Dinda memilih untuk menikah dengan seorang duda beranak satu setelah dirinya disakiti oleh kekasihnya berkali-kali. Siapa sangka, awalnya Dinda menerima pinangan dari keluarga suaminya agar ia berhenti di ganggu oleh mantan pacarnya, namun justru ia berusaha untuk mendapatkan cinta suami dari hasil perjodohannya itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hasriani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bagian 28
Seketika rasa lega menghampiri Dinda, menatap Indra dengan tatapan nanar seolah tatapannya itu mengatakan terima kasih yang begitu besar padanya.
"Terima kasih kak Indra, terima kasih." Ucap Dinda begitu lega.
Air matanya sudah tidak bisa ia bendung sejak tadi Rindu datang, kakinya yang terasa lemas sehingga hampir kehilangan tumpuan.
"Kamu yang kuat yah Dinda." Ibunya Indra langsung memeluknya untuk menguatkannya.
Rindu yang tidak kuat melihat Dinda seperti itu menggigit bibir bawahnya agar tidak ikut menangis, Dinda sudah cukup sedih, ia tidak mau jika ia ikut menangis maka Dinda akan lebih sedih lagi.
"Ikut saya Kak, kita ke kantor palang merah buat donor darah dulu." Ajak Rindu kemudian pada Indra.
"Oh iya." Jawab Indra menganggukkan kepalanya mengerti.
Sebelum pergi Rindu menepuk pelan pundak Dinda yang masih berada di pelukan Ibunya Indra.
"Dinda, aku pergi dulu yah." Pamitnya pelan pada Dinda, Dinda pun melepaskan pelukan Ibunya Indra.
"Aku minta tolong yah Rin." Pintanya menatap Rindu dengan tatapan penuh harap.
"Jangan khawatir." Jawab Rindu tersenyum seolah mengatakan semuanya akan baik-baik saja.
Rindu pun beranjak dari sana dengan langkah yang terburu-buru, Indra pun bergegas mengikutinya.
***
Setelah semua prosedur dijalankan, salah seorang staf palang merah mulai menyuntikkan jarum besar di vena siku bagian dalam Indra, ia ditemani oleh Rindu disana yang menunggunya diruangan yang sama.
"Oh iya, Papanya Dinda kecelakaan dimana?." Tanya Indra yang tidak biasanya berbicara lebih dahulu memulai sebuah obrolan.
"Didepan rumahnya kak, kita belum tau siapa yang menabrak petang tadi. Polisi baru menyelidiki, kata Dinda Papanya tertabrak karena berusaha menyelamatkan Dinda." Jawab Rindu sesuai apa yang diceritakan Dinda padanya tadi.
"Dinda tidak punya keluarga yang lain?." Tanya Indra lagi penasaran.
"Tidak ada kak, dari kecil Dinda cuma dirawat sama Papanya, Mamanya meninggal dalam kecelakaan juga, hidup Dinda sangat kesepian, tapi dia anak yang kuat." Jelas Rindu yang begitu mengenal Dinda.
Mendengar kata-kata Rindu membuat Indra memikirkan keadaan Dinda saat ini, pasti ia sangat ketakutan, belum lagi rasa trauma masa lalu pasti menghantuinya karena nyawa Ibunya hilang karena kecelakaan juga, pikir Indra.
"Kamu pasti sudah lama berteman dengan Dinda." Tebak Indra merasa yakin karena Rindu begitu sigap menjaga dan membantu Dinda.
"Dinda bagi saya sudah bukan teman lagi, dia sudah seperti saudara saya sendiri. Saya sangat berharap Dinda bisa lebih bahagia, dia sudah cukup lama hidup dalam kesepian, senyum dan tawanya bisa menutupi pandangan orang lain bahwa dia bahagia dan baik-baik saja. Tapi jauh dalam dirinya, Dinda sosok yang rapuh." Entah kenapa Rindu merasa sedih jika mengingat hari-hari yang sudah dilewati oleh Dinda, belum lagi masalah Yuda yang menghabiskan masa remaja Dinda yang berharga.
"Dinda beruntung punya sahabat seperti kamu." Ucap Indra begitu tiba-tiba, Rindu pun menatapnya.
"Saya juga beruntung punya Dinda, semoga saja Om Tama bisa bertahan, dunia Dinda saat ini adalah Om Tama, saya tidak bisa membayangkan bagaimana jadinya Dinda kalau Om Tama kenapa-kenapa." Kata Rindu penuh harap.
Staf yang tadi pergi, datang kembali dan melihat kantong darahnya sudah hampir penuh.
