NovelToon NovelToon
Chaotic Destiny

Chaotic Destiny

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Fantasi / Mengubah Takdir / Epik Petualangan / Perperangan / Light Novel
Popularitas:7.7k
Nilai: 5
Nama Author: Kyukasho

Ratusan tahun lalu, umat manusia hampir punah dalam peperangan dahsyat melawan makhluk asing yang disebut Invader—penghancur dunia yang datang dari langit dengan satu tujuan: merebut Bumi.

Dalam kegelapan itu, lahirlah para High Human, manusia terpilih yang diinkarnasi oleh para dewa, diberikan kekuatan luar biasa untuk melawan ancaman tersebut. Namun kekuatan itu bukan tanpa risiko, dan perang abadi itu terus bergulir di balik bayang-bayang sejarah.

Kini, saat dunia kembali terancam, legenda lama itu mulai terbangun. Para High Human muncul kembali, membawa rahasia dan kekuatan yang bisa menyelamatkan atau menghancurkan segalanya.

Apakah manusia siap menghadapi ancaman yang akan datang kembali?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kyukasho, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 28 Remake: Momen Sebelum Berpisah

Satu hari telah berlalu sejak Sho dan Aria melihat ramalan dari Zenith.

Sejak saat itu, seolah ada beban yang tak kasat mata menekan dada mereka. Bukan karena ketakutan, tetapi karena kesadaran—ramalan itu adalah kepingan masa depan yang akan menghantam mereka entah cepat atau lambat.

Tak semua orang bisa melihat ramalan Zenith. Bahkan, hanya segelintir yang terpilih. Dan kini, Sho dan Aria telah menjadi bagian dari lingkaran kecil itu.

Di taman kota Vixen, yang letaknya tak jauh dari pasar, mereka duduk berdua di bangku kayu yang menghadap ke kolam kecil. Angin sore mengibaskan daun-daun pohon sakura yang sedang mekar, kelopak-kelopaknya jatuh perlahan, menghiasi permukaan air seperti serpihan cahaya merah muda.

Suara riuh pasar terdengar samar—tawa anak-anak, teriakan pedagang, aroma roti panggang dari toko terdekat. Namun bagi Sho dan Aria, semua itu seperti teredam.

Sho duduk bersandar, kedua tangannya terlipat di depan dada. Pandangannya kosong, menatap air yang memantulkan langit jingga. Di benaknya hanya ada satu pertanyaan: “Bagaimana aku bisa menjadi lebih kuat... Cukup kuat untuk melindungi semua orang?”

Di sisi lain, Aria duduk tegak dengan tangan yang bertaut di pangkuannya. Matanya menatap kelopak sakura yang jatuh, tapi pikirannya melayang jauh. “Aku harus bisa berguna... Aku tak bisa selalu bersembunyi di balik punggungnya.”

Hening.

Hanya suara dedaunan yang bergesekan.

Hingga akhirnya, Sho memecah keheningan itu.

“Aria...” Suaranya berat namun mantap.

Aria menoleh perlahan.

“Kita... Harus berpisah.”

Ucapan itu seperti pisau dingin yang menusuk dadanya. Aria membeku.

Kata-kata Sho menggantung di udara, dan ia tak langsung menimpalinya.

Di matanya, keraguan dan rasa takut mulai berputar: “Apa... Dia sudah muak denganku? Apakah dia menganggap ku beban?”

Sho belum selesai berbicara, namun tatapan Aria sudah sedikit menunduk. Jemarinya meremas ujung bajunya tanpa sadar.

Lalu Sho melanjutkan kalimatnya, suaranya kini lebih tenang, “Kita harus berpisah... Untuk sementara. Kita akan latihan di tempat yang berbeda.”

Aria mengangkat kepalanya, menatap Sho lekat-lekat. Rasa sesak yang tadi menjerat dadanya perlahan memudar. Bibirnya sempat terbuka untuk berkata sesuatu, namun tak ada kata yang keluar. Ia hanya menghela napas panjang, menutup matanya sejenak, lalu tersenyum tipis.

“Kalau itu demi membuat kita lebih kuat... Aku setuju,” ujarnya akhirnya.

Sho mengangguk, meski hatinya juga berat. Mereka tak tahu seberapa lama waktu yang dibutuhkan sebelum mereka kembali bertemu. Namun satu hal pasti—saat hari itu tiba, mereka berdua akan kembali, lebih kuat dari sebelumnya.

---

Aria menatap Sho yang sudah hendak berdiri, langkahnya tertahan oleh jemarinya yang mencengkeram ujung lengan pemuda itu.

“Sho...” Suaranya lirih, hampir kalah oleh riuh pasar di belakang mereka. “Sebelum... Kita benar-benar berpisah, aku ingin menghabiskan waktu bersamamu. Seharian penuh... Hanya kita berdua.”

Sho terdiam sejenak, menatap wajah Aria yang matanya bergetar di bawah cahaya senja. Ia lalu tersenyum tipis, bukan senyum kemenangan atau kesopanan, melainkan senyum yang mengandung pengertian mendalam.

