Manusia antarbintang : "Uhhh, dia sangat menggemaskan. Tuan! bolehkah aku mencubit pipi gembul nya?
Monster dan mutan : "SEMUANYA LARI! DIA AKAN MEMAKAN KITA ...."
Bonbon : "Mamam Cana, mamam cini, mamam mana-mana ...."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon WIZARD_WIND26, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ayo, kita tukar kaki
Atap-atap hitam telah berdiri kokoh diatas gurun yang tandus. Tidak, Sahara Calamitas tidak bisa lagi dikatakan gurun tandus sebab, beberapa tanaman berbagai warna mulai tumbuh seiring dengan rumah-rumah penduduk yang dibangun.
"Ah ... aku tidak menyangka. Dengan kedua tanganku sendiri, aku menanam bibit pohon? Lihat! Yang aku tanam kemarin mulai tumbuh."
Seorang pria berbadan kekar menunjuk anakan pohon berwarna ungu, dengan senyum lebar menghias wajah.
Tubuhnya yang berotot dibalik pakaian sempit, sangat berbanding terbalik dengan apa yang dia kerjakan saat ini.
"Tidak hanya pohon yang tumbuh. Apa kamu tidak merasa, udara jauh lebih lembab dibanding saat pertama kali kita datang?"
Berada dipagar seberang, seorang pria yang memegang alat penyiram otomatis menghirup nafas dalam, kemudian menghembuskannya.
Ya! Udara gurun menjadi lebih sejuk, berkat alat yang baru dibeli oleh sang komandan beberapa Minggu lalu. Alat yang banyak diperbincangkan oleh orang-orang antar bintang! Hasil dari ciptaan seorang jenius.
Kedua pria yang rumahnya saling berhadapan sama-sama tersenyum, sebelum melanjutkan aktivitas menanam bibit dipekarangan.
"Aku harap, tanaman ini tidak berevolusi menjadi mutan," ucap si pria kekar, dan diangguki oleh tetangga depan rumah.
"Tidak akan. Sahara sudah terbebas dari mutan dan monster. Jadi, tanaman yang kita tanam tidak akan terinfeksi virus mutan!"
Itulah percakapan singkat dua pria saat berkebun, sebelum seorang wanita bertubuh tinggi dan berkulit gelap datang.
"Astaga! Kalian masih menyirami tanaman? Cepatlah bekerja, jika tidak ingin orang-orang yang baru pindah mengambil alih rumah kalian!" seru wanita berambut keriting itu, memperingati dua pria yang juga tetangganya.
"Kami tahu. Sebentar lagi akan berangkat," jawab si kekar, kemudian menimbun bibit yang baru ditanam dengan sekop kecil.
Menggeleng pelan, si wanita menghela nafas kemudian berucap, "Kalian kalah dari anak kecil. Lihat Bonbon! Pagi-pagi sekali sudah menenteng keranjang untuk memungut kerikil. Tapi kalian berdua ...."
Masih menggeleng pelan, si wanita berlalu dengan melempar-lempar tiga kapsul berisi panen batu meteorit nya hari ini.
Mendengar apa yang dikatakan wanita berambut keriting! Kedua pria itu cepat-cepat menyudahi aktivitas berkebun kemudian pergi untuk menambang batu.
Yang kekar bernama Killer, sedangkan si tetangga depannya ... bernama Sherif.
Keduanya adalah orang-orang gelombang pertama yang diangkut ke planet Sahara dari planet ke tiga, Almion! Dan, ya! Mereka sudah cukup dekat dengan bayi yang paling menggemaskan di planet ini.
Berjalan disepanjang jalan bebatuan yang dibangun, hingga meninggalkan rumah-rumah penduduk! Kaki mereka akhirnya menyentuh pasir yang lembut.
Lalu, setelah berjalan beberapa langkah ... Killer dan Sherif menangkap sesosok berwarna biru yang mendekat dari kejauhan.
"Dia sudah pulang? Cepat sekali," ujar Killer dijawab angkatan bahu oleh Sherif.
Semakin mereka mendekat semakin jelas sosok itu, yang berlari dengan dua kaki dibalut sepatu boot kecil, serta payung nano yang setia terbang mengikuti sang bayi.
"Bonbon! Cepat sekali hari ini. Dimana yang lain?" tanya Sherif membuat dua kaki pendek yang tertanam didalam pasir berhenti melangkah.
"Mleka Cana ... hahhh ... hahh ... maci, Maci cali batu. Hahh ... duduk lah Bonbon dulu. Adoohhh ... cakit kali pigan (pinggang) cama kaki na, lali lali dali tadi."
Begitu saja, setelah menunjuk arah tempat dia datang! Bonbon terduduk diatas pasir dengan kedua kaki selonjor, dan keranjang kecil yang dipenuhi batu diletakkan disamping.
Sikecil terengah, dan sleepsuit panda hampir basah oleh keringat. Tapi, aroma yang menyerukan dari tubuh Bonbon bukanlah asam, melainkan aroma susu dipadukan minyak telon khas bayi.
