✍🏻 Sekuel dari novel Saoirse 📚
"Bahkan kau tidak akan menemukan cinta yang sama untuk kedua kalinya, pada orang yang sama. Dunia tidak sebaik itu padamu, Tuan. Meskipun kau punya segalanya." ucap Mighty penuh penekanan.
"Aku dan dia adalah dua orang yang berbeda, tanpa perlu kau banding-bandingkan. Dan tidak ada orang yang benar-benar sama, sekalipun mereka kembar identik!" Mighty menghentakkan kakinya, meluapkan emosi yang sudah lama memenuhi dada.
Mighty terjebak dalam permainan nya sendiri, melibatkan seorang duda berusia 35 tahun, Maximilian Gorevoy.
Ikuti kisah mereka yaaa😉
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Starry Light, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 28
Mighty menatap punggung lebar Max yang berjalan semakin menjauh. Akhirnya, dengan berat hati Max menuruti keinginannya membeli makanan dan minuman di restoran Le Petit Bruxelles.
"Nyonya Gorevoy." kata seorang suster menghampiri nya.
Mighty menoleh dan tersenyum pada suster itu. "Mari ikuti saya." ujarnya, Mighty harus melakukan beberapa pemeriksaan sebelum bertemu dokter Darya.
Mighty langsung mengikuti suster itu, dimulai dari pemeriksaan tekanan darah, berat badan, tes urine, dan tes laboratorium. Setelah hampir 30 menit, ia baru menyelesaikan semua pemeriksaan itu dan hasilnya akan di bacakan oleh dokter Darya.
Dokter Darya tersenyum menyambut kedatangan Mighty. "Kau datang sendiri?" tanyanya, sebab tidak melihat Max yang biasanya selalu menemani.
"Tidak, aku bersama Max. Dia sedang membeli coklat panas dan wafel, aku menginginkan nya." kata Mighty menjelaskan sambil tersenyum, kemudian duduk
Dokter Darya mulai membuka data Mighty yang tersimpan di komputernya, ia membaca riwayat kesehatan Mighty dari pertama datang hingga hari ini. Dokter paruh baya itu melepaskan kacamata nya, ia menghela napas berat dan menatap Mighty.
"Semuanya baik-baik saja?" tanya Mighty, perasaannya sedikit khawatir melihat ekspresi dokter Darya tidak seperti biasanya.
"Aku ingin mengatakan begitu," ia kembali menatap layar komputernya. "Tapi sayangnya tidak bisa," sambungnya pelan.
Dokter Darya menatap Mighty dengan penuh empati, melihat kekhawatiran dan ketakutan di matanya. " Kondisi yang kau alami ini menunjukkan gejala preeklampsia berat," jelasnya dengan lembut.
Deg ....
Jantung Mighty berdetak lebih kencang, hatinya seperti tertimpa batu yang besar, dan sebuah beban berat di pundaknya.
"Tekanan darah tinggi, protein dalam urine yang signifikan adalah tanda-tanda yang mengkhawatirkan, terutama mengingat keluhan sakit kepala, sesak napas, dan ganguan penglihatan yang kau alami." kata dokter Darya menyesal, Mighty tidak bisa menahan tangis, isakan kecil mulai terdengar dari bibirnya.
Mighty menundukkan kepalanya, air matanya mulai mengalir. "Apa yang harus aku lakukan?" tanyanya dengan suara bergetar.
Dokter Darya menghela napas dalam-dalam "Kita perlu mengambil tindakan segera untuk memastikan keselamatanmu dan bayi. Kau perlu perawatan intensif dan mungkin persalinan dini untuk mengurangi resiko komplikasi."
Mighty mengangguk pelan, berusaha menelan kenyataan pahit ini. "Tapi aku tidak ingin Max tahu." ujarnya, berharap ada jalan lain.
Dokter Darya menatapnya dengan serius. "Mighty, suamimu perlu tahu. Ini bukan hanya tentangmu, tapi juga tentang bayi yang kau kandung. Keputusan harus diambil bersama untuk keselamatan kalian berdua." Ia berhenti sejenak, lalu menambahkan, "Aku akan memberimu waktu untuk memahami ini, tapi kita tidak bisa menunda lebih lama lagi."
Mighty menghapus air matanya dan mencoba tersenyum. "Terimakasih." ucapnya, bertepatan dengan Max yang masuk dalam ruangan itu.
"Apakah pemeriksaan nya sudah selesai?" tanyanya menatap dokter Darya dan Mighty bergantian. "Kau menangis? Apa terjadi sesuatu?" tanya Max khawatir.
Mighty menatap dokter Darya dengan tatapan memohon. Dokter Darya paham jika Mighty memerlukan waktu untuk berpikir, lalu ia berkata, "Seperti itulah wanita hamil, tuan. Mereka sangat sensitif, kadang sampai menangis karena terharu."
Max tersenyum lega mendengar penjelasan dokter Darya. "Ahh, aku begitu rupanya." Max memberikan paper bag berisi pesanan Mighty.
Mighty menerima paper bag itu dan tersenyum, menyembunyikan kekhawatiran yang sebenarnya. "Terimakasih," ujarnya, mencoba mengalihkan perhatian Max dari kecurigaan.
