Menikah sekali seumur hidup hingga sesurga menjadi impian untuk setiap orang. Tapi karena berawal dari perjodohan, semua itu hanya sebatas impian bagi Maryam.
Di hari pertama pernikahannya, Maryam dan Ibrahim telah sepakat untuk menjalani pernikahan ini selama setahun. Bukan tanpa alasan Maryam mengajukan hal itu, dia sadar diri jika kehadirannya sebagai istri bagi seorang Ibrahim jauh dari kata dikehendaki.
Maryam dapat melihat ketidaknyamanan yang dialami Ibrahim menikah dengannya. Oleh karena itu, sebelum semuanya lebih jauh, Inayah mengajukan agar mereka bertahan untuk satu tahun ke depan dalam pernikahan itu.
Bagaimana kelanjutan pernikahan mereka selanjutnya?
Ikuti kisah Maryam dan Ibra di novel terbaru "Mantan Terindah".
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lailatus Sakinah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Keraguan Ibra
"Ck ... Mantan terindah." Ibra berdecak, dia memalingkan wajahnya saat menatap Maryam yang begitu lancarnya berkata tentang perceraian.
"Sepertinya kamu bersemangat sekali untuk berpisah dari aku."
"Jangan memutar balikkan fakta, Akang. Aku hanya ingin membuat dosa Akang berkurang."
"Akang pikir tidak dosa gitu bersamaan dengan lawan jenis padahal Akang sudah punya istri, emang tidak berdosa gitu diam-diam bertemu dengan lawan jenis bahkan mantan kekasih di belakang istri?"
"Aku hanya ingin Akang lebih bebas melakukan apapun dengan Tasya kalau kalian sudah halal. Lagi pula bukankah ini memang sudah menjadi rencana setahun yang lalu? Justru aku merasa bersalah karena menjadi jeda dari hubunganmu dengan Tasya."
"Maryam sayang, aku dan Tasya hanya teman." tegas Ibra,
"Tapi tidak dengan Tasya Kang, dia tetap beranggapan jika apa yang Akang lakukan adalah bentuk cinta akang untuk dia."
"Lihat ini, apa ini yang akan sebut teman?" Maryam menunjukkan layar ponselnya yang menampilkan kiriman pesan dan foto dari Tasya.
"Ckkk ..."
"Kenapa? Gak bisa ngelak kan?"
"Maryam, aku akan ..."
"Akang, mari kita berpisah baik-baik, aku juga tidak mau menjadikan perihal Tasya menjadi penyebab perpisahan kita. Sejak awal pernikahan kita mungkin memang salah."
"Maryam ..." ucap Ibra lirih, ditatapnya wajah cantik wanita yang sudah menjadi istrinya selama setahun ini. Mereka bahkan sudah melewati malam-malam indah berdua. Namun akhirnya hari ini tiba juga.
"Kamu yakin mau berpisah dengan aku?" tanya Ibra dengan tatapan sendunya.
"Iya."
"Bagaimana kalau di dalam sini ada Ibra atau Maryam junior?"
"Insya Allah tidak Kang."
"Kenapa seyakin itu?"
"Sudahlah Akang, jangan membuat aku ragu lagi dan akhirnya aku tersakiti lagi. Akang harus tahu tidak sulit untukku mencintai Akang, karena mencintai orang yang kita nikahi itu adalah kewajiban. Dan Akang tahu? Kalau aku merasakan sakit yang sangat setiap kali mengingat kebersamaan Akang dengan mantan kekasih Akang. Bukankah itu karena aku mencintai Akang."
"Aku jadi kesal sama diriku sendiri, kenapa harus sakit hati."
"Maryam, aku juga."
"Sekarang lebih baik Akang pulang, cari penginapan di mana gitu, besok kita bertemu lagi di pengadilan."
"Maryam, tidak adakah niat di hatimu untuk kita memperbaiki semuanya?"
"Sepertinya selama di kehidupan Akang bayangan Tasya masih ada maka semuanya akan berakhir sama. Akang paling gak bisa bilang tidak kan sama dia? Dan itu menyakiti aku, jadi lebih baik kita sudahi rumah tangga ini dengan baik-baik, mari kita jalani kehidupan masing-masing dengan kebahagian sesuai versi masing-masing."
"Aku do'akan kebahagiaan untuk Akang, dan begitu pun aku, walau pun harus menjadi janda, semoga kebahagiaan segera menghampiriku."
"Sayang..."
"Akang jangan panggil aku sayang lagi."
"Tapi aku memang sayang sama kamu."
"Iya, terima kasih." jawab Maryam, dia hendak membuka pintu agar Ibra juga keluar dari kamarnya.
"Tunggu." seru Ibra menghentikan langkah Maryam.
"Baiklah kalau itu memang sudah menjadi keputusanmu. Tapi izinkan malam ini aku tidur di sini."
"Tapi ..."
