NovelToon NovelToon
Pelakor Mencari Keadilan

Pelakor Mencari Keadilan

Status: sedang berlangsung
Genre:Mengubah Takdir / Masuk ke dalam novel / POV Pelakor / Transmigrasi / Healing / Chicklit
Popularitas:5.4k
Nilai: 5
Nama Author: Aulia Z.N

Aura, seorang penulis amatir dari keluarga miskin, terjebak dalam novel ciptaannya sendiri. Ia bangun di tubuh Aurora, selingkuhan jahat dari cerita Penderitaan Seorang Wanita. Padahal, dalam draf aslinya Aurora direncanakan mati tragis karena HIV, sementara sang istri sah, Siti, hidup bahagia bersama second male lead. Kini, Aura harus memutar otak untuk melawan alur yang sudah ia tulis sendiri, atau ikut binasa di ending yang ia ciptakan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aulia Z.N, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Anak yang Terlalu Dewasa

Malam semakin dalam. Udara di kamar terasa lembap, dingin, dan berat oleh suara hujan yang belum juga reda. Lampu tidur di sudut kamar memantulkan cahaya kekuningan yang suram, menciptakan bayangan panjang di dinding.

Siti duduk terpaku di tepi ranjang. Pandangannya kosong, namun hatinya bergolak hebat. Rasa bersalah itu menyesak seperti batu besar di dada. Ia menunduk, memandangi kedua tangannya yang saling menggenggam erat di pangkuan. Jari-jarinya bergetar. ‘Aku sudah gagal menjadi ibu yang baik… terlebih bagi Kirana,’ batinnya lirih.

Tatapannya beralih ke arah ranjang. Di sana, Kirana sudah tertidur lelap. Wajahnya begitu tenang—kontras dengan badai yang bergejolak dalam dada ibunya. Gadis kecil itu sempat menolak tidur karena ingin menunggu ibunya, tapi akhirnya kalah oleh kantuk.

Siti menarik napas panjang. Helaannya bergetar. Ia memejamkan mata sejenak, dan bayangan tentang pertemuannya siang tadi muncul kembali: Aurora, Santoso, dan Aditya. Suara mereka, tatapan mereka, semua masih terngiang jelas di kepalanya.

Ia sangat ingin membicarakannya dengan seseorang. Dan entah kenapa, yang terlintas di benaknya hanyalah satu nama—Farel.

Namun logika cepat menamparnya. 'Tidak! Itu tidak benar. Bagaimana bisa aku menceritakan masalah orang dewasa kepada anak sekecil itu? Aku pasti akan terlihat seperti orang tua yang buruk di matanya.'

Tapi rasa penasaran dan dorongan batin itu terlalu kuat. Siti akhirnya menoleh perlahan.

Farel masih duduk di dekat pintu, tubuh kecilnya tampak begitu kokoh dalam remang cahaya lampu. Ia memeluk lutut, tapi matanya tetap awas, seolah menunggu sesuatu yang buruk terjadi di luar sana. Ada ketegasan yang terlalu besar untuk anak seusianya.

“Farel.” Suara Siti terdengar ragu, tapi cukup keras untuk membuat bocah itu menoleh.

Farel mengangkat wajahnya, menatap ibunya dengan penuh perhatian. “Ada apa, Ibu? Apa yang ingin Ibu katakan? Katakan saja padaku!”

Siti menunduk lagi. Tatapannya jatuh pada lantai. “Aku…,” ucapnya lirih, tapi suaranya tenggelam oleh hujan di luar. Ia menggeleng pelan, mencoba mengusir keinginan yang terus mendesak di dada.

'Ini tidak benar! Aku seharusnya tidak membebankan pikiran seperti ini pada anakku sendiri,' pikirnya. 'Aku pasti akan dianggap egois.'

Namun, Farel terus memperhatikan setiap gerak tubuh ibunya. Tatapan matanya tajam, seperti sedang membaca buku yang terbuka lebar di hadapannya. Ia tahu ada sesuatu yang disembunyikan.

Dan saat akhirnya ia membuka mulut, kata-katanya membuat jantung Siti berhenti berdetak sesaat.

