"Kenapa kau menciumku?" pekik Liora panik, apalagi ini adalah ciuman pertamanya.
"Kau yang menggodaku duluan!" balas Daichi menyeringai sembari menunjukkan foto Liora yang seksi dan pesan-pesan menggatal.
Liora mengumpat dalam hati, awalnya dia diminta oleh sahabatnya untuk menggoda calon pacarnya. Tapi siapa sangka Elvara malah salah memberikan nomor kakaknya sendiri. Yang selama ini katanya kalem dan pemalu tapi ternyata adalah cowok brengsek dan psikopat.
Hingga suatu saat tanpa sengaja Liora memergoki Daichi membunuh orang, diapun terjerat oleh lelaki tersebut yang ternyata adalah seorang Mafia.
Visual cek di Instagram Masatha2022
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Masatha., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 28
Sore itu, langit sudah berwarna jingga. Liora dan Elvara duduk di sudut kafe yang menghadap ke jalan, aroma kopi bercampur suara musik lembut mengisi udara. Di depan mereka, dua gelas latte masih mengepulkan uap, sementara Liora sibuk menatap busa di permukaan minumannya.
“Capek banget ya hari ini,” keluh Elvara sambil meregangkan tangan. “Otakku rasanya mau meledak.”
Liora tersenyum tipis. “Sama, kayaknya nanti setelah pulang langsung mandi dan tidur.”
“Tau nggak, Queensha bikin ulah yang konyol. Masa dia menyebarkan gosip murahan di kampus demi membuat hubungan kamu dan Mada retak," cicit Elvara.
Liora mendengus kecil. “Gosip? Jangan bilang kamu mau bahas—”
Belum sempat ia menyelesaikan kalimatnya, Elvara sudah menyandarkan dagu di tangan dengan senyum menggoda.
“—tentang rumor kamu pacaran sama kakakku? Heran deh dia kok bisa tahu kakak aku,”
Liora menegakkan tubuhnya seketika. “Apa?”
“Tapi tenang aja, ” lanjut Elvara ringan, seperti membicarakan cuaca. “Aku langsung membantah rumor gajelas itu. Mada juga ikut membela kamu, akhirnya Queensha malu sendiri deh. Kelihatan cemburu dan irinya hahaha."
Bibir Liora langsung tersenyum meringis, “Dia benar-benar nggak punya kerjaan lain ya? Dari mana sih dia dapat ide sebodoh itu?” gumam Liora pura-pura nggak tahu.
Elvara terkekeh pelan," Namanya juga orang dengki, aku komporin sekalian biar semua orang nggak percaya omongannya Queensha."
Liora menghela napas berat, tapi rasa kesalnya masih belum reda. “Aku curiga, Queensha ada hubungan sama Nayshila."
Elvara mencondongkan tubuh, menatap sahabatnya dalam-dalam. "Jangan takut, aku akan selalu membela kamu. Nanti aku bantu pikirkan buat ngerjain balik."
Liora terdiam. Kata-kata Elvara menenangkan, tapi hatinya tetap bergetar tak tenang. Dia sedikit cemas, bagaimana jika nanti Elvara mengetahui hubungan gelap dia dengan Daichi?
Lamunannya buyar oleh suara notif pesan, saat di buka ternyata dari Daichi.
"Babe, pulang kuliah ke apartemen."
Jantung Liora berdegup kencang. Dia membiarkan pesan itu tanpa membalasnya.
"Kenapa bingung gitu? Pesan dari Mada?" tanya Elvara yang memang selalu kepo.
"Ah enggak, cuma teman dari kelompok tugas kuliah," dusta Liora.
"Setelah cukup mengenal Mada, aku merasa mulai menyukainya. Suka dalam arti lampu hijau kalau dia jadi pacar kamu," ujar Elvara serius.
El, kalau kaki tahu semalam kakak kamu menyatakan cinta padaku apakah kamu akan berbicara seperti ini padaku?
Liora menatap keluar jendela—tidak bisa. Walau dia mencintai Daichi tapi akal sehatnya masih cukup waras. Liora masih belum berani membuka hatinya untuk lelaki manapun. Baginya cinta itu hanya memperumit hidupnya.
Langit sudah berubah kelabu, dan di antara bayangan hujan yang mulai turun, ia bisa melihat pantulan wajahnya sendiri — tenang di luar, tapi penuh badai di dalam.
Bodyguard juga mendekati Liora, mengajak pulang sebab malam ini dia akan diajak papanya acara makan malam.
"Kamu pulang aja dulu nggak papa, Zefran mau nyusul ke sini kok," tutur Elvara.
"Kamu nggak bohong kan?"
"Ngapain juga aku bohong, nih bukti chatnya," balas Elvara sembari menunjukkan layar ponselnya.
Liora mengangguk, sebelum berpisah mereka pun saling berpelukan.
*
Lagi gelap ketika Liora tiba di rumah. Udara rumah itu terasa dingin — dingin yang tidak datang dari cuaca, tapi dari suasana.
