NovelToon NovelToon
Jodoh Di Tangan Semesta

Jodoh Di Tangan Semesta

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Aliansi Pernikahan / Beda Usia / Keluarga / Karir
Popularitas:21.4k
Nilai: 5
Nama Author: nowitsrain

Anindya Semesta hanyalah gadis ingusan yang baru saja menyelesaikan kuliah. Daripada buru-buru mencari kerja atau lanjut S2, dia lebih memilih untuk menikmati hari-harinya dengan bermalasan setelah beberapa bulan berkutat dengan skripsi dan bimbingan.

Sayangnya, keinginan itu tak mendapatkan dukungan dari orang tua, terutama ayahnya. Julian Theo Xander ingin putri tunggalnya segera menikah! Dia ingin segera menimang cucu, supaya tidak kalah saing dengan koleganya yang lain.

"Menikah sama siapa? Anin nggak punya pacar!"

"Ada anak kolega Papi, besok kalian ketemu!"

Tetapi Anindya tidak mau. Menyerahkan hidupnya untuk dimiliki oleh laki-laki asing adalah mimpi buruk. Jadi, dia segera putar otak mencari solusi. Dan tak ada yang lebih baik daripada meminta bantuan Malik, tetangga sebelah yang baru pindah enam bulan lalu.

Malik tampan, mapan, terlihat misterius dan menawan, Anindya suka!

Tapi masalahnya, apakah Malik mau membantu secara cuma-cuma?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nowitsrain, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Semesta 29.

"Mas Malik!"

Percuma. Malik sudah kadung menghilang di balik pintu. Mau sampai kering kerontang tenggorokan Anindya memanggil pun, yang punya nama tidak akan dengar apalagi menyahut.

"Bocah tua aneh," cibirnya.

Selang satu detik kemudian, dia berlatih pada Tamtam. Sorot matanya penuh keseriusan. "Kamu," panggilnya sambil menoel sedikit kepala si gendut. "Aku pulang dulu. Bocah tuaku udah mau berubah jadi genderuwo bermata hijau soalnya. Inget, jangan nakal di sini. Kamu harus jadi good boy dan nggak nyusahin Glenn."

Tamtam cuma memandangnya balik sambil matanya berkedip perlahan beberapa kali. Lagaknya seperti paham saja apa yang Anindya wejangkan.

"Kamu harus akur sama temen-temenmu yang lain," imbuhnya. "Harus bersyukur karena Glenn mau pungut kamu, kasih kamu tempat tinggal dan makanan enak setiap hari."

Mendengar itu, bukannya Tamtam yang bereaksi, melainkan Glenn. Remaja itu tertawa pelan dengan pandangan tak lepas dari sosok Anindya.

Anindya hanya menoleh sekilas sebelum meneruskan wejangannya. "Kalau nakal, aku sendiri yang bakal balikin kamu ke jalanan, biar jadi gelandangan dan kelaparan. Mengerti?" Kepala Tamtam ditoel berkali-kali.

Si gendut akhirnya buka suara. Ia mengeong lembut lalu menggesekkan kepalanya ke tangan Anindya. Minta diberi kasih sayang sebelum mereka betulan pisah.

"Iya, iya, nanti kita ketemu lagi." Anindya mengangkat tubuh Tamtam, lalu mengecup singkat puncak kepalanya. Habis itu si buntelan bulu gendut diserahkan pada Glenn selaku papa angkatnya.

"Kabarin kalau udah sampai," kata Glenn penuh perhatian.

Anindya hanya mengangguk singkat, kemudian gegas pergi sebelum Malik memaksakan serangan balasan bersama anggota damkar.

Sewaktu kakinya baru menjejak di luar pet cafe, Anindya sudah disuguhi pemandangan menyeramkan. Kaca jendela mobil Malik diturunkan sampai mentok. Sang empunya menumpukan lengan di sana, pandangannya terlempar ke arah dirinya dengan sorot mematikan. Detik itu juga Anindya merasakan bulu kuduknya meremang.

"Satu!" Lelaki itu tiba-tiba mulai berhitung.

