LANJUTAN OH MY JASSON. HARAP BACA OH MY JASSON TERLEBIH DULU
Kimmy mencoba berusaha melupakan Jasson, laki-laki yang sudah ia sukai sejak dari kecil. Ia memilih fokus dengan pendidikannya untuk menjadi calon dokter.
Setelah tiga tahun, Kimmy kembali menjadi wanita dewasa dan mendapat gelar sebagai seorang dokter muda. Namun pertemuannya kembali dengan Jasson, pria yang memiliki sikap dingin itu justru malah membuat usahanya selama ini menjadi sia-sia.
Sebuah jebakan memerangkap mereka berdua dalam sebuah ikatan pernikahan. Namun pernikahan mereka berdua semata hanya tertulis di atas kertas dan di depan keluarga saja. Perjanjian demi perjanjian mereka sepakati bersama. Meskipun dalam hubungan ini Kimmy yang paling banyak menderita karna memendam perasaannya.
Banyak sekali wanita yang ingin mendapatkan hati Jasson, tak terkecuali teman sekaligus sekretaris pribadinya. Lantas, akankah Kimmy mampu meluluhkan hati laki-laki yang ia sukai sejak kecil itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nona lancaster, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Semakin tersiksa
Selama beberapa hari ini, Jasson tidak menyerah berusaha menemui Kimmy di rumah Papa Louis untuk meminta maaf meskipun istrinya itu sama sekali tidak mau menemuinya seperti saat waktu dirinya berhasil mencuri bibir Kimmy untuk diciumnya. Sekalipun Papa Louis memaksa Jasson untuk tinggal di sana, tetapi laki-laki itu tidak mau sebelum Kimmy sendiri yang memang benar-benar menginginkan dirinya. Ya, Jasson sangat menghargai keputusan Kimmy untuk menenangkan diri di rumah orang tuanya.
Masalahnya dengan Kimmy saat ini berimbas pada pekerjaan dan keseharian Jasson yang tidak mau melakukan aktivitas apapun selain mendapatkan maaf dan mengajak istrinya itu pulang. Makan pun rasanya ia enggan sekali. Bahkan dirinya sudah tidak mau tau tentang proyek besar yang sudah susah payah ia dapatkan.
Dan siang selanjutnya saat Jasson kembali mendatangi rumah Papa Louis untuk menemui Kimmy, ternyata Kimmy pergi ke rumah bibinya yang ada di luar kota, Bibi Bea. Kebingungan pun semakin menyiksa laki-laki itu. Sebab, menemui Kimmy di sini saja dirinya sangat kesulitan apalagi di rumah bibinya yang sangat cerewet itu.
“Rumah Bibi Bea?” Tubuh Jasson seketika melemas di sandaran sofa saat Papa Louis yang baru saja pulang dari bertugas menyuruhnya masuk dan mempersilakan duduk.
“Iya, Nak.”
“Sampai berapa hari, Pa?”
“Entahlah, Papa sendiri juga tidak tau, Nak. Padahal dia tidak pernah seperti ini jika sedang marah. Papa sudah menasehatinya, tetapi Kimmy tidak mau mendengarkan. Kau jangan terlalu mengkhawatirkan ini, Kimmy hanya membutuhkan waktu untuk sendiri, setelah itu dia berjanji akan pulang ke rumah kalian.” Louis menepuk bahu Jasson membuat menantunya itu supaya bisa mengerti.
"Apa benar Kimmy bilang seperti itu, Pa?" Sorot matanya begitu sendu dan kuyu. Louis pun bisa mengamatinya. Tatapan mata yang tersimpan begitu banyak penyesalan, dan ... kerinduan.
"Iya, Nak. Papa bisa jamin itu."
Secercah harapan sedikit membangkitkan semangat Jasson. “Baiklah, Pa, kalau begitu Jasson permisi pamit pulang saja.”
“Kau yakin mau pulang?” Louis memperhatikan wajah Jasson yang nampak kurang sehat. Matanya yang sedikit memerah dan cekung hingga lingkar hitam mengantung di bawah matanya membuat laki-laki parubaya itu merasa tidak tega. “ Sepertinya kau kurang sehat. Sebaiknya kau istirahat di sini saja.”
“Tidak usah, Pa, terimakasih. Jasson baik-baik saja. Jasson akan istirahat di rumah.” Laki-laki itu bangkit meninggalkan tempat duduknya, dan diikuti oleh Louis kemudian.
“Baiklah ... istirahat dan makanlah yang cukup. Kau sepertinya kurang sehat.”
“Iya, Pa. Jasson permisi pamit pulang.”
Louis pun mengantarkan Jasson ke halaman rumah hingga menantunya itu masuk ke dalam mobil. Saat mobil yang ditumpangi oleh Jasson lenyap dari pandangannya Louis pun kembali masuk ke dalam.
**
Jasson baru saja tiba seusai pulang dari rumah Papa Louis. Saat langkahnya yang serasa tak bertenaga telah mencapai kamar, ia langsung menjatuhkan tubuhnya di atas tempat tidur dengan kaki yang menjuntai menyentuh lantai. Sepatunya dibiarkan terpakai begitu saja. Rasanya ia lupa terakhir hari apa menempati kamar ini bersama Kimmy. Karena selama beberapa hari ini, ia tidur di sembarang tempat dan lebih banyak menghabiskan waktunya di dalam mobil dibanding di rumah.