“Kalau begitu...” Sho bangkit, meraih tangan Aria, “Ayo.”

---

Keesokan harinya, matahari Ibukota Vixen terbit dengan cahaya keemasan yang hangat. Jalanan batu di depan Guild mulai ramai oleh para pedagang, kereta kuda, dan pelancong yang datang dari wilayah lain. Udara pagi membawa aroma roti panggang, kayu manis, dan wangi bunga dari kios-kios di pasar utama.

Sho dan Aria melangkah keluar dari pintu besar Guild. Berbeda dengan penampilan mereka yang biasa penuh peralatan bertarung, hari ini keduanya berpakaian seperti warga biasa yang hendak menikmati hari libur.

Sho mengenakan kemeja putih sederhana dengan rompi abu-abu gelap yang potongannya rapi, dipadukan celana hitam dan sepatu kulit cokelat. Meski sederhana, ada kesan elegan yang tak bisa ia sembunyikan—entah dari caranya berjalan atau sorot matanya.

Aria, di sisi lain, mengenakan gaun biru tua dengan aksen renda putih di lengan dan leher. Gaun itu jatuh anggun hingga mata kaki, membentuk siluet yang memuji postur tubuhnya. Rambut biru malamnya yang pendek dibiarkan terurai, berkilau saat tertimpa cahaya matahari pagi. Di dadanya tergantung sebuah liontin perak kecil berbentuk matahari, hadiah dari ayahnya di masa lalu.

Sepanjang perjalanan, mereka tidak terburu-buru. Mereka menyusuri jalan-jalan yang padat, mengunjungi toko-toko kecil yang penuh barang unik—mulai dari perhiasan tangan buatan pandai perak lokal hingga roti manis berbentuk hewan. Aria tertawa kecil ketika Sho, yang biasanya tenang, tersipu saat seorang anak kecil menawarkan bunga kertas dengan harga “khusus untuk pasangan.”

Mereka singgah di lapangan air mancur dekat pusat kota. Airnya memantulkan cahaya seperti kaca yang dipecah menjadi ribuan serpihan cahaya. Aria duduk di tepian air mancur, mencelupkan ujung jarinya ke air yang dingin, sementara Sho duduk di sampingnya, menikmati pemandangan orang-orang yang lalu lalang.

Di dalam, Persephone dan Apollo sama sekali tidak mengucapkan sepatah kata pun. Mereka berdua seperti mengerti bahwa hari ini bukan milik mereka. Persephone hanya memandang dari dalam kesadaran Sho, senyum tipis terukir di wajahnya, seolah melihat anaknya tumbuh. Apollo, meski biasanya banyak bicara, hanya menghela napas ringan dan bergumam dalam hati, “Nikmatilah waktumu, Aria.”

Menjelang sore, langit Vixen mulai berwarna oranye lembut. Mereka berdua menikmati makan malam di sebuah kedai yang menghadap langsung ke pelabuhan sungai, di mana kapal-kapal dagang berlabuh perlahan. Cahaya senja menyelimuti wajah mereka, membuat momen itu terasa seperti lukisan yang tak ingin dihapus.

Malam pun tiba, dan lampu-lampu sihir mulai menyala di jalanan kota. Saat mereka kembali berjalan menuju Guild, langkah keduanya terasa lebih lambat, seolah waktu bisa diperlambat hanya dengan kemauan hati. Tidak ada kata perpisahan yang diucapkan malam itu—hanya tatapan yang seolah sepakat untuk mengingat setiap detiknya.

Saat mereka melewati gerbang depan Guild, Sho hendak melangkah masuk menuju tangga kamar VIP-nya. Namun, tiba-tiba, jemari Aria melingkari pergelangan tangannya. Tarikan itu lembut, tapi cukup kuat untuk menghentikan langkahnya.

“Jangan pulang dulu,” ucap Aria dengan suara pelan namun mantap. Mata keemasan itu menatapnya serius, memantulkan cahaya lampu jalan yang baru dinyalakan. “Ada satu tempat yang ingin kutunjukkan padamu.”

Sho terdiam sejenak, lalu tersenyum hangat. “Kalau begitu... Ayo.”

Mereka berjalan mengikuti jalan kecil di samping Guild, melewati lorong yang berujung pada sebuah area terbuka yang jarang dilalui orang. Tempat itu seperti rahasia kecil yang disembunyikan di tengah padatnya Ibukota.

Hamparan rumput hijau menyebar luas, diterangi cahaya bulan yang menggantung penuh di langit. Di tengahnya berdiri sebuah pohon besar dengan batang kokoh dan daun rimbun, daunnya bergoyang perlahan tertiup angin malam.

Aria berjalan lebih dulu, langkahnya pelan. Gaun lembut berwarna biru gelap yang dikenakannya bergerak mengikuti setiap langkahnya, membuatnya terlihat bagaikan sosok yang keluar dari mimpi. Sho mengikuti dari belakang, pandangannya tak lepas darinya.

