Kirana berusaha menjaga keluarga, sementara Riana menyimpan rahasia. Cinta terlarang menguji mereka. Antara keluarga dan hati, pilihan sulit menanti.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Siti Gemini 75, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bukan Sekedar Sahabat
Pagi itu datang dengan enggan, membawa serta sisa-sisa mimpi buruk yang masih menghantui Riana. Cahaya matahari yang menyusup melalui celah gorden terasa menyilaukan dan memaksa, seolah memaksanya untuk menghadapi kenyataan pahit yang telah merenggut kebahagiaannya.
Riana membuka matanya perlahan, merasakan tubuhnya masih lemas dan pegal-pegal. Ia menoleh ke samping dan melihat Bima masih tertidur pulas di sofa, dengan wajah yang tampak lelah namun damai. Ia merasa terharu dengan pengorbanan Bima yang telah menemaninya sepanjang malam, menjaganya dari kesedihan dan kesepian.
Dengan hati-hati, Riana bangkit dari sofa, berusaha untuk tidak membangunkan Bima. Ia berjalan menuju dapur dan membuatkan teh hangat untuk mereka berdua. Aroma teh yang menenangkan sedikit meredakan ketegangan di tubuhnya.
Setelah teh siap, Riana kembali ke ruang tengah dan membangunkan Bima dengan lembut. "Bim, bangun. Aku sudah membuatkan teh untukmu," ucapnya dengan suara lirih.
Bima membuka matanya dan tersenyum melihat Riana. "Selamat pagi," sapanya dengan suara serak. "Bagaimana perasaanmu hari ini?"
"Sedikit lebih baik," jawab Riana jujur. "Terima kasih sudah menemaniku semalam."
"Sama-sama," balas Bima. "Aku senang bisa membantumu."
Mereka berdua menikmati teh dalam keheningan yang nyaman, saling menghargai kehadiran satu sama lain. Setelah selesai minum teh, Bima berkata, "Riana, apa rencanamu hari ini? Apakah ada sesuatu yang ingin kamu lakukan?"
Riana menghela napas panjang. Ia belum tahu apa yang harus ia lakukan. Ia merasa bingung dan kehilangan arah. "Aku tidak tahu, Bim," jawabnya dengan nada putus asa. "Aku merasa seperti orang yang tersesat di hutan belantara."
"Jangan khawatir," kata Bima dengan senyum menenangkan. "Kita akan mencari jalan keluarnya bersama-sama. Bagaimana kalau kita membuat daftar hal-hal yang perlu kamu lakukan untuk menghadapi situasi ini?"
Riana mengangguk setuju. Ia merasa terbantu dengan tawaran Bima. Ia tahu bahwa ia tidak bisa menghadapi semua ini sendirian.
Bima mengambil kertas dan pena, dan mereka berdua mulai membuat daftar.
"Pertama, kamu perlu memutuskan apakah kamu ingin menghadapi Raka dan Kirana secara langsung," kata Bima. "Apakah kamu ingin menanyakan alasan mereka melakukan semua ini? Atau apakah kamu merasa lebih baik untuk menjauh dan fokus pada dirimu sendiri?"
Riana terdiam sejenak. Ia belum tahu apakah ia siap untuk menghadapi mereka. Ia merasa marah dan sakit hati, tetapi ia juga
"Itu keputusan yang bijaksana," kata Bima. "Yang terpenting adalah kamu melakukan apa yang terbaik untuk dirimu."
"Kedua, kamu perlu mencari tempat tinggal baru," lanjut Bima. "Aku yakin kamu tidak ingin tinggal di apartemen itu lagi, karena terlalu banyak kenangan buruk di sana."
Riana mengangguk setuju. Ia tidak bisa membayangkan tinggal di apartemen itu lagi. Setiap sudut ruangan akan mengingatkannya pada pengkhianatan Raka dan Kirana. "Aku sudah memikirkannya," jawabnya. "Aku akan mencari apartemen baru secepatnya."
"Aku bisa membantumu mencari," kata Bima. "Aku punya banyak waktu luang saat ini."
"Terima kasih banyak, Bim," ucap Riana. "Kamu benar-benar sahabat yang luar biasa."
"Ketiga, kamu perlu fokus pada dirimu sendiri," lanjut Bima. "Kamu perlu melakukan hal-hal yang membuatmu bahagia dan rileks. Kamu perlu menjaga kesehatan fisik dan mentalmu."
Riana tersenyum tipis. Ia tahu bahwa Bima benar. Ia telah mengabaikan dirinya sendiri selama ini, terlalu fokus pada pekerjaan dan hubungannya dengan Raka. "Aku akan mencobanya," jawabnya. "Aku akan mulai berolahraga secara teratur, makan makanan sehat, dan melakukan hal-hal yang aku sukai."
"Itu bagus," kata Bima. "Aku akan menemanimu berolahraga jika kamu mau."
"Benarkah?" tanya Riana dengan mata berbinar.
