Ayunda Nafsha Azia, seorang siswi badung dan merupakan ketua Geng Srikandi.
Ia harus rela melepas status lajang di usia 18 tahun dan terpaksa menikah dengan pria yang paling menyebalkan sedunia baginya, Arjuna Tsaqif. Guru fisika sekaligus wali kelasnya sendiri.
Benci dan cinta melebur jadi satu. Mencipta kisah cinta yang penuh warna.
Kehadiran Ayu di hidup Arjuna mampu membalut luka karena jalinan cinta yang telah lalu dan menyentuhkan bahagia.
Namun rumah tangga mereka tak lepas dari badai ujian. Hingga membuat Ayu dilema.
Tetap mempertahankan hubungan, atau merelakan Arjuna kembali pada mantan kekasihnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ayuwidia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 24 Malu
Happy reading
"Nyit, kamu aja yang ngasih kertasnya ke Pak Juna."
"Nggak. Kamu yang nemuin, kamu juga yang harus ngasihin."
"Nyit, please! Kamu aja ya yang ngasih."
"Pokoknya enggak!"
"Ya udah, aku sobek aja --"
"Jangan, Nyet!"
"Makanya, kamu aja yang ngasih."
Nofiya dan Ayu terus berdebat sambil mengayun kaki menuju kelas 12A. Diantara mereka tidak ada yang mau mengalah.
"Nyet, kalau kertas itu kamu sobek, hukuman dari Pak Juna bakal nambah."
"Nggak masalah."
"Emang kamu mau kalau hukumannya ... ntar malem disuruh bobok bareng sama dia? Pasti kertas itu berharga banget buat Pak Juna. Dia bakal marah besar kalau sampe kamu nekat nyobek tuch kertas."
Ayu menghembus napas kasar.
Sungguh pilihan yang teramat sulit, jika yang dikatakan oleh Nofiya itu benar.
Nofiya memang cerdik. Ia sengaja membuat Ayu dilema agar tidak bisa lagi mendebat dan terpaksa mengalah.
"Dah lah, nggak usah berdebat lagi. Kamu sama Pak Juna 'kan udah nikah, ngapain mesti malu."
"Ck, tep aja malu. Yang dia minta bukan kertas biasa, Nyit. Tapi aibku."
Nofiya melipat bibir. Ia berusaha menahan tawa yang sebenarnya ingin mengudara.
"Permisi, Pak Juna."
Ucapan Nofiya mengalihkan atensi Arjuna yang tengah fokus menjelaskan materi fisika. Perhatiannya kini tertuju pada dua siswi yang sudah berdiri di ambang pintu--Ayu dan Nofiya.
"Kalian sudah menemukannya?"
"Sudah, Pak." Nofiya mengangguk mantap dan menerbitkan senyum. Ia sudah tak sabar menyaksikan mimik wajah Ayu ketika menyerahkan kertas yang saat ini dibawanya pada Arjuna.
Pasti pipi Ayu akan terhias rona merah dan tangannya bergetar hebat. Itu yang terbesit di dalam pikiran Nofiya.
Decakan lirih terdengar dari bibir Ayu saat Nofiya menarik pelan tangannya dan memandunya untuk berjalan menghampiri Arjuna.
Ingin rasanya memaki Nofiya dan terbang ke Planet Pluto untuk bersembunyi dari Arjuna. Namun ia tak kuasa melakukannya dan itu teramat mustahil.
"Ini kertas yang Pak Juna maksud?" Ayu menunjukkan kertas yang tadi ditemukannya pada Arjuna sambil memalingkan wajah dan enggan menatap lawan bicara.
Kali ini, ia tidak memiliki keberanian untuk menatap wajah Arjuna karena rasa malu yang tengah mendominasi.
Ia sungguh menyesal karena pernah menulis surat cinta untuk Arjuna--guru yang dulu teramat dikagumi dan kini malah menjadi suami.
