Anika seorang gadis yang tidak pernah membayangkan jika dirinya harus terlibat dalam malam panas dengan seorang pria beristri.
Cerita awal, ketika dirinya menginap di rumah sahabatnya, dan di saat itu pula dia tidak tahu kalau sudah salah masuk kamar, akibat keteledorannya ini sampai-sampai dirinya harus menghancurkan masa depannya.
Hingga beberapa Minggu kemudian Anika datang untuk meminta pertanggung jawaban karena dia sudah dinyatakan hamil oleh dokter yang memeriksanya.
Akan tetapi permohonannya di tolak begitu saja oleh lelaki yang sudah membuatnya berbadan dua.
Apakah Anika mampu membawa benihnya itu pergi dan membesarkan sendirian?? Temukan jawabannya hanya di Manga Toon
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayumarhumah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab Dua Puluh Sembilan
Sore itu juga, saat malam menjelang, matahari mulai meninggalkan peredarannya dengan jejak semburat jingga yang begitu indah di langit yang mulai sedikit gelap. pada waktu itu juga Aslan mengetuk pintu kamar Anika. Ia memberanikan diri membawa secarik kertas kecil dan suara yang berat menahan kegugupan.
"Nik... boleh bicara sebentar?"
Anika yang tengah menyisir rambut Aruna hanya mengangguk pelan. Kemudian anak itu pamit ke kamar adiknya.
"Bunda aku pamit ke kamar dulu ya," pamitnya yang diangguki oleh Anika.
Aslan duduk di kursi seberang, ranjang lalu menyerahkan kertas itu.
"Apa ini?" tanya Anika sambil menatap lembaran tersebut.
"Formulir permohonan nikah. Aku... tahu ini terlalu cepat. Tapi aku ingin lakukan ini bukan cuma sebagai bentuk penebusan. Tapi karena... aku ingin bertanggung jawab. Terutama untuk anak-anak. Aku mau jadi ayah mereka yang sah. Dan suami kamu, kalau kamu izinkan," ucap Aslan sedikit bergetar.
Anika mematung. Lama. Udara di kamar seolah menebal. Kertas itu masih di tangannya, belum tersentuh sepenuhnya, tapi tangannya bergetar seolah tidak sanggup untuk membukanya.
"Aku nggak janji bisa mencintaimu," ucap Anika pelan.
Aslan tersenyum sendu. "Aku nggak minta dicintai. Aku hanya minta kesempatan. Untuk memperbaiki semua. Untuk menjadi pria yang seharusnya dulu bertanggung jawab untuk mereka."
Anika menunduk, air matanya jatuh setetes.
Dan malam itu, tanpa jawaban pasti, hanya tatapan penuh arti dan sebait kelegaan dalam keheningan, mereka berdua tahu: ini bukan akhir... ini awal dari perjalanan baru yang tidak dibangun di atas cinta membara, tapi atas pondasi tanggung jawab, luka yang disembuhkan, dan anak-anak yang butuh keluarga utuh.
Aslan kembali menatap wajah Anika yang sudah di penuhi bulir air mata di pipinya, tangan kokoh itu perlahan mulai diangkat untuk menyeka serpihan air mata yang terjatuh.
"Maaf atas semua kesalahan ini, aku ... Memang bukan lelaki yang baik untuk kamu, aku pecundang aku pengecut dan aku ....," kata-kata Aslan menggantung.
"Sudah jangan di ulangi kembali, kamu adalah ayah dari anak-anakku, bagaimanapun kamu tapi aku mau menerima usahamu meskipun aku tidak bisa menjanjikan apa-apa kedepannya untuk mu," ujar Anika.
Aslan terdiam sejenak pria itu merasa bersalah atas keterlambatannya, akan tetapi di lembaran baru nanti ia berjanji akan menjadi versi baiknya untuk mereka.
☘️☘️☘️☘️
Keesokan harinya.
Mentari mulai bersinar menyinari pagi yang penuh dengan keceriaan, anak-anak mulai memakai baju seragam mereka dengan bantuan Aslan, sedangkan Anika baru selesai memasak untuk menu sarapan paginya.
Setelah itu Anika langsung membersihkan tubuhnya dari asap dapur yang menempel, Anika mulai memanggil anak-anak.
"Kakak ... Abang ... Adik, sarapan sudah matang, sekalian ajak Papa!" seru Anika, sebelum ia melangkah ke kamar mandi.
"Iya Bun," sahut ketiganya dengan serempak.
Langkah kecil itu mulai menuju ke tempat makan yang hanya beralaskan tikar, dengan menu sederhana Aslan ikut memakan masakan Anika yang memang sedikit kurang cocok di lidahnya akan tetapi dirinya mencoba membiasakan demi ketiga buah hatinya.
"Papa, ayo makan yang lahap kaya Adik dan Abang nih," ucap Arjun.