Saat mereka sampai di bawah pohon, Aria berhenti. Ia menoleh pada Sho, tatapannya penuh dengan sesuatu yang sulit diartikan—campuran rasa cemas, sayang, dan rindu yang tak terucap.

“Sho...” Ucapnya pelan. “Berjanjilah... Untuk tidak kehilangan kewarasanmu lagi. Apa pun yang terjadi.”

Sho menatapnya lama, mencoba membaca maksud di balik kata-kata itu. Lalu ia mengangguk, tulus. “Aku janji.”

Keheningan jatuh di antara mereka. Angin malam berhembus, membawa aroma rumput segar. Dan sebelum Sho sempat berkata apa pun lagi, Aria melangkah maju. Ia menghapus jarak di antara mereka, kedua tangannya naik perlahan, menyentuh sisi wajah Sho dengan hati-hati, seolah takut ia akan menghilang.

Tanpa berkata sepatah kata pun, Aria memeluknya erat—hangat tubuhnya menyalip dinginnya udara malam. Sho terpaku, merasakan detak jantungnya berpacu seirama dengan detak Aria yang terasa di dadanya.

Lalu, Aria melepaskan pelukannya hanya sedikit, cukup untuk menatap mata merah rubi itu. Dalam sekejap, ia menutup jarak di antara mereka dan... Bibirnya menyentuh bibir Sho.

Itu bukan ciuman yang tergesa. Itu lembut, hangat, dan penuh makna. Sho merasakan waktu melambat; suara dunia memudar, meninggalkan hanya mereka berdua di bawah sinar bulan. Jemari Aria menggenggam sisi wajahnya lebih erat, seolah ingin menahan momen itu agar tidak berakhir. Sho membalasnya perlahan, tak lagi pasif—menyelipkan tangannya di punggung Aria, merasakan kehangatan yang seolah membakar dingin malam itu.

Ketika akhirnya mereka berpisah, Aria menarik napas pelan, wajahnya memerah namun matanya tak beranjak dari tatapan Sho. Ia tersenyum kecil—senyum yang begitu tulus, dan untuk sesaat, dunia terasa lebih damai.

Tanpa banyak bicara lagi, mereka berjalan kembali ke Guild, diam namun hati mereka masih bergetar oleh momen tadi.

---

Di kamar VIP Sho, suasana berbeda. Persephone muncul di hadapannya dengan wajah yang jelas-jelas kesal.

“Aku... Kecewa padamu, Sho,” ucapnya sambil menyilangkan tangan. “Seharusnya kau yang memulai ciuman itu. Bukan Aria.”

Sho hanya bisa terkejut karena Persephone setidaknya harus menekan hampir seluruh kekuatannya hanya untuk turun ke alam manusia.

“Kau serius menekan kekuatanmu hanya untuk datang dan mengomel kepadaku?”

Persephone mendecak. “Kau terlalu pasif Sho, seharusnya kau bisa menjadi lebih agresif.”

Sho hanya tertawa kecil, tapi di dalam hatinya, momen di bawah pohon itu akan ia simpan selamanya.

1
That One Reader
baiklahh udah mulai terbayang wujud dan sifat karakternya
That One Reader
hmmm... "matanya masih merah, bukan karena kekuatannya", "Kekuatan" yang dimaksud gimana yh? tapi awal ketemuan sama Aria lumayan berkesan sii
That One Reader
welp.. prolognya okee
Sandra
simingit kikik:v
Cyno
Semangat author
Cyno
Ceritanya seru
Cyno
kalau sho bisa mengubah bident sesuka hati apa nanti aria bisa mengubah bow dia juga? menarik
J. Elymorz
Huhuu shoo/Cry/
Sandra
anjay pahlawan datang tapi bapaknya Aria... :(
Sandra
aku ga tau mau komen apa tapi mau lanjut!!
Sandra
kereennn!! semangat kak!!!
J. Elymorz
sho.. hikss /Cry//Cry/
J. Elymorz
omaigatt di remake, apakah alur ceritanya lebih ke arah romance? hmmzmz/Applaud//Applaud/
J. Elymorz
lucuuuu
J. Elymorz
lucuuuu, sifat mereka berbanding terbalik
J. Elymorz
yahh hiatus/Cry/

semogaa hp nya author bisa sehat kembali, dan semoga di lancarkan kuliahnya, sehat sehat yaa author kesayangan kuu/Kiss//Kiss/
J. Elymorz
gila... hollow bener' gila
Soul Requiem
Ini Saya, Kyukasho, untuk sementara Chaotic Destiny Akan Hiatus dikaenakan HP saya rusak/Frown/
J. Elymorz: /Cry//Cry//Cry/
total 1 replies
J. Elymorz
ouh oke.. kelakuan bodoh dari krepes ternyata berguna, bagus krepes
J. Elymorz
si krepes dateng tiba-tiba banget plss, krepes jangan jadi beban yh/Grievance//Grievance/
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!