Yudistira menyambutnya di ruang tamu, masih mengenakan kemeja kerja.
“Sayang, nanti malam kamu siap-siap, ya. Papa mau ajak kamu makan malam di acara relasi Papa.”
Liora menatap ayahnya sebentar, lalu menghela napas pelan. “Malam ini, Pa? Aku capek banget, baru pulang dari kampus.”
Tapi sebelum Yudistira sempat menjawab, langkah heels terdengar menuruni tangga. Nayshila muncul — dengan gaun pastel dan wajah yang sudah dipoles rapi.
“Oh, kamu juga diajak, Liora?” tanyanya dengan nada manis yang palsu.
Liora melirik sekilas, lalu tersenyum miring. Tentu saja ikut, tapi tidak denganmu, batinnya.
Ia menatap ayahnya, memasang ekspresi sendu yang begitu meyakinkan.
“Pa… Aku mau—asal Nayshila nggak ikutan," suaranya lembut, tapi mengandung racun halus.
Yudistira mengerutkan kening. “Kenapa begitu, Sayang?”
Liora menunduk, memainkan jarinya di pangkuan, seperti anak yang sedang menahan sedih.
“Aku cuma… masih susah, Pa. Sampai sekarang teman-teman kampusku aja masih suka ngomongin aku. Mereka tahu kalau mantan sahabatku jadi ibu tiriku. Rasanya… memalukan banget.”
"Tapi aku sudah dandan begini loh," rengek Nayshila pada Yudistira.
"Tapi bintang utama yang ditanyakan rekan kerjaku adalah Liora," lirih Yudistira.
Ruangan mendadak sunyi. Nayshila menegang di tempat, bibirnya terbuka tapi tak keluar suara. Tatapan Yudistira berubah — dari bingung menjadi kasihan.
"Yasudah, kalau Nayshila mau ikut aku tidur aja di rumah," sela Liora hendak pergi, tapi lengannya ditahan papanya.
“Papa cuma nggak mau kamu sedih,” katanya akhirnya, menepuk bahu Liora dengan lembut. “Baiklah, malam ini kamu aja yang ikut. Biar Nayshila istirahat di rumah.”
“Makasih, Pa,” ucap Liora lembut. Tapi di balik suaranya yang manis, terselip kepuasan dingin.
Nayshila mencoba tersenyum, tapi jelas terlihat betapa wajahnya menegang.
“Yah, kalau begitu… kalian saja yang pergi,” katanya, pura-pura santai.
Liora menatapnya sekilas — tatapan tajam tapi tersenyum manis.
“Maaf ya. Aku nggak bermaksud bikin malu, cuma… aku butuh waktu buat berdamai dengan keadaan.”
Lalu ia melangkah naik ke kamar dengan kepala tegak. Begitu pintu tertutup, senyum puas mengembang di bibirnya.
Kemenangan kecil, tapi manis.
Di depan cermin, Liora menatap pantulan dirinya dan berbisik pelan,
“Emang enak, Nay? Udah capek-capek dandan tapi papa tetap memilih aku."
Liora tertawa lepas, merasa puas. Diapun segera ke kamar mandi untuk membersihkan diri.
Usai mandi Liora hanya mengenakan handuk, saat dia keluar sudah ada Daichi yang baru membuka pintu di balkon.
"Wow!" gumam Daichi dengan mata membulat.
"Jaga pandanganmu!" sergah Liora. Dia buru-buru ke ruang ganti untuk memakai pakaian. Tapi siapa sangka jika Daichi akan menyusulnya.
"Keluar dulu ih!" usir Liora.
"Nggak pengen dibantuin?" goda Daichi menyeringai.
"Nggak!" gertak Liora sengit.
Daichi terkekeh, tapi dengan patuh meninggalkan ruang ganti.
Liora menghirup nafas lega, untungnya malam ini Daichi sedikit jinak.
Liora memilih gaun warna merah muda, menonjolkan sisi feminimnya bak tuan putri nan anggun. Setelah itu dia pindah ke meja rias, mau make up dan menatap rambutnya.
Daichi mendekat, membantu menyisir rambutnya dari belakang.
"Dandan cantik mau kemana?" tanya Daichi.
"Diajak papa makan malam dengan rekan kerjanya," jawab Liora jujur.
"Rekan kerja yang mana? Apa ada hubungannya dengan keluarga Mada?" tanya Daichi mulai curiga.
"Aku nggak tahu, rekan kerja papa kan banyak banget," balas Liora dengan santai.
Daichi memutar kursi yang diduduki Liora, kini mereka saling berhadapan.
"Kalau papa kamu mau menjodohkan kamu dengan lelaki lain—tolak!" tegas Daichi dengan tatapan mendominasi.
Aku si berharapnya anak yg di kandung Nayshila itu anak dari lelaki lain kyk di drakor-drakor 😂, biar menyesal itu Yudistira sdh meninggalkan mamanya Liora🤣