapat, menunggu waktu untuk membalas lelaki keji yang telah merenggut segalanya.

Namun takdir mempermainkannya. Sebuah kecelakaan hampir merenggut nyawanya dan putranya— Bintang, jika saja Langit tak datang menyelamatkan mereka.

Pertolongan itu membawa Talita pada sebuah pertemuan tak terduga dengan Angkasa, lelaki dari masa lalunya yang menjadi sumber luka terdalamnya.Talita pun menyiapkan jaring balas dendam, namun langkahnya selalu terhenti oleh campur tangan takdir… dan oleh Bintang. Namun siapa sangka, hati Talita telah tertambat pada Langit.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Intro_12, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Akhir dari Angkasa

Di dalam tenda

Angin laut menyusup melalui celah kain tipis tenda, membawa aroma asin ombak bercampur hawa dingin malam. Api unggun yang tadi menyala sudah padam, hanya tersisa bara kecil yang redup. Bintang sudah terlelap dengan damai, memeluk boneka kesayangannya. Sesekali ia mendesah kecil dalam tidur, wajahnya tenang tanpa beban, seakan dunia luar yang ribut penuh kebencian tidak pernah menyentuhnya.

Di sisi lain, Angkasa masih belum bisa memejamkan mata. Ia berbaring memunggungi Talita, mencoba tidur, tapi hatinya tidak tenang. Entah mengapa, matanya selalu ingin melirik ke arah wanita itu.

Akhirnya ia menoleh. Dalam redupnya lampu tenda, wajah Talita tampak begitu lembut. Rambut panjangnya tergerai, sebagian menutupi pipi. Nafasnya teratur, bibirnya sedikit terbuka.

“Cantik juga dia kalau sedang diam begini...” batin Angkasa.

Ada rasa yang menyeruak, rasa kagum, sekaligus jengkel. Karena di balik kecantikan itu, ia tahu betul, Talita adalah pembohong, pengganggu, perusuh.

Ia buru-buru memalingkan wajah, mendengus. “Tch... jangan bodoh, Angkasa. Jangan terpesona sama wanita beracun itu.”

Namun beberapa menit kemudian, ia kembali menoleh. Pandangannya lagi-lagi jatuh pada wajah Talita. Kali ini ia menyerah. Ia teringat kejadian di kamar mandi waktu itu, andai saja Bintang tidak ada di sini, ia akan menjailinya lagi seperti itu. Tapii... Ah, biarlah ia hanya menatap saja untuk menikmati keindahan itu, bersama kantuk yang perlahan menyeretnya ke dalam tidur.

^^^^^

Di kontrakan El Mariachi

Berbeda jauh dari ketenangan tenda, malam di kontrakan sempit itu dipenuhi kegugupan. Ragiel duduk di kursi reyot, wajahnya dingin dan tajam. Di hadapannya, El Mariachi duduk gelisah, tangan kanannya terborgol dengan tangan Ragiel.

“Kalau kau bukan El Mariachi,” suara Ragiel tenang tapi menekan, “kenapa kau lari ketika melihatku?”

El Mariachi menelan ludah. Wajahnya pucat, keringat dingin mengalir di pelipis. “Saya... saya takut, Tuan. Nama saya Yani. Bukan El Mariachi. Saya cuma rakyat biasa.”

Ragiel tidak menjawab. Ia terlalu cerdas untuk terkecoh. Demi memastikan wanita itu tidak kabur, ia memborgol tangan mereka jadi satu. Malam pun berlalu dengan mereka tetap terikat. Ragiel merebahkan tubuhnya di lantai, sementara El Mariachi di ranjang sempit.

Sekitar tengah malam, Ragiel yang setengah tertidur tanpa sadar menarik tangannya. Tubuh El Mariachi ikut terseret, jatuh dari ranjang menimpa lantai keras. Karena kantuk, ia refleks meraih sesuatu, dan malah mendekap punggung Ragiel, mengira guling.

Ragiel terlalu lelah untuk menyadarinya.

^^^^

Keesokan paginya di pantai

Mentari baru naik, sinarnya keemasan membias di permukaan laut. Talita bangun lebih dulu, lalu disusul Bintang yang berlari keluar tenda sambil berteriak girang.

“Ma! Lihat! Pantainya cerah banget pagi-pagi!”

Talita tersenyum, ikut menghirup udara segar pantai. Mereka sempat bermain pasir sebentar, sebelum kembali ke tenda untuk membereskan barang.

Namun langkah mereka terhenti. Angkasa masih terbaring di dalam tenda, tubuhnya bergerak gelisah. Wajahnya pucat, keringat dingin membasahi pelipis. Sesekali ia batuk lemah.

Bintang segera mendekat, menempelkan telapak kecilnya ke dahi Angkasa. “Mama, Tuan Muda panas...”

Talita ikut memeriksa. Suhu tubuh Angkasa tinggi sekali. Tapi bukannya iba, bibir Talita justru melengkung tipis. Dalam benaknya, ia sudah membayangkan skenario sempurna.

Inilah waktunya. Tidak ada CCTV, tidak ada orang lain, hanya pantai luas dan ombak besar. Kalau aku seret dia ke tengah laut... selesai sudah. Dunia percaya dia tenggelam, dan aku bebas.

Bayangan itu membuat Talita tersenyum samar. Ia bisa melihat Angkasa berteriak minta tolong, tubuhnya terbawa arus, lalu hilang ditelan lautan. “Mudah sekali...Hahahaa”

Tawa itu buyar ketika suara polos Bintang memecah lamunannya.