“Ibu, apa ini ada hubungannya dengan Ibu yang tiba-tiba meminta izin untuk keluar tadi siang dan baru kembali saat maghrib?”

Siti sontak menegakkan tubuhnya. Ia menatap Farel dengan mata melebar, wajahnya pucat seketika. Tidak mungkin… anak sekecil itu menyadarinya?

Farel menatap balik tanpa gentar. Sorot matanya tajam, tapi bukan karena marah—melainkan karena paham.

Siti mencoba mencari alasan dalam pikirannya. ‘Bagaimana bisa seorang anak berusia sepuluh tahun bisa menebak kegelisahanku dengan sedetail itu? Apa Farel mengikutiku? Tidak… tidak mungkin! Dia tidak akan meninggalkan Kirana sendirian di rumah. Kalau pun dia mengikutiku, Kirana pasti ikut. Dan Kirana… dia terlalu polos untuk diam saja. Mereka pasti akan ketahuan.’

Siti hanya bisa membisu. Ia merasa telanjur di depan putranya sendiri.

“Ibu tidak pernah keluar rumah jika tidak penting,” ucap Farel, nada suaranya tenang namun menohok. “Aku sudah tahu tabiat Ibu. Ibu sering keluar rumah tanpa alasan yang jelas semenjak pelakor itu datang di hidup Ayah.”

Kata “pelakor” itu menghantam seperti cambuk di udara. Siti terpaku. Mulutnya terbuka, tapi tak ada suara yang keluar. Napasnya tersengal pelan.

Ia menatap wajah anak laki-lakinya itu—anak yang dulu ia dekap sambil menangis diam-diam, kini menatapnya seperti orang dewasa yang tengah menghakimi. “Farel, dari mana kau tahu semua itu?”

Farel hanya menggeleng pelan. Senyum tipis yang lebih mirip ejekan muncul di ujung bibirnya.

“Aku tidak bermaksud bersikap sombong,” katanya dengan nada datar, namun tajam dan menusuk. “Tapi, aku tidak sebodoh Ibu.”

Siti terdiam. Suara hujan di luar terasa semakin keras. Dan untuk sesaat, ruangan itu hanya dipenuhi oleh suara jantungnya sendiri—berdetak cepat, seolah baru saja disayat oleh kalimat anaknya sendiri.

Siti membulatkan mata, merasa harga dirinya hancur berkeping-keping. Seketika napasnya tertahan. Ada rasa getir yang menjalar hingga ke dada. Perkataan anak kecil itu menampar keras, jauh lebih menyakitkan daripada semua hinaan suaminya selama ini. ‘Bagaimana bisa… anak sekecil itu bicara seolah-olah dia sudah dewasa? Apa semua ini salahku karena membiarkannya tumbuh dalam rumah penuh amarah?’ pikir Siti, tubuhnya bergetar pelan.

"Farel, ucapanmu tidak sopan!" ucap Siti dengan nada bergetar, berusaha keras menjaga kewibawaannya sebagai seorang ibu meski dadanya sesak. "Jangan pernah berkata seperti itu pada orang lain! Ibu sudah berpesan berkali-kali untuk jangan pernah menyakiti hati orang lain."

Farel menatap ibunya lama, seolah sedang menilai seberapa kuat wanita itu bisa bertahan dengan kebenaran yang terus ia tolak. "Lalu kenapa tidak mengatakannya juga pada ayah?" suaranya datar, tapi tajam seperti pisau. Dia menunduk, kedua tangannya mengepal di sisi tubuh, menahan sesuatu yang tidak bisa diucapkan dengan kata.

Siti terdiam. Tatapan kosong anaknya membuat dadanya mencubit perih. Bibirnya terbuka, tapi tidak ada suara yang keluar. Ia hanya mampu berbisik dalam hati, ‘Farel… kau tidak tahu betapa sulitnya menjadi istri dan ibu dalam waktu yang sama. Dunia tidak pernah berpihak pada perempuan seperti ibu.’