Dokter Darya mengamati interaksi mereka dengan diam, menyadari bahwa Mighty belum siap untuk memberi tahu Max tentang kondisi yang sebenarnya. "Baiklah, kita akan membahas hasil pemeriksaan lebih lanjut nanti." katanya, mencoba menjaga situasi tetap normal untuk sementara waktu. "Untuk sekarang, Mighty, aku sarankan kau istirahat yang cukup dan menghindari stres. Kita akan melakukan evaluasi lebih lanjut dalam beberapa hari ke depan."
Max mengangguk, tidak menyadari bahwa ada sesuatu yang serius di balik senyum Mighty. "Aku akan menjaganya dengan baik, dokter." katanya, memegang tangan Mighty dengan lembut.
Mighty menatap Max, merasa berat hati karena harus menyembunyikan kebenaran dari suaminya. Namun, untuk sementara ia memilih menikmati momen bersama Max dan menunda pembicaraan tentang kondisi kesehatannya.
.....
Setelah dari rumah sakit, Max benar-benar membawa Mighty ke perusahaan. Mighty yang tadinya sempat menolak, kini menurut tanpa adanya perdebatan. Wanita itu juga menjadi lebih pendiam dan melamun sepanjang perjalanan.
"Kau menginginkan sesuatu?" tanya Max memecah kesunyian, Mighty menggeleng pelan.
Max berdecak pelan melihat reaksi Mighty. "Kau jadi pendiam setelah keluar dari rumah sakit, apa apa? Katakan padaku." desaknya.
Mighty tersenyum tipis. "Apakah perusahaan mu masih jauh?" tanyanya.
Max mengerutkan keningnya, istrinya memang sangat unik. "Tidak, kita hampir sampai." jawabnya.
Benar saja, karena setelah beberapa saat Max menjawab pertanyaan Mighty, pria itu mengarahkan mobilnya ke sebuah gedung tinggi dan besar. Mobil itu berhenti di lobby utama, dan langsung di hampiri oleh beberapa staff perusahaan.
"Selamat datang, Tuan." ucap seorang pria dengan stelan formal serba hitam nan rapi, membukakan pintu mobilnya.
Max hanya berdehem pelan, kemudian membukakan pintu untuk Mighty dan menggandeng nya. Pemandangan langka itu tak ayal membuat heran para staff yang melihatnya, sebab ini pertama kalinya Max membawa wanita ke perusahaan dan wanita itu sedang hamil besar.
"Apakah tidak apa-apa orang-orang melihat kita?" tanya Mighty sedikit tidak nyaman dengan situasi perusahaan.
"Abaikan mereka." sahut Max.
"Kau akan menjadi bahan gosip, Max."
"Itu tidak akan terjadi, atau mereka akan kehilangan pekerjaan." kata Max tidak perduli.
"Kau ini." geram Mighty, mereka sudah berada didepan lift khusus yang akan membawanya ke ruang kerja Max.
Mighty menyandarkan kepalanya di dada Max setelah masuk dalam lift. "Apa aku boleh melakukan ini?" tanyanya.
"Heumm, lakukan apa yang kau mau." Max tidak keberatan dengan sikap manjanya.
"Maaf karena sudah merepotkan mu." mengingat keras kepalanya tadi pagi.
"Tidak masalah." sahut Max, mendapatkan pukulan kecil dari Mighty.
Ting ...
Pintu lift terbuka, Mighty dengan cepat menegakkan kepalanya. Mereka berjalan beriringan keluar dari kotak besi itu.
Jake dan Robin langsung berdiri menyambut kedatangan Max dan Mighty.
"Selamat datang Tuan, selamat datang Nyonya." ucap mereka bersamaan.
Max hanya mengangguk samar, sedangkan Mighty tersenyum hangat pada asisten dan sekretaris suaminya.
"Jangan tersenyum pada mereka." tegur Max, ia tidak suka istrinya tersenyum pada pria lain.
"Apakah salah jika aku tersenyum pada mereka?" tanyanya heran.
Max membuka pintu ruangannya dan membawa Mighty masuk kedalam. "Tentu saja, karena aku tidak suka istriku tersenyum pada pria lain, apalagi kau melakukan itu saat bersamaku." ujarnya posesif.
Mighty mencebikkan bibirnya dan berkata, "Kau bicara begitu seperti seorang suami yang cemburu pada istrinya." kemudian Mighty menyeringai. "Atau jangan-jangan kau sudah mulai mencintai ku?" godanya.
Bukannya menjawab Max malah mengecup kening Mighty dan membawa wanita hamil itu duduk di sofa yang ada dalam ruangan. "Duduklah, aku ada beberapa pekerjaan yang harus diselesaikan." ujarnya.
Mighty tersenyum manis saat Max mengecup kening nya, merasa bahagia dengan perhatian sang suami. "Baiklah, aku akan duduk di sini dan menunggu." katanya, duduk dengan nyaman di sofa.
Kemudian Max duduk di sebelahnya dan memegang tangan Mighty. "Aku akan berusaha menyelesaikan pekerjaanku secepat mungkin," ujarnya, menatap mata Mighty dengan lembut.
Mighty membalas tatapan Max dengan senyum hangat, merasa nyaman karena Max bersamanya. "Aku tidak keberatan menunggu," katanya. "Aku senang bersamamu." Max tersenyum dan mengusap kepala Mighty, kemudian beranjak ke meja kerjanya dan memulai rutinitas seperti biasa.
*
*
*
*
*
TBC
semangat 💋