"Oke sudah selesai." Ucapnya kemudian menggunting selang kantong darah tersebut, dan melakukan tindakan lainnya, lalu mencabut jarum tadi dari tangan Indra.
"Ini langsung diantar ke rumah sakit kan mas?, operasinya kurang lebih setengah jam lagi." Tanya Rindu sekaligus memberitahu jam operasi Ayahnya Dinda.
"Iya Mbak, tadi kita juga sudah membawa berkasnya ke rumah sakit. Pasien juga sudah dipindah ke ruang operasi katanya." Jawab staf tersebut menjelaskan.
"Terima kasih Mas, kalau begitu kami permisi." Ucap Rindu lalu berpamitan pada stafnya.
Rindu dan Indra pun segera keluar dari sana, mereka menuju ke parkiran dan segera masuk ke dalam mobil lalu kembali ke rumah sakit.
***
Rindu berjalan menyusuri lorong rumah sakit menuju ke ruang operasi, Indra pun masih mengikutinya. Mereka berdua mendapati Dinda dan Ibunya Indra tengah duduk di bangku panjang yang letaknya tidak jauh dari ruang operasi.
"Sudah selesai?." Tanya Ibunya Indra pada Indra.
"Iya Ma." Jawab Indra tersenyum.
"Terima kasih kak Indra." Ucap Dinda merasa lega, namun tatapannya sangat kosong.
"Sama-sama Dinda." Indra pun menepuk bahu Dinda untuk menenangkannya.
"Kamu pulang saja dulu Indra, biar Mama yang temani Dinda disini." Kata Ibunya, Dinda pun menggelengkan kepalanya menatap Ibunya Indra.
"Tante pulang saja sama kak Indra, kata Dokter tadi operasinya berjalan cukup lama, Tante harus istirahat juga." Dinda merasa tidak enak jika terus merepotkan mereka lebih jauh lagi.
"Biar Tante temani kamu disini sayang, nanti kalau kamu butuh sesuatu bagaimana." Ucapnya merasa khawatir.
"Ada saya kok Tante, Tante tidak perlu khawatir." Kata Rindu dengan hati-hati agar tidak menyinggung perasaan Ibunya Indra.
"Mama saja yang pulang, aku juga minta tolong sekalian jaga Ciara. Biar aku yang temani Dinda disini." Ibunya berpikir sejenak mendengar ucapan putranya.
"Aku sudah cukup merepotkan kak Indra." Dinda benar-benar merasa bersalah pada Indra dan Ibunya, rasanya berat jika harus menerima bantuan mereka terus menerus.
"Tidak perlu dipikirkan Dinda, biar aku temani kamu disini." Kata Indra kemudian, kata-katanya terdengar tidak ingin ada penolakan.
"Indra benar Dinda, kamu harus ada yang temani disini." Ucap Ibunya Indra setuju dengan usulan anaknya.
"Kalau begitu..Rin kamu juga pulang saja yah sama Tante, kamu pasti capek seharian kerja langsung kesini." Kini Dinda menyuruh Rindu yang pulang karena juga merasa tidak enak pada Sahabatnya.
"Aku mau disini temani kamu Dinda, aku juga mau tunggu Om Tama selesai operasi, lagi pula besok juga akhir pekan, aku libur jadi biar aku temani kamu menunggu Papa kamu." Rindu pun menolak pergi, Dinda tidak bisa melarangnya.
"Terima kasih Rindu." Ucapnya hanya bisa berterima kasih pada sahabatnya.
"Tidak perlu berterima kasih Dinda, Om Tama sudah seperti Papa aku sendiri." Kata Rindu tersenyum meyakinkan Dinda.
"Kalau begitu Tante pulang dulu yah." Ibunya Indra pun pamit pergi dari sana.
"Iya Tante, terima kasih banyak sudah datang." Ucap Dinda kemudian.
"Iya sayang, kamu yang kuat yah." jawab Ibunya Indra sembari memeluk Dinda sebentar lalu melepasnya, "Indra, jaga Dinda baik-baik." Pesannya pada anaknya.
"Iya Ma."
Ibunya Indra pun beranjak pergi dari sana meninggalkan Dinda, Indra dan Rindu yang menunggu operasi Ayahnya Dinda yang sedang berjalan didalam sana.
***
Sudah lewat tengah malam, tapi operasinya masih berlangsung. Rindu yang sangat lelah akhirnya tertidur di salah satu kursi tunggu yang berhadapan dengan kursi panjang yang diduduki oleh Indra dan Dinda.
"Rindu pasti kelelahan." gumam Dinda menatap sahabatnya yang tertidur lelap.