"Tentu saja," jawab Bima. "Kita bisa jogging di taman setiap pagi."
"Kedengarannya menyenangkan," kata Riana.
Setelah mereka selesai membuat daftar, Riana merasa sedikit lebih tenang dan terarah. Ia tahu bahwa ia masih akan menghadapi banyak tantangan di masa depan, tetapi ia juga tahu bahwa ia tidak sendirian. Ia memiliki Bima di sisinya, yang akan selalu ada untuknya dalam suka maupun duka.
"Terima kasih banyak, Bim," ucap Riana dengan tulus. "Kamu telah membantuku untuk melihat cahaya di ujung terowongan ini. Aku merasa lebih kuat sekarang, tahu bahwa aku tidak sendirian."
Bima tersenyum lembut dan menggenggam tangan Riana erat-erat. "Kamu tidak sendirian, Riana. Aku akan selalu ada di sini untukmu."
Riana terdiam sejenak, menatap Bima dengan tatapan yang penuh arti. Ia menyadari bahwa perasaannya terhadap Bima lebih dari sekadar persahabatan. Ia mencintai Bima, bukan hanya sebagai sahabat, tetapi juga sebagai seorang pria.
"Bim," ucap Riana dengan suara yang bergetar. "Ada sesuatu yang ingin aku katakan padamu."
Bima menatap Riana dengan tatapan penuh tanya. "Apa itu, Riana?"
Riana menarik napas dalam-dalam dan memberanikan diri untuk mengungkapkan perasaannya. "Aku... aku mencintaimu, Bim."
Keheningan menyelimuti balkon apartemen Riana. Bima terkejut dengan pengakuan Riana, tetapi ia juga merasa bahagia dan terharu. Ia juga mencintai Riana, tetapi ia tidak pernah berani mengungkapkannya karena takut merusak persahabatan mereka.
"Aku juga mencintaimu, Riana," balas Bima dengan suara yang lembut dan penuh kasih.
Riana menatap Bima dengan mata berkaca-kaca, hatinya dipenuhi kebahagiaan yang tak terlukiskan. Pengakuan cinta Bima adalah jawaban atas doa-doanya, harapan yang selama ini terpendam dalam hatinya.
"Aku tidak percaya ini nyata," bisik Riana, suaranya bergetar karena haru.
Bima tersenyum lembut dan mendekatkan wajahnya ke wajah Riana. "Ini nyata, Riana. Aku mencintaimu, dan aku ingin menghabiskan sisa hidupku bersamamu."
Perlahan, Bima mendekatkan bibirnya ke bibir Riana dan menciumnya dengan lembut. Ciuman itu adalah ciuman pertama mereka, ciuman yang penuh dengan cinta, kasih sayang, dan harapan. Ciuman itu adalah janji untuk saling menjaga, saling mendukung, dan saling membahagiakan.
Setelah ciuman itu berakhir, Riana dan Bima saling berpelukan erat, menikmati momen kebersamaan yang indah dan tak terlupakan. Mereka merasa seperti dua jiwa yang telah lama mencari satu sama lain, dan akhirnya menemukan tempat untuk berlabuh.
"Apa yang akan kita lakukan sekarang?" tanya Riana, memecah keheningan.
Bima tersenyum dan menjawab, "Aku tidak tahu. Apa yang ingin kamu lakukan?"
Riana berpikir sejenak. Ia ingin menikmati setiap momen bersama Bima, tetapi ia juga sadar bahwa mereka perlu membicarakan tentang masa depan mereka. "Aku ingin kita membicarakan tentang hubungan kita," jawab Riana. "Aku ingin kita memastikan bahwa kita memiliki visi yang sama tentang masa depan."
"Aku setuju," kata Bima. "Aku ingin kita membangun hubungan yang kuat dan sehat, berdasarkan cinta, kepercayaan, dan komunikasi yang terbuka."
Mereka berdua kemudian duduk kembali di balkon apartemen Riana, saling berpegangan tangan. Mereka mulai membicarakan tentang harapan, impian, dan ketakutan mereka. Mereka saling berbagi cerita tentang masa lalu mereka, tentang keluarga mereka, dan tentang pekerjaan mereka.
Riana menceritakan kepada Bima tentang pengkhianatan Raka dan Kirana, tentang rasa sakit dan kekecewaan yang ia rasakan. Bima mendengarkan dengan penuh perhatian dan empati, tanpa menghakimi atau menyalahkan. Ia hanya memeluk Riana erat-erat dan mengatakan bahwa ia akan selalu ada untuknya, apa pun yang terjadi.
Bima juga menceritakan kepada Riana tentang masa lalunya, tentang mimpi-mimpinya yang belum tercapai, dan tentang ketakutannya akan kegagalan. Riana mendengarkan dengan penuh perhatian dan memberikan dukungan dan semangat kepada Bima. Ia mengatakan bahwa ia percaya pada Bima dan ia yakin bahwa Bima akan mampu meraih semua impiannya.
\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*