"I- itu di luar tugas ibu," katanya akhirnya, dengan suara lirih yang nyaris terputus di tengah napasnya. "Sebagai seorang istri, ibu hanya bertugas untuk melayani dan patuh pada suami. Sebaliknya, tugas membimbing adalah tugas suami."

Farel mengangkat kepalanya perlahan. Ada kilatan getir di matanya, nyaris seperti orang dewasa yang sudah terlalu lama menelan kecewa. "Lalu kenapa ibu menikah dengan suami yang tidak bisa membimbing?" tanyanya pelan tapi menusuk, setiap katanya seperti cambuk bagi hati Siti yang sudah lemah.

"Farel!" Siti sedikit membentak, nada suaranya pecah antara marah dan takut. Tapi sebelum suasana mereda, suara bentakan keras dari luar kamar langsung membelah udara.

"Siti! Kemana saja kau! Dasar istri durhaka! Kau seharusnya membantuku berjalan ke kamar, bukan malah meninggalkanku berbaring di lantai! Istri macam apa yang—"

Siti terpaku. Wajahnya memucat. Sementara Farel hanya mendongak perlahan, ekspresinya datar. “Si brengsek sudah bangun.”

Tanpa ragu, Farel bangkit berdiri, langkah kakinya berat tapi mantap. Dia berjalan menuju pintu dan menggenggam gagangnya dengan kuat.

"Tunggu!" Siti menahannya dengan panik, berusaha mencegah putranya keluar. “Biar ibu saja yang membantu ayah!”

"Tidak!" jawab Farel dengan dingin. Tatapan matanya tajam, seperti anak kecil yang telah kehilangan seluruh kesabarannya terhadap dunia. Dengan gerakan cepat, ia memutar kunci, membuka pintu, lalu keluar dari kamar. Dalam satu detik, bunyi klik terdengar—pintu terkunci dari luar.

"Farel! Buka pintunya, nak!" teriak Siti, menggedor-gedor daun pintu dari dalam dengan tenaga yang tersisa. Suaranya pecah, cemas, nyaris histeris. Tapi dari luar hanya terdengar langkah kecil yang berhenti tepat di depan pintu.

Farel berdiri tegak di depan kamar. Cahaya lampu redup menyorot wajahnya yang serius, terlalu dewasa untuk usianya. Dia mencabut kunci, menatapnya sejenak, lalu memasukkannya ke saku celananya dengan tenang. "Ibu tetaplah di kamar dan pikirkan lagi untuk bercerai dengan ayah. Untuk malam ini, biarkan aku yang mengurus ayah agar tidak berisik."

Siti menatap pintu itu lama sekali, tangannya gemetar memegang gagang pintu. ‘Farel… apa yang telah kubuat padamu? Kenapa harus kau yang menanggung semua ini?’ pikirnya, air mata mulai jatuh satu per satu.

Dia mundur beberapa langkah, tubuhnya kehilangan tenaga, lalu duduk di tepi ranjang. Pandangannya jatuh pada Kirana yang masih terlelap pulas. Wajah polos anaknya itu tampak begitu damai, begitu berbeda dengan badai yang bergemuruh di dalam rumah itu. Siti menunduk, bahunya bergetar hebat. Air matanya jatuh membasahi tangan. ‘Anakku… aku telah gagal. Aku membiarkan kalian tumbuh dalam ketakutan dan kebencian…’

Suara teriakan samar dari ruang tengah membuat jantungnya mencelos. Siti menutup mulutnya dengan tangan, menahan isak. Tidak sanggup mendengar, tapi juga tidak sanggup menutup telinga.

Dengan tangan yang bergetar, Siti akhirnya meraih ponselnya di atas meja. Layar menyala, menyorot wajahnya yang basah air mata. Di sana, pesan Aurora masih terbuka—saran yang dulu sempat ia abaikan. Siti menatapnya lama. Lalu, dengan satu tarikan napas panjang, dia menekan tombol setuju untuk melakukan perceraian.

Untuk pertama kalinya dalam hidupnya, Siti merasa takut… tapi sekaligus bebas.