Anindya tidak tahu apa-apa. Entah hitungan itu untuk apa dan akan sampai angka berapa tapi, tubuhnya secara naluriah bergerak lebih cepat. Kaki-kaki kurusnya terayun cepat. Berlari secepat kilat untuk sampai di mobil Malik sebelum hitungannya berlanjut.

"Stop!" serunya begitu berhasil masuk mobil dan duduk di sebelah Malik. Waktu dia bicara begitu, hitungan Malik sudah sampai angka empat.

Malik menyorot tajam. "Lima," finalnya. Kemudian tanpa aba-aba, Malik mendekat ke arah Anindya.

Gerakannya yang terlalu tiba-tiba membuat jantung Anindya hampir saja melompat keluar saking terkejutnya. Tangannya juga sampai gemetaran, dua-duanya mengepal di depan dada.

"Seatbelt," ucap Malik, persis di sebelah telinganya. Makin-makin saja Anindya merinding. Aura Malik seperti mau makan orang saja.

Beres memasangkan seatbelt dengan sempurna, Malik kembali ke posisinya. Tangan menggenggam kemudi, kaki stand by di atas pedal gas, dan tatapannya tajam menyorot ke depan.

"Tanya sama Glenn," katanya tiba-tiba, sewaktu mesin dinyalakan dan roda-roda mobil mulai bergerak perlahan.

Dahi Anindya mengerut. "Tanya apa?"

"Tanya sama dia, boleh nggak kita adopsi Tamtam setelah menikah nanti."

Tubuh Anindya yang tadinya tegang perlahan mulai melemas. Dari yang awalnya takut berubah kebingungan.

"Kenapa emangnya? Tamtam udah nyaman di pet caffe-nya Glenn. Temennya banyak, makanannya pun terjamin."

Malik menoleh sekilas, itu pun sambil menarik napas berat. "Biar kamu nggak cari-cari alasan buat ke pet caffe-nya Glenn terus. Alasannya mau ketemu Tamtam, padahal aslinya mau ketemu sama Glenn, kan?"

Speechless sih, tapi karena ini adalah Anindya yang isi otaknya 99,99 persen kejahilan, dia malah menemukan ide untuk menyerang balik.

"Oh, Mas Malik cemburu?" pancingnya sambil senyum-senyum meledek.

"Nggak."

Senyum jahil Anindya makin menjadi-jadi. "Masa?" godanya, sambil tangannya mencolek gemas lengan Malik. Hari ini calon suaminya itu hanya mengenakan kaos pendek, jadi Anindya bisa langsung mencolek kulitnya yang sehalus pantat bayi itu.

Mulut Malik boleh saja bungkam, tapi reaksi tubuhnya, meski sekecil apa pun, tidak akan pernah luput dari perhatian Anindya. Gadis itu memperhatikan dengan saksama. Lantas tersenyum bangga sebab kemampuan menganalisanya makin lama makin oke saja.

"Mas Malik tahu, nggak?" mulainya. Lagi-lagi Malik tidak menjawab dan hanya melirik mau-tak-mau. "Ada satu tanda khas waktu Mas Malik malu, salah tingkah, atau cemburu."

Topik itu berhasil membuat Malik akhirnya menoleh sejenak.

"Ini." Telunjuk Anindya sekonyong-konyong menyentuh daun telinga Malik yang memerah. Sang empunya praktis bergidik ngeri. Hampir kehilangan konsentrasi.

Malik melirik sewot sambil menjauhkan kepalanya. "Apa sih?" cetusnya galak.

"Itu ... merah," sahut Anindya. Dirasa sudah cukup menjahili, dia kembali ke posisi duduk yang benar. "Kuping Mas Malik pasti selalu berubah merah kalau lagi malu, salah tingkah, atau cemburu."

"Sok tahu."

"Tahu, lah," sosornya. "Anin kan selama ini selalu mengamati dan meneliti gerak-gerik Mas Malik."

Mobil berhenti di lampu merah. Malik memanfaatkan momentum itu untuk melepaskan genggamannya dari kemudi, beradu tatap dengan gadis ingusan di sebelahnya.

"Kamu pikir saya ini apa? Virus, yang perlu diteliti perkembangannya supaya bisa dibuatkan obat penawar?"

