NovelToon NovelToon
Istri Bar-bar Ustad Tampan

Istri Bar-bar Ustad Tampan

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Nikahmuda / Kehidupan di Kantor / Identitas Tersembunyi
Popularitas:5.8k
Nilai: 5
Nama Author: fania Mikaila AzZahrah

Aku ingin kebebasan.

Aku ingin hidup di atas keputusanku sendiri. Tapi semua itu lenyap, hancur… hanya karena satu malam yang tak pernah kusangka.

“Kamu akan menikah, Kia,” kata Kakek, dengan suara berat yang tak bisa dibantah. “Besok pagi. Dengan Ustadz Damar.”

Aku tertawa. Sebodoh itu kah lelucon keluarga ini? Tapi tak ada satu pun wajah yang ikut tertawa. Bahkan Mamiku, wanita modern yang biasanya jadi pembelaku, hanya menunduk pasrah.

“Dia putra Kiyai Hisyam,” lanjut Kakek.
“Lulusan Kairo. Anak muda yang bersih namanya. Cermin yang tepat untuk membasuh aib keluargamu.”

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon fania Mikaila AzZahrah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab. 28

Malam itu, usai acara pengajian dan momen yang cukup menguras emosi, Kia dan Ustadz Damar berjalan berdua menuju penginapan sederhana yang hanya berjarak lima menit dari ponpes.

Jalan setapak disinari lampu temaram, udara Bandung Barat yang dingin menusuk kulit, tapi hati Kia terasa lebih hangat meski tetap ada sisa perih dan ragu yang belum benar-benar hilang.

Setibanya di depan pintu kamar, Ustadz Damar meraih tangan Kia, menggenggamnya erat sambil menatap mata istrinya yang masih menyimpan kebingungan.

“Aku boleh jujur?” gumamnya dengan nada santai tapi penuh makna.

Kia hanya mengangguk pelan.

“Baru kali ini aku ceramah, bukan jamaah yang bikin aku deg-degan tapi istri sendiri.” Ia tersenyum jahil, lalu mencubit gemas pipi Kia.

Kia memutar bola matanya, pura-pura kesal, “Ah Ustadz, gombalnya. Aku tadi deg-degan setengah mati, takut malu.”

“Tapi kamu bikin semua orang yang meremehkanmu jadi mikir dua kali. Yang tadinya ngerasa paling islami langsung diem kan? CEO-ku ini jago juga nyentil tanpa maki.”

Kia menghela napas panjang. “Tapi kamu tahu kan, aku masih jauh dari sempurna. Aku baru belajar. Baru pakai hijab. Masih suka takut salah ucap. Aku cuma bisa.ya, bicara seperti aku biasa presentasi di rapat dewan direksi. Bukan sebagai ustadzah seperti mereka harap.”

Ustadz Damar menatapnya dalam-dalam, lalu dengan nada serius yang mendadak berubah jadi romantis absurd, ia berkata.

“Aku nggak nikahin kamu karena kamu ustadzah, Sayang. Aku nikahin kamu karena kamu karateka berhijab yang kalau ngaji suaranya manis, tapi kalau mukul, bisa bikin tulangku retak.”

Kia mendengus tertawa, “Kamu tuh ya... romantisnya aneh!”

“Tapi ampuh kan? Lihat, kamu senyum lagi.”

Mereka berdua tertawa kecil, lalu masuk ke dalam kamar penginapan. Meski sederhana, malam itu terasa cukup indah bukan karena tempatnya, tapi karena keberanian Kia untuk tetap berdiri di tengah sorotan dan cinta Damar yang tetap menguatkan meski dalam diam ataupun canda.

Kia sadar, jalan hijrahnya masih panjang. Tapi ia tidak sendiri. Dan untuk malam ini, itu sudah cukup.

Malam itu angin pegunungan berhembus pelan melalui celah jendela yang tak sepenuhnya tertutup. Lampu temaram menciptakan suasana hangat dan tenang di kamar penginapan yang sederhana. Di luar, suara jangkrik bersahutan mengiringi malam yang terasa lebih sunyi dari biasanya.

Kia berdiri di depan cermin, menatap bayangannya sendiri. Wajahnya memerah, bukan karena dingin, tapi karena rasa malu yang tak bisa disembunyikan.

Tangannya gemetar halus saat merapikan tali lingerie merah yang ia kenakan malam itu satu-satunya pakaian berani yang ia simpan sejak awal pernikahan, tapi belum pernah ia pakai hingga malam ini.