Meskipun sudah dipayungi dengan payung nano! Tapi pipi bakpao Bonbon masih memerah karena berlari diatas pasir.
Tanpa sadar sikecil menatap dua kaki pendeknya, kemudian empat kaki jenjang milik Killer dan Sherif.
"Abang! ini Ndak guna kan? Pijam Bonbon cebental lah." Bonbon berucap sambil menunjuk kaki Killer.
Mendengar hal itu, Killer menundukkan kepala kemudian melihat apa yang menjadi objek tunjuk Bonbon.
"Kaki Abang?" tanya Killer memastikan dan dijawab anggukan cepat.
Sherif disamping sudah tertawa, kemudian ikut menimpali.
"Benar Bonbon! Abang Killer tidak ingin kakinya lagi. Bonbon boleh mengambilnya," ucap pria itu yang seketika membuat mata Bonbon berbinar.
"Menalka? Buat Bonbon lah kalau Ndak ada guna na!!"
Bonbon bangkit lalu menerkam kaki Killer.
"Dah lama Bonbon mau kaki pajang. Maaci Abang na! Abang boleh pakai kaki Bonbon. Tukal kita."
"HAHAHAHA ...."
Sherif sudah terjatuh keatas pasir sambil memegang perut. Sementara Killer, hanya menunduk melihat tubuh gembul yang memeluk erat kakinya.
Sungguh, ini pemandangan yang menggemaskan.
"Bonbon. Kaki tidak bisa ditukar." Killer memberi penjelasan pada si kecil, membuat wajah yang mendongak seketika memiringkan kepala.
'ARGGGGHH ... LUCU SEKALI!!!' Batun Killer berteriak, namun dipermukaan berusaha tampil tenang.
"Kaki Bonbon maupun kaki Abang, tidak bisa dilepaskan dan ditukar begitu saja!" lanjut Killer lagi, yang seketika membuat Bonbon mengerutkan alis marah.
"Abang na pilit cama Bonbon kan? Ndak mau kaci pinjam kaki pajang na."
Spekulasi macam apa itu! Pikir Killer, seblum menggeleng pelan.
Melihat sikecil tidak akan mempan dengan penjelasan apapun, dan dia juga tidak mau melepaskan kakinya ... Killer cepat-cepat memutar otak.
"Begini saja. Bagaimana kalau Bonbon tanya pada jenderal terlebih dahulu," ucap Killer, kali ini membawa Belian untuk membujuk si kecil.
benar saja, alis Bonbon yang hampir bertaut kembali normal sebelum dia bertanya, "Napa tana Belian? Belian juga mau tukal kaki cama Abang na?"
"HAHAHAHA ...."
Lagi dan lagi Sherif tertawa, sementara Killer mengusap wajah kasar.
Ah! Kakinya sudah mati rasa sebab dipeluk erat oleh makhluk dengan tubuh bulat.
"Ya! Jendral Belian juga ingin tukar kaki dengan Abang. Coba Bonbon tanya dahulu, apakah dia mau bertukar kaki dengan Bonbon setelahnya ...."
Tidak ada cara lain! Terpaksa Killer membohongi sikecil, agar kakinya di lepaskan.
Benar saja, Bonbon melepaskan kaki Killer dan wajahnya kembali menampilkan raut marah.
"Napa Belian na mau kaki Abang? Kaki Belian dah baguc pun. Coba liat kaki Bonbon na! Ndak bica lali cepat cepelti lenol." Si kecil mengeluh. Ayolah, dia juga ingin memiliki kaki jenjang.
"Abang juga tidak tahu. Coba Bonbon pulang dan tanyakan saja," ucap Killer sambil meregangkan otot kaki yang telah kaku.
Bonbon mengagguk, kemudian mengambil keranjang berisi batu.
"Bonbon pigi temu Belian dulu, Abang. Kalau Belian mau pinjam kaki Abang cama Bonbon na, nanti kita temui lagi." Memasang ekspresi serius, Bonbon siap berbicara empat mata dengan Belian soal pertukaran kaki.
"Ya! pergilah ...."
Killer melambaikan tangan saat bayi itu telah berlalu cepat dan sampai diatas jalan bebatuan.
Siapa bilang Bonbon tidak cepat! Kaki kecilnya saat sudah berlari, bahkan Leonore cukup sulit menangkapnya.
Menghela nafas lega, Killer akhirnya menatap sang teman durjana ... yang sedari tadi asik tertawa tanpa ada niat menolong.
"Sepertinya kamu sangat puas tertawa," ujar Killer dengan jari-jari tangan berbunyi 'trak' satu persatu.
"Hey, hey! Sob. Jangan marah, pfttt ... ok! Hahaha ...."
Sherif masih tertawa ketika mengingat bagaimana Bonbon meminta kaki sang teman, seolah itu adalah barang yang tidak terpakai.