"Iya Sayang, ini Papa sudah makan, sambil nyiapin Kakak tentunya," sahut Aslan.
Senyuman polos mereka menjadi kebahagiaan tersendiri oleh Aslan, apalagi ketika melihat Aruna yang sekarang begitu manja layaknya sudah menemukan cinta pertamanya.
'Aku rumah mu Nak, maaf jika cinta pertamamu ini pernah pergi meninggalkanmu,' ucap Aslan di dalam hatinya.
Mereka masih menikmati menu makanannya, sedangkan Anika baru keluar dari kamar mandi dengan mengenakan handuk kimono dan rambut yang di tutupi mengenakan handuk, karena di sini ada lawan jenis yang bukan mahram sebisa mungkin Anika menutup semua auratnya.
Aslan terpukau untuk yang pertama kalinya melihat wajah segar Anika yang habis mandi, wanita itu jalan menunduk di hadapan mereka yang sedang makan.
"Permisi," ujarnya penuh kesopanan.
Anika langsung masuk ke dalam kamarnya sementara Aslan masih termenung menatap ke arah pintu kamar Anika bahkan dirinya sampai di tegur anaknya karena berhenti cukup lama.
"Papa ... suapi lagi," tegur anaknya itu.
"I ... iya Sayang, maaf ya," sahut Aslan lalu segera menyuapi putrinya kembali.
Sarapan sudah selesai semuanya sudah tertata kembali di dapur bahkan tangan Aslan sendiri yang melakukan, meskipun sempat di larang oleh Anika akan tetapi pria paruh baya itu tidak menggubris.
"Mas, sudah jangan di beresin biar aku saja," cegah Anika.
"Tidak Nik, kamu sudah cantik dan wangi, jadi gak aku ijinkan untuk nyentuh piring-piring kotor ini," tolak Aslan.
"Enggak lah Mas, aku sudah terbiasa seperti ini," sahutnya tanpa canggung lagi.
"Sudah jangan ngeyel sudah selesai semua," ucap Aslan sambil mengambil satu persatu piring bekas itu.
Sejenak keduanya berdiri saling berhadapan, Aslan menatap wajah sendu Anika yang mampu mengalihkan dunianya beberapa hari ini, seragam atasan putih dan rok hitam beserta hijab putih segitiga yang terlihat begitu rapi membalut permukaan tubuh dan wajahnya, Aslan begitu tertarik tidak biasanya ia menyukai wanita berhijab, akan tetapi ketika melihat Anika dunianya seolah berubah dalam sekejap.
"Kamu cantik Nik," puji Aslan untuk yang beberapa kali.
"Makasih Mas," sahut Anika sedikit malu.
"Ya sudah aku berangkat dulu ya," pamit Anika.
"Aku antar," sahut Aslan segera.
Kali ini Aslan mulai membawa motor NMAX Turbo Tech Max, lalu berhenti ke rumah Anika pria itu masih terlihat muda dan gagah meskipun usianya sudah memasuki kepala lima.
"Sayang ayo naik, Adik di depan, Kakak dan Abang di belakang, masih sisa sedikit gak untuk Bunda?" tanya Aslan kepada Arjun yang naik paling belakang.
"Kayaknya masih tersisa Pa," sahut Arjun.
"Nik ... ayo ikut naik juga masih ada sisa nih," ajak Aslan.
"Mas, masak mau naik gerombolan seperti ini," sahut Anika.
"Memang kenapa Nik, kan seru," ucap Aslan sedangkan Anika hanya mengelus dada.
Aslan terdiam sejenak sambil melihat wajah sendu Anika. "Kamu malu ya Nik?" tanya Aslan.
"Enggak," sahut Anika langsung bonceng di bagian belakang sendiri.
"Nah gitu dong gak usah malu, kan seru naik motor ramai-ramai," ucap Aslan dengan senyum yang memancarkan ketampanannya.
Motor mulai berjalan melewati jalanan aspal yang menuju ke sekolah mereka.
"Yeeh, akhirnya kita tidak pernah jalan kaki lagi ya Bang," ucap Arash sambil berteriak.
"Iya Dik," sahutnya dengan penuh kebahagiaan.
Momen-momen seperti ini yang membuat Anika sadar, jika ia tidak mampu memberikan cinta dengan sendirinya terhadap anak-anaknya, mungkin ia mampu berjuang sendiri membesarkan mereka, tapi cinta seorang ayah tidak mungkin bisa ia berikan.
'Semoga ini menjadi jalan terbaik untuk mereka,' batin Anika.
Bersambung ....
Semoga suka ya kak dengan kelanjutan bab ini jangan lupa kasih like dan komen🥰🥰🥰🙏🙏🙏
semangat up yea thourrr dan sehat selalu🥰🥰🥰😘😘😘...