"Iya, kertas itu yang saya maksud." Sudut bibir Arjuna melengkung seiring tangannya yang terulur maju untuk menerima selembar kertas berwarna biru muda dari tangan Ayu.
"Kertas ini sangat berharga bagi saya. Terimakasih, karena kalian sudah berhasil menemukannya."
"Saya akan menyimpannya di dalam bingkai kaca, supaya kertas ini tidak terselip atau hilang," imbuh Arjuna.
"Pastinya, biar bisa dipajang juga 'kan Pak?" Nofiya tertawa kecil sambil melirik Ayu yang terlihat sedikit menundukkan wajah.
"Betul. Dan sebagai pengingat bagi orang yang sudah menuliskan kata-kata indah di selembar kertas ini ... Everlasting Love."
"Ehem. Kalau boleh tau, siapa orang yang Pak Juna maksud?" Dimas menimpali. Jiwa kepo nya mendorong untuk bertanya.
"Seseorang yang sangat berharga di hidup saya."
"Uhuk, sweet banget."
"Kiyu ... kiyu. Pak Juna lagi kasmaran." Conal dan Arkhan menyahut diiringi tawa yang memenuhi seisi ruang.
Seketika kelas menjadi riuh karena celotehan Dimas CS. Mereka belum tahu jika yang dimaksud oleh Arjuna adalah Ayu.
"Kasih liat, Pak. Kaya' gimana cewe yang udah bikin Pak Juna bucin." Dirgantara turut menimpali.
Tak ada balasan dari Arjuna. Hanya sebaris senyum yang ia perlihatkan dan lirikan sekilas yang tertuju pada Ayu.
Malu bercampur kesal. Itu yang dirasakan Ayu saat ini terhadap Arjuna.
Namun ia bisa apa? Melarikan diri ke Planet Pluto, jelas tidak mungkin. Apalagi meluapkan kekesalan dengan menyentil ginjal suaminya.
Arjuna meminta Ayu dan Nofiya untuk segera duduk di kursi masing-masing, sebelum kembali melanjutkan penjelasannya mengenai materi yang tadi disampaikan.
Kelas yang semula riuh, kini kembali hening. Semua murid tampak fokus menyimak penjelasan yang disampaikan oleh Arjuna.
"Ada yang ingin bertanya? Jika ada, saya beri waktu sepuluh menit, sebelum pelajaran fisika hari ini saya akhiri," tutur Arjuna seusai menjelaskan materi.
Sunyi. Semua murid tidak ada satu pun yang mengangkat jari atau memperdengarkan suara, tak terkecuali Ayu yang terkadang bertanya.
"Kalau tidak ada yang bertanya, maka saya anggap ... kalian paham dengan penjelasan yang tadi saya sampaikan dan siap untuk menghadapi ulangan besok pagi."
"Waduh. Jangan ulangan dulu, Pak. Otak saya bisa kopyor."
"Iya, Pak. Jangan ulangan dulu. Saya belum paham materi yang tadi Pak Juna sampein." Dimas menimpali ucapan Dirgantara dan memasang mimik wajah memelas.
"Kalian ini bagaimana? Tadi waktu saya memberi waktu untuk bertanya, tidak ada satu pun dari kalian yang mengacungkan jari apalagi bersuara."
"Kami bingung, apa yang mesti kami tanyakan, Pak. Materi yang Pak Juna jelaskan tadi .... sukar dipahami. Apalagi rumus-rumusnya." Dimas berterus terang. Otaknya yang sedikit tumpul tidak mudah untuk menerima penjelasan dari Arjuna.
"Rumus apa yang kalian rasa sulit?"
"Semuanya, Pak." Dimas CS menjawab kompak.
"Bagaimana dengan Rumus hukum Ohm? Masih ada yang belum paham?"
Suasana kembali sunyi. Tidak ada suara sahutan. Semuanya membisu, meski segelintir dari mereka masih ada yang belum paham mengenai rumus hukum Ohm. Terlebih Dimas dan geng-nya.