"Hahaha ... tingkahnya sama lucu dengan wajah dan tubuhnya sendiri. Meminta kaki? Hanya Bonbon yang melakukan itu ...." Sherif menggelengkan kepala, sebelum menyusul Killer yang sudah mulai melangkah kearah tempat mereka biasa menambang batu.
Killer hanya diam, sementara Sherif teringat sesuatu.
"Bagaimana, ya, kira-kira ... Bonbon melabrak jenderal," ucap Sherif terkekeh membayangkan sikecil mengamuk pada si besar.
Killer tidak bisa menghentikan senyum disudut bibir ... sebelum berucap, "entahlah. Biar jendral yang memenangkan bayi nakal itu."
*****
Pertama kali Aio menginjak pasir setelah keluar dari palka kapal perang! Dia terkejut melihat rumah-rumah yang kokoh dikejauhan, serta markas batalion lima yang dibangun menjulang tinggi, dan tampak seperti Monster raksasa.
Dua kata untuk planet Sahara dan markas. Sangat aman.
Itulah yang Aio pikirkan, merasa senang sebab tekatnya meninggalkan planet Laktura, ternyata memang keputusan terbaik yang dia ambil.
"Aku akan berbakti pada planet ini. Mulai sekarang, inilah rumah kita," ucap seorang wanita dengan rambut coklat tergerai kesamping.
Aio mengangguk setuju, "kita akan sama-sama mengabdi, Lotus," jawab Aio tepat sebelum mereka akhirnya dipanggil untuk berbaris.
Itulah hari pertama Aio, Lotus, dan 498 prajurit lainnya, tiba di planet Sahara.
Mendengar kata Calamitas, pada awalnya para prajurit beranggapan kalau mereka akan bertarung dengan Mutan ataupun Monster. Meskipun Sahara dan Alamanda telah dibersihkan! 13 planet lainnya masih banyak dihuni dua makluk berbahaya tersebut.
Tapi apa! Sepanjang jalan di galaksi Calamitas, kapal perang yang membawa prajurit baru Batalion lima, samasekali tidak mendapat serangan apapun.
Perjalanan mereka lancar, hingga tiba di Sahara.
Hari itu Mayor Prizil dan kolonel Viola, benar-benar menguji semua prajurit ini. Mereka berdua wanita, dan berada ditingkat A dan B.
Tapi siapa sangka! Kekuatan elemen api Prizil hampir setara tingkat S, sementara penguatan tubuh Viola ... telah melampaui batas normal B.
Para prajurit benar-benar dihajar habis-habisan, hingga mereka sulit untuk bergerak.
Hey! Disini juga ada tingkat A, B, C, bahkan S.
Aio tidak menyangka! Pelatihan tepat setelah mereka sampai akan seperti ini. Dan diantara sadar dan tidak sadar, Aio melihat sosok biru kecil menenteng keranjang berisi dua roti dikejauhan.
Sosok itu makin mendekat, sehingga Aio yang terbaring diatas pasir bisa melihat dengan jelas ... kalau itu adalah boneka berjalan, yang sedang memakan sesuatu sehingga pipinya menggembung!?
"Tampak sangat lezat," ucap Aio tertegun menatap pipi tumpah yang terus berayun.
"Pasti kenyal," lanjut Aio lagi.
Sebenarnya bukan Aio saja yang berpikir seperti ini. Semua prajurit yang melihat kehadiran Bonbon, juga berpikiran sama. Mereka lapar, dan pipi yang tampak seperti roti kukus sepertinya enak digigit.
Semantara Bonbon yang merasakan tatapan tajam semua prajurit dari kejauhan! Segera menyembunyikan dua roti didalam keranjang, dengan mata menatap waspada.
"Ini puna Bonbon. Kalau mau Loti, Cali batu Cana. Janan culik puna Bonbon!" marah sikecil sebelum berlalu pergi.
Para prajurit yang bertelinga tajam, dan baru pertama kali mendengar suara susu terdiam.
"Tunggu! Itu ... hidup?" tanya Lotus entah pada siapa, namun tidak ada yang menjawab.
Begitulah pertemuan pertama Lotus, Aio, dan para prajurit lainnya dengan sikecil.
Dan dihari-hari berikutnya ....
Bonbon berjalan sambil bersembunyi dibalik batu, mencoba menyelamatkan roti Berry dari penculik... upah yang dia dapatkan setelah memulung kerikil.
"Bonbon haluc lindung mamam, meckipun nawa (nyawa) Bonbon taluh na (taruhannya)! Hmppp ...."
Para prajurit : "Tidak. Kami lebih suka Bonbon, daripada roti itu."
To be Continue
Maaf kemaren nggk up! kecapean sebab banyak tugas yang harus diselesaikan 🤗🙏
Jangan lupa tinggalkan ulasan dan komentar. Bantu tekan like, subscribe, dan follow ya 🫶
Babay. Untuk Aio, killer, Sherif dan Lotus, foto mereka akan nyusul. 👋👋