“Ma, kasian Tuan Muda... panas banget.”

Talita menoleh. Bocah itu dengan serius sudah menempelkan ‘koolfever’ ke dahi Angkasa. Koolfever sisa dari puskesmas saat Bintang sakit. Wajah mungilnya tampak penuh kepedulian.

Talita mendesah kesal. “Aku lupa ada Bintang. Bocah ini pasti jadi saksi. Tidak mungkin aku bisa menyingkirkan Angkasa sekarang.”

Ia menunduk, menatap anaknya. Hatinya berdesir. Lagi pula, Angkasa baru saja menyelamatkan Bintang dari maut di laut. “Anggap saja imbalan. Satu kebaikan dibalas satu kebaikan.”

Dengan berat hati, Talita membantu membopong Angkasa ke vila. Ia menyiapkan handuk hangat, meletakkannya di dahi pria itu, meski disertai cibiran.

“Pria segagah kamu, kalah sama demam? Lemah sekali,” desisnya.

Sesekali Talita bahkan menepuk dahi Angkasa pelan. Bukan penuh kasih, melainkan untuk ‘memberi pelajaran’.

Angkasa tidak berdaya dengan sikap Talita, ia tidak membalasnya dan hanya diam.

^^^^

Di kontrakan El Mariachi

Pagi itu El Mariachi benar-benar terpojok. Mereka berdua berdiri di depan pintu toilet. El Mariachi tak mungkin membawa Ragiel masuk ke dalam toilet tapi perutnya sungguh mules, ingin buang air besar.

“Cepatlah, aku tidak tahan lagi!” gerutunya, wajah meringis.

Ragiel justru tertawa pelan. “Bagaimana aku percaya kamu? Semalam saja kau sempat memelukku, dasar aneh.”

El Mariachi mendengus, malu sekaligus jengkel.

Mereka diam beberapa saat, dengan El Mariachi yang meringis menahan perutnya. Hingga akhirnya, desakan perut itu membuatnya menyerah.

“Baik! Baik! Saya memang El Mariachi! Tapi dengar, saya tidak salah! Semua berita tentang Angkasa itu sumbernya Talita. Dia yang cerita, bukan saya. Dia... dia punya dendam khusus!”

Mata Ragiel menajam, mendengar nama itu. Talita.

Tanpa banyak bicara lagi, ia melepas borgol, meninggalkan El Mariachi yang juga buru-buru masuk kamar mandi.

Dengan langkah cepat Ragiel masuk mobil. Di sana ia baru sadar, ponselnya penuh panggilan tak terjawab dari Angkasa.

Ia segera menekan panggilan balik.

Sambungan tersambung. Suara Angkasa terdengar serak, nyaris tak berdaya.

“Ragiel... aku rasa... ajalku sudah dekat...”

Dari belakang, samar-samar terdengar suara Talita memaki, lantang, penuh amarah. Lalu sambungan terputus.

Ragiel terdiam membeku, jantungnya serasa berhenti berdetak. “Ya Tuhan... Talita pasti melakukan sesuatu. Angkasa dalam bahaya!”

Ia segera menyalakan mesin, melajukan mobil secepat mungkin menuju vila.

^^^^^

Di vila

Angkasa terbaring pucat, tubuhnya menggigil. Dokter puskesmas sudah datang, memeriksa dengan cermat.

Angkasa menatap langit-langit kamar villa dengan mata sayu. Tubuhnya menggigil, namun pikirannya justru berlari ke mana-mana. Bayangan tentang perusahaan e-commerce yang ia bangun dengan keringat dan darah sendiri, aset-aset yang nilainya ratusan miliar, semua melintas cepat di benaknya.

Namun, semakin ia hitung, semakin kosong rasanya. Untuk apa semua itu? Siapa yang akan mewarisinya?

Ia menimbang-nimbang dalam diam, tapi kesimpulannya hanya satu: tak ada seorang pun. Ia belum menikah, belum memiliki keturunan. Harta dan kerja kerasnya selama ini tidak punya penerus. Itu sungguh mengenaskan.

Bibirnya bergetar, meski ia tak bersuara. Kalau saja aku punya darah daging sendiri, pewaris yang bisa kutinggalkan segalanya… aku mungkin bisa mati dengan tenang.

Matanya melirik sekilas pada Bintang yang sibuk meniup teh hangat agar cepat dingin. Ada desir halus di hatinya, sebuah kerinduan yang tidak pernah ia akui.

“Kalau saja dia anakku... aku akan dengan sukarela memberikan segalanya padanya.”

Tatapannya kemudian jatuh pada Talita. Wanita itu sibuk berdiskusi dengan dokter, nada suaranya ketus. Angkasa mendesah pelan. “Cantik... tapi beracun. Bukan istri yang kuinginkan.”

Tubuhnya semakin lemah. Ia menutup mata, merasa ajal semakin dekat. Bahkan dalam pikirannya sempat terlintas bayangan makam Tomas. “Apakah aku akan dimakamkan di sampingnya... lalu nisanku diambil Yani untuk pesugihan?”

Angkasa mengerang lirih, tubuhnya bergetar. Dunia terasa makin kabur, dan untuk pertama kalinya ia benar-benar takut.

1
Asih S Yekti
lanjut , cerotanya bagus aku suka
Asih S Yekti
penulis baru tp bagus kok g banyak tipo penyusunan bahasanya juga bagus
Intro: Trimakasiih.. /Smile/
total 1 replies
Ceyra Heelshire
kasian banget /Whimper/
Intro
Hai, ini karya pertama ku..
makasih sudah mampir
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!