Sudah sebulan mereka menikah secara sah. Ustadz Damar begitu menjaga. Bahkan ketika mereka sendiri di kamar, lelaki itu selalu menjaga pandangan dan jarak, seolah Kia adalah sesuatu yang begitu suci dan tak layak disentuh tanpa restu penuh dari langit. Mereka melakukannya pertama kali sebulan lalu karena jebakan kakek Narendra Kazehaya.

Tapi malam ini, Kia yang membuka pintu itu. Bukan karena paksaan. Tapi karena perlahan, hatinya luluh oleh kesabaran dan cinta yang tak banyak bicara, tapi terasa.

Saat pintu kamar mandi terbuka, dan Kia melangkah keluar mata Ustadz Damar sontak membelalak. Ia baru saja selesai shalat isya dan belum sempat menggulung sajadah ketika pandangannya jatuh pada sosok istrinya.

“Bismillahirrahmanirrahim... Kia?” gumamnya dengan suara parau, nyaris tersedak oleh napasnya sendiri.

Kia hanya menunduk, bibirnya bergetar menahan malu. “Jangan ketawa ya aku cuma pengen kelihatan cantik malam ini.”

Damar menelan ludah. “Cantik? Ini mah bikin jantung saya hampir pindah ke dengkul,” ujarnya berusaha tetap waras meski wajahnya memerah sampai ke telinga.

Ia berdiri pelan, lalu mendekat. Tapi sebelum menyentuh Kia, ia menatap istrinya dengan lembut. “Yakin udah siap?”

Kia mengangguk pelan. “Aku bukan ustadzah, bukan perempuan sempurna, dan aku takut terlihat bodoh. Tapi aku istrimu. Dan malam ini aku ingin jadi milikmu, sepenuhnya untuk kedua kalinya dan berharap kita segera memiliki momongan.”

Damar memejamkan mata sejenak, seolah sedang berdoa dalam hati. Lalu dengan penuh hormat dan kasih, ia menarik Kia ke dalam dekapannya.

Dan malam itu, bukan hanya tubuh mereka yang saling mendekat. Tapi dua hati yang selama ini menjaga, akhirnya saling menyatu dalam ketulusan, dalam cinta yang dibungkus rasa malu, namun penuh keberanian.

Pagi menjelang. Sinar mentari menelusup malu-malu lewat sela tirai, menimpa dua insan yang tertidur lelap dalam pelukan yang tak biasa mereka jalani sebelumnya.

Kia membuka mata lebih dulu. Sekilas ia bingung lalu ingat. Pipinya langsung memanas.

“Ya Allah... aku beneran berani semalam,” gumamnya pelan sambil memeluk selimut lebih erat, menutupi wajah yang separuh ingin sembunyi dari dunia.

Di sampingnya, Ustadz Damar masih tertidur. Napasnya teratur dan senyuman kecil tersungging di bibirnya, seolah tengah bermimpi indah.

Kia menatap wajah suaminya, antara gemas dan geli. Tak tahan, ia mencubit pelan pipi Damar.

“Ustadz Damar bangun jangan pura-pura tidur.”

Damar mengerjapkan mata dan tersenyum menggoda. “Saya nggak tidur, saya sedang tafakur atas nikmat semalam.”

Kia melempar bantal ke wajah suaminya. “Ustadz kok romantis tapi nyeleneh! Ih malu tau!”

“Kenapa malu? Yang halal kok malu. Tapi serius deh semalam itu kayak mimpi yang nggak saya minta, tapi Allah kasih. Saya takut bangun dan kamu hilang.”

Kia terdiam. Ucapan itu bukan gombalan murahan. Ia tahu betul, suaminya bukan tipe yang gampang main kata. Tapi ketika dia bicara jujur seperti itu hatinya seketika leleh.

Damar duduk, menarik selimut lalu menatap Kia lekat-lekat. “Tapi saya mau tanya satu hal.”

“Apa?” tanya Kia waspada.

“Lingerie merah itu belinya kapan? Kenapa baru dikeluarin sekarang? Kamu menyiksa saya seminggu lebih loh.”

Kia langsung menarik bantal dan memukulkannya ke arah suaminya. “Aduh! Gimana kalau nanti ibu-ibu jamaah tahu kamu kayak gini?”

Damar tertawa puas. “Biarkan mereka tahu suami mereka mungkin pandai ceramah, tapi suamimu paling jago bikin istri tersenyum di pagi hari.”