Kepala Anindya malah mengangguk. "Mas Malik memang virus," celetuknya. "Virus cinta, yang menyerang setiap sel-sel di tubuh Anin sampai rasanya lumpuh semua. Sampai sejauh ini belum ada obatnya. Makanya Anin rajin meneliti supaya bisa dapat penawarnya."

Malik mendecih, lalu membuang napas kasar. Tampaknya muak sekali dengan kelakuan Anindya.

"Kalau bukan karena terlanjur bikin perjanjian sama Tuhan, udah saya buang kamu ke kolong jembatan."

"Heh, apa itu maksudnya? Tega banget mau buang Anin? Dikira Anin sampah?"

"Udah diem, lampunya udah hijau lagi tuh. Saya mau fokus nyetir."

"Jelasin dulu, maksudnya perjanjian sama Tuhan itu apa?"

Malik berusaha tidak menggubris. Tetapi baru saja pedal gas diinjak, Malik terpaksa rem mendadak. Seorang murid SMA tahu-tahu nyelonong di depannya. Lari-lari berkejaran dengan waktu sebelum para pengendara tancap gas sempurna.

Akibat rem yang diinjak secara tiba-tiba, mobil pun mengalami guncangan ringan. Malik masih bisa mempertahankan tubuhnya dengan bertumpu pada kemudi. Tetapi Anindya lain lagi. Dia sedang tidak dalam posisi siap untuk menghadapi guncangan apa pun. Jadi tubuhnya terpental ke depan dan nyaris saja kepalanya menghantam dashboard. Untung saja refleks Malik bagus. Sehingga alih-alih dashboard, jidat kecil Anindya justru mendarat di lengannya.

"Nggak apa-apa?" tanya Malik khawatir. Kendaraan di belakang sudah mulai membunyikan klakson, maka Malik tidak punya pilihan selain melajukan mobilnya sembari memeriksa kondisi Anindya.

"Anin nggak apa-apa."

Malik mengangguk dan perlahan menjauhkan lengannya dari kepala Anindya. Namun belum sempurna dia bawa menjauh, sudah lebih dulu ditarik kembali oleh Anindya.

Malik semakin tidak bisa berkata-kata saat gadis itu tiba-tiba menggenggam tangannya. Begitu erat. Seakan takut kehilangan.

Bersambung....

1
Zenun
Sekarang sudah jadi istri orang Ma🥲
Zenun
awas nek, nanti encok
Zenun
Anin gak gila, emang begitu apa adanya seorang istri ke suami tu😄
Zenun
Lalu, bagaimana peperangan itu detailnya?😁
Zenun
Buar kedengeran urgent
Zenun
udah dong, tapi malu lah kalau diceritain, eheummmp🙃
Zenun: siapa ya
total 2 replies
Zenun
emangnya kalau ada Anin, semvak mas Malik di umpetin?😁
nowitsrain: Takut kebablasan maksudnya
total 3 replies
Zenun
Dan gak mungkin kamu menghindar terus Malik, buat Anindya mati kutu😁
nowitsrain: Takut bocahnya lebih gragas 😭😭
total 1 replies
Zenun
diladeni mah tackut
Zenun
hadiahnya tolong bikinin dedek bayi dong😁
nowitsrain: Alamak
total 1 replies
Zenun
bocahnya udah ngadu duluan 😁
nowitsrain: Cari aman...
total 1 replies
Zenun
Sepertinya bapake hanya kaget bentar, terus biasa lagi, mengingat waktu dibohongi kehamilan Anin, beliau cepat berdamai dengan masalah 😁
nowitsrain: Hihihi
total 1 replies
Zenun
Jadi pengen perkaos ya
nowitsrain: Astaghfirullah Kakak 😭😭
total 1 replies
Zenun
sebentar lagi jreng.. jreng.. jreng
Zenun
si om udah mateng banget pasti
Zenun
akhirnya jadi suami istri, penisirin Anindya bijimana menjalani irt😁
Zenun
jangan memupuk rasa takut, Bang
netizen nyinyir
akhirnya nikah juga tu si malik
Zenun
Biar gak kaku, sekali-kali random kaya Anin
Zenun
heleh, kau pun acc😁
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!