1
fσя zуяєиє~✿
aku suka pria yg dominan/Casual/
fσя zуяєиє~✿
the real power of netijen/Facepalm/
Anyelir
moto nya wow banget.
hahaha 🤣
Shin Himawari
yey dari sini cerita isekai dimulai. ganbaree Aura!🤣
Shin Himawari
kayanya rora cuma belum menemukan role model yang benar di hidupnya😔
Shin Himawari
aduh auora kamu berdosa bangat mulutnyaa🫠
kim elly
emang shiballl
kim elly
iya atuh harus liat surat medis nya jangan langsung percaya
ηιтσ
anjirrr. bnr lgi🗿
ηιтσ
kdrt itu mah
👑Chaotic Devil Queen👑: KDRT: Kekerasan Dalam Rumah Tangga

karena Aurora bukan siapa-siapanya Siti, gak bisa masuk kategori KDRT.

Paling masuknya penganiayaan dan bullying 😭🤣
total 1 replies
ηιтσ
apalah dia ini
ηιтσ
manuk logika. divisi pertanyaan random kebnykn nelan novel romansa/Sweat/
👑Chaotic Devil Queen👑: Itu karena beliau sudah lama mengamati pola alur trend pasar novel😭
total 1 replies
☠🦋⃟‌⃟𝔸𝕥𝕙𝕖𝕟𝕒 ⍣⃝𝖕𝖎ᵖᵘ
"𝑺𝒆𝒌𝒖𝒏𝒕𝒖𝒎 𝒎𝒂𝒘𝒂𝒓 🌹 𝒖𝒏𝒕𝒖𝒌𝒎𝒖, 𝑻𝒉𝒐𝒓. 𝑺𝒆𝒎𝒐𝒈𝒂 𝒔𝒆𝒎𝒂𝒏𝒈𝒂𝒕𝒎𝒖 𝒅𝒂𝒍𝒂𝒎 𝒃𝒆𝒓𝒌𝒂𝒓𝒚𝒂 𝒕𝒆𝒕𝒂𝒑 𝒔𝒆𝒈𝒂𝒓 𝒅𝒂𝒏 𝒊𝒏𝒅𝒂𝒉 𝒔𝒆𝒑𝒆𝒓𝒕𝒊 𝒃𝒖𝒏𝒈𝒂𝒏𝒚𝒂, 𝒅𝒂𝒏 𝒎𝒆𝒎𝒃𝒂𝒘𝒂𝒎𝒖 𝒎𝒆𝒏𝒖𝒋𝒖 𝒌𝒆𝒔𝒖𝒌𝒔𝒆𝒔𝒂𝒏 𝒔𝒆𝒓𝒕𝒂 𝒎𝒆𝒏𝒈𝒉𝒂𝒓𝒖𝒎𝒌𝒂𝒏 𝒏𝒂𝒎𝒂𝒎𝒖.
✿⚈‿‿⚈✿
☠🦋⃟‌⃟𝔸𝕥𝕙𝕖𝕟𝕒 ⍣⃝𝖕𝖎ᵖᵘ: amin mksh doanya😍
total 2 replies
☠🦋⃟‌⃟𝔸𝕥𝕙𝕖𝕟𝕒 ⍣⃝𝖕𝖎ᵖᵘ
Si rora udah dpt pencerahan pak mknya dia mwu bertobat
☠🦋⃟‌⃟𝔸𝕥𝕙𝕖𝕟𝕒 ⍣⃝𝖕𝖎ᵖᵘ
Weh sabar pak, jgn suudzon dulu, si rora pgn nylametin bu siti dr suami djjalnya pak/Proud/
Cemployn
banyak cakap kali kau pak tua >:(
Cemployn
SEMOGA SITINYA GA BANYAK PERTANYAAN DAN LANGSUNG SETUJU PLISSS SAMA SARAN AURA/AURORA
TokoFebri
gpp Bu siti.. pakai cara talak khuluk 🤣🤣
CumaHalu
ya karena kalian berdua sama😄
CumaHalu
Dah battle aja mana yang menang, aku bagian nyimak aja lah.😂
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!