"Tidak ada penolakan, aku yang akan bilang sama Abah dan Ambu."
Ibra keluar dari kamar meninggalkan Maryam yang melongo melihat tingkah suaminya. Maryam hanya menghela nafas, tak lagi bisa berbuat apa-apa.
"Akang, besok kita mau berpisah. Harusnya tidak seperti ini." Maryam menggelinjang, Ibra sudah menguasai tubuhnya saat ini. Dia tidak bisa menghindar ketika tengah lelap Ibra yang baru selesai urusannya dengan Abah masuk dan langsung memeluknya.
"Kita masih sah suami istri sayang."
"Tapi besok tidak lagi."
"Makanya mari kita nikmati malam ini."
"Tapi ..."
"Maryam ... Bukankan kamu yang bilang kalau kita dipertemukan dengan cara yang baik maka jika berpisah pun harus dengan baik pula."
"Jika kamu keukeuh ingin kita berpisah, biarkan malam ini menjadi kenangan yang indah untuk kita berdua."
"Argghh, Akang."
Malam terus berlanjut, malam yang akan menjadi malam terakhir bagi sepasang suami istri karena perjodohan itu bahwa mereka akan berpisah dengan baik-baik.
Hari berganti, setelah sarapan Ibra pamit untuk mengunjungi sahabatnya yang kebetulan ada di Garut.
Keduanya sepakat siang nanti akan bertemu di pengadilan untuk mendaftarkan perceraian mereka.
Abah dan Ambu melepas calon mantan menantunya itu dengan haru. Walau bagaimana pun mereka tidak bisa memaksakan kehendak untuk kedua kalinya. Kali ini mereka akan membiarkan putri bungsunya menemukan kebahagiaannya sendiri.
"Ada apa? Kusut amat?". Di sinilah Ibra berada, di villa milik sahabatnya Ahsan yang tengah berlibur dengan keluarga kecilnya di Garut.
"Aku akan bercerai dengan Maryam."
"Hah? Seriusan?"
"Heum... Dia yang keukeuh ingin bercerai."
"Karena perjanjian gila kalian di awal menikah?"
"No ..." Ibra menggelengkan kepalanya.
"Lalu?"
"Maryam mengetahui kalau selama ini diam-diam aku suka menemui Tasya."
"Ckkk, apa aku bilang. Kamu hanya sedang memantik api kan."
"Tapi aku melakukannya murni hanya ingin menolong dia, kasihan saja, tidak ada yang bisa dia mintai tolong selain aku."
"Itu kata Tasya kan sengaja biar kamu semakin empati. Nyatanya itu trik buat ngehancurin rumah tangga kamu."
"Tapi kami hanya berteman, Tasya juga setuju hanya sekedar berteman."
"Dan dengan bodohnya kamu percaya?"
"Pintarnya bisnis aja, urusan ginian gak bisa baca situasi."
"Tasya baik San, kamu tahu kan?"
"Iya, tapi itu dulu waktu kamu masih mengejarnya padahal dia berkali-kali menolak. Selalu alasan itu yang kamu bilang, dia wanita yang baik, dia wanita yang mandiri, dia wanita yang bisa bikin kamu jatuh cinta dan sekarang nambah titelnya dia wanita yang berhasil menghancurkan rumah tangga kamu."
"San, gak gitu juga kali."
"Ckk, gak gitu gimana? Memang itu kenyataannya kan?"
"Iya sih."
"Jadi sekarang apa yang akan kamu lakukan setelah resmi berpisah dengan Maryam?"
"Entahlah, aku tidak tahu."
"Mau aku kasih tahu?" tanya Ahsan dengan senyum mengejeknya. Dia tahu sahabatnya itu sedang dalam keadaan tidak bisa berpikir dengan benar.
"Apa?"
"Kejar lagi Tasya, kalau dia menerima, nikahi dia dan hiduplah dengan bahagia sesuai dengan cita-citamu dulu. Selesai kan?!"
"Tapi ... Aku tidak mau berpisah dengan Maryam sebenarnya."
"Telat, kan berkas perceraiannya udah masuk pengadilan."
"Hufftt ..." Ibra benar-benar labil, entah apa yang terjadi dengan lelaki yang biasanya selalu cerdas dan penuh perhitungan itu.
"Oke, sekarang aku tanya. Sebenarnya kamu mencintai Maryam atau Tasya?"
"Aku ..."
Ibra menatap sahabatnya itu dalam, pertanyaan sederhana namun membuatnya sulit untuk menjawab. Lidahnya seakan kelu, hati dan pikirannya sangat tidak sinkron saat ini. Ibra ragu dengan perasaan dan pemikirannya saat ini.
ibra paeh we jug sakalian😭😭😭😭 maryam💪
makin nyut2tan hati ini,gmn ibra perasaan mu stlh tau semua yg kau lakukan tak dpt d sembunyikan dr istri,krn perasaan istri itu sangat peka.....
maryam semangat😭💪