"Kalau semua sudah paham dan tidak ada yang bertanya, saya akhiri pelajaran fisika hari ini."
Helaan napas lega terdengar dari indera penciuman beberapa siswa kelas 12A, karena terbebas dari mata pelajaran yang menurut mereka sulit.
Namun berbeda dengan Ayu. Ia bisa menghela napas lega karena tidak lagi berhadapan dengan guru yang sukses membuatnya kesal dan diselimuti rasa malu.
"Conal, ikut saya ke ruang guru!" titah Arjuna sebelum keluar dari ruang kelas.
Conal mengindahkan perintah Arjuna. Ia segera membawa tubuhnya beranjak dari posisi duduk, lalu berjalan mengikuti ayunan kaki Arjuna.
"Nyet, Conal mau diapain sama Pak Juna?" Nofiya setengah berbisik, agar hanya Ayu saja yang mendengar ucapannya.
"Mungkin mau diinterogasi." Ayu turut berbisik.
"Ck, aku kok malah jadi kepikiran ya."
"Ngapain kepikiran?"
"Jangan-jangan Pak Juna mau ngasih hukuman buat dia."
"Ya wajar. Conal emang mesti dikasih hukuman biar kapok."
"Kalau hukumannya ... dikeluarin dari sekolah gimana?"
"Ya nggak masalah."
"Kasihan, tapi --"
"Aku heran sama kamu, Nyit. Bisa-bisa nya kamu kasihan sama cowo me-sum kaya' Conal." Ayu memotong ucapan Nofiya.
"Masalahnya, kita belum tau alasan Conal ngelakuin itu --"
"Dah lah, Nyit. Lama-lama capek ngasih paham ke kamu."
"Cowo kaya' Conal nggak pantes dicintai, apalagi dijadiin pasangan hidup. Kamu pernah ngomong sendiri 'kan, kalau dia cuma bawa sial?" Ayu menyambung perkataannya. Ia teramat kesal pada Nofiya yang terlalu bersimpati pada Conal.
Ingin rasanya menggetok kepala Nofiya, supaya dia sadar dan tidak lagi bersimpati pada orang yang tak patut dikasihani.
"Silahkan duduk!" Begitu tiba di ruang guru, Arjuna mempersilahkan Conal untuk duduk di kursi--berhadapan dengannya.
Conal menurut. Ia mendaratkan bobot tubuhnya di kursi dengan perasaan yang terasa campur aduk.
Batinnya dipenuhi deretan kalimat tanya, mengapa Arjuna membawanya ke ruang guru.
Saat ini ruang guru tampak sepi. Hanya ada Arjuna dan Conal.
Diana mengajar di kelas 11F. Winata mengajar olah raga murid-murid kelas 11A di lapangan basket. Sementara guru-guru yang lain tengah disibukkan dengan tugas mereka masing-masing.
"Conal, semalam saya melihat kamu masuk ke Apartemen 'Indah'. Apartemen yang khusus dihuni oleh para wanita. Jelaskan pada saya, apa tujuanmu mendatangi apartemen itu!"
Tubuh Conal seketika bergetar kala mendengar perkataan Arjuna. Ia ragu sekaligus takut untuk memberi penjelasan dan menceritakan kisah hidup yang memaksanya untuk terjun ke lembah dosa.
"Sebenarnya saya --"
🍁🍁🍁
Bersambung
.
Apa dia masih sempat bobok siang dgn tugas sebanyak itu.
Mas Win juga CEO..ya kali cuma suamimu aja
Dia tetap Deng Weiku.
Di tik tok aku udah banyak saingan. masa di sini juga
Ayu udah gak perawan.
Dan dia perawani oleh gurunya sendiri...😁😁
mandi berdua juga harusnya.
khilaf lagi ntar. Fix gak ke sekolah mereka hari ini