Kia tak bisa menahan tawa kecilnya. Sambil menyender ke bahu Damar, ia berbisik pelan. “Makasih udah sabar nunggu aku siap.”

Damar menggenggam tangannya. “Sampai kapan pun saya tunggu. Karena mencintaimu bukan soal terburu-buru, tapi sabar menunggu waktu terbaik.”

Dan pagi itu, bukan hanya tubuh yang terbangun. Tapi cinta mereka yang sederhana, malu-malu, dan penuh kejutan manis akhirnya tumbuh tanpa ragu.

Pagi itu, seharusnya mereka sudah bersiap kembali ke pondok, tapi suasana di dalam kamar justru seolah menolak waktu berjalan lebih cepat.

Ustadz Damar memeluk Kia dari belakang, dagunya bersandar di bahu istrinya yang masih mengenakan jubah tidur tipis. Hening sesaat, hanya ada detak jantung dan napas yang berpacu.

“Pagi ini boleh saya egois sebentar?” bisik Damar lirih, seperti takut permintaan itu terlalu dini setelah malam yang melelahkan namun membahagiakan.

Kia menunduk, wajahnya memerah. Ia tak menjawab, hanya menggenggam tangan Damar yang melingkar di pinggangnya. Dan itu sudah cukup sebagai jawaban.

Waktu pun seperti melambat. Cinta mereka menyatu dalam diam, tanpa suara yang berlebihan, hanya getar-getar pelan yang membuat ruang kamar menjadi saksi bisu kerinduan yang tertunda terlalu lama.

Tak ada yang vulgar. Hanya keintiman yang terbungkus kelembutan, desah yang bukan sekadar hasrat, tapi luapan rindu dari dua hati yang saling menahan sejak awal pernikahan.

Saat semuanya usai, Kia menyembunyikan wajah di dada Damar. Ia malu, tapi juga merasa utuh.

Damar mengecup kening istrinya, lalu berbisik, “Sekarang saya benar-benar merasa menjadi imam utuh untukmu, Kia.”

1
Meirah
serunya
Mutia bee🐝
Ceritanya bagus semangat kakak
Purnama Pasedu
betul kia
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: makasih banyak masih setia baca kakak 🙏🏻🥰
total 1 replies
Purnama Pasedu
akan banyak cela kia
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: itulah hidup kak baik semakin dicela lebih-lebih kalau sudah jelek dari awal
total 1 replies
Purnama Pasedu
ustadz bisa ae
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: pintar gombal yah 🤭🤣
total 1 replies
Purnama Pasedu
iya kia
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: hehehe 🤭
total 1 replies
Purnama Pasedu
tapi kadang tempat kerja ngelarang pakai hijab ya
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: iya kakak tergantung dari peraturan perusahaan
total 1 replies
Purnama Pasedu
bisa ae pak ustadz
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: pak ustadz gaul 😂
total 1 replies
Purnama Pasedu
masih galau ya kia
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: hehehe 🤭
total 1 replies
Purnama Pasedu
aamiin
Purnama Pasedu
pasangan yg kocak
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: makasih banyak masih setia baca 🙏🏻🥰
total 1 replies
Purnama Pasedu
kia terlalu keras ya
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: sabar kak ujian sang ustadz tapi nanti dapat hidayah kok 🤣🤭
total 1 replies
Purnama Pasedu
si kakek
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: ulah kakeknya akhirnya gol 🤭🤣
total 1 replies
Purnama Pasedu
kia jadi diri sendiri aj,perlahan aj
Eva Karmita
semangat otor 🔥💪🥰
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: Alhamdulillah makasih banyak kakak
total 1 replies
Eva Karmita
semangat ustadz... yakinlah Allah selalu ada untuk umatnya
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: betul kak
total 1 replies
Purnama Pasedu
nyimak
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: semoga suka
total 1 replies
Purnama Pasedu
koq sedih ya
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: jangan sedih kak 🤭🙏🏻
total 1 replies
Eva Karmita
Thor bisa ngk bahasa kia kalau ngomong sama yg lebih tua sopan sedikit jgn pakai bahasa Lo gue , maaf sebelumnya bukan mengkritik otor cuma gak ngk enak aja di baca bahasanya bisa diganti aku atau apalah ... sebelum mohon maaf ya ,, ceritanya bagus tetapi semangat Otor 🙏😊
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: belum saatnya kak kan gadis bar-bar tomboy liar dan pembangkang 🤭🙏🏻
total 1 replies
Eva Karmita
keren pak ustadz 😍😍😍
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: ustadz idaman yah kakak 🤭
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!