“Kimmy ...”
“Aku harus bagaimana? Apa benar kata Papa Louis kalau dia akan benar-benar pulang kemari?” Jasson mengusap kasar wajahnya sambil mendesah frsutasi. Ingin sekali menghancurkan barang-barang yang ada di sekitar kamarnya saat ini. Laki-laki itu menggeram. Mencengkram rambutnya kuat-kuat hingga kulit kepalanya ikut tertarik. Rasanya ia ingin sekali berteriak melampiaskan emosinya yang tertahan dan mengacaukan isi kepalanya yang seakan berdarah-darah.
Kakinya dibiarkan menjuntai di bawah lantai. Memejamkan matanya yang semakin meredup. Ia ingin sejenak mengistirahatkan tubuhnya, lalu setelah itu menemui Kimmy di rumah Bibi Bea. Meskipun Jasson tau Kimmy hanya ingin menenangkan diri, tetapi ia tetap akan menemuinya. Ia hanya ingin menunjukan bahwa dirinya sangat membutuhkan wanita itu.
“Tuan ....” Baru beberapa menit Jasson memejamkan mata. Namun, suara ketukan pintu yang sangat mengganggunya terdengar dari luar kamar. Suara Bi Katty. Jasson paham betul dengan suara pelayannya tersebut. Namun, Jasson enggan sekali untuk menyahutinya.
“Tuan, saya sudah menyiapkan makan siang.” Sesaat diam lalu bersuara kembali.
“Tuan Jasson ....” Jasson berdecak kesal. Ia benar-benar merasa terganggu dengan pelayannya tersebut.
“Aku tidak berselera makan, Bi, tolong pergilah dan jangan menggangguku!” teriaknya dengan menahan penuh emosi, namun masih dengan suara yang sopan.
“Baiklah, Tuan.”
Bi Katty pun berlalu pergi meningalkan kamar Jasson yang masih tertutup. Wanita parubaya itu hendak kembali melanjutkan pekerjaan dapur yang belum terselesaikan. Namun, suara bell pintu terdengar dari luar rumah mengurungkan niatnya. Bi Katty dengan segera membukakan pintu untuk tamu yang masih belum ia ketahui kedatangannya siang itu.
“Tuan Harry ....” Seulas senyuman tersemat di kedua sudut bibir Bi Katty saat melihat Harry berdiri di depan pintu yang baru saja ia buka.
“Apa Jasson hari ini pulang, Bi?” tanya Harry seraya melihat mobil milik Jasson yang terparkir di pelataran rumah.
“Iya, Tuan Jasson baru saja pulang, Tuan.”
“Bisa minta tolong panggilkan dia ya, Bi.”
“Saya tidak berani, Tuan ....”
“Kenapa memangnya, Bi?” Kening Harry berkerut diikuti dengan salah satu alisnya yang naik.
“Tuan Jasson tadi marah-marah. Saya tidak berani memanggilnya, Tuan.”
“Kalau begitu biar saya sendiri saja yang masuk untuk memanggilnya, ya, Bi.”
Harry pun menerobos masuk ke dalam sesaat setelah mendapatkan izin dari Bi Katty. Ia berjalan dengan langkah pendek menghampiri Jasson yang kala itu berada di kamar. Laki-laki itu meyelonong masuk saat mengetahui pintu kamar ternyata tidak dikunci.”
Harry menghentikan langkahnya. Ia berdiri di samping tempat tidur. Mengamati sahabatnya yang terlihat kacau dan berantakan. Tidak serapi dan sebersih biasanya. Ya, seumur hidupnya mengenal Jasson, baru kali ini Harry melihat penampilan sahabatnya yang sangat dikenal rapi dan bersih itu menjadi berantakan.
“Jasson ....”
Mendengar suara yang tak asing, kedua mata Jasson yang mulanya terpejam seketika terbuka. Ia pun berdecak kesal saat mengetahui sahabat kecilnya itu ternyata berada di dalam kamarnya.
“Sedang apa kau di sini? Pergilah!” serunya seraya memejamkan kembali matanya.
“Jasson, kenapa kau jadi seperti ini?” Harry mendaratkan tubuhnya duduk di samping Jasson seraya menepuk bahu sahabatnya itu, tetapi Jasson malah menghindar dari pandangan Harry dengan mengubah posisi tubuhnya dengan tengkurap.
“Pergilah dari sini! Jangan semakin memperburuk suasana hatiku!”
“Kau kenapa seperti ini? Apa masalahmu dengan Kimmy belum selesai?”
“Menurutmu?” Jasson menarik tubuhnya untuk beranjak duduk. Menatap Harry dengan tatapan kesal dan penuh emosi. “Ini semua gara-gara kau!”
“Kenapa kau jadi menyalahanku?” seru Harry. Laki-laki itu merasa tidak terima.
“Kalau kau tidak menawarkan proyek besar itu kepadaku, mungkin semuanya tidak akan seperti ini! Aku tidak akan mempekerjakan Alea lagi. Dan Kimmy juga tidak akan marah kepadaku!” Jasson mengguncang kuat salah satu bahu Harry.
“Jadi menurutmu ini salahku?”
“Iya, tentu saja ini salahmu!”
Harry menggeleng-gelengkan kepalanya. “Jasson, aku menawarkan proyek itu karena aku peduli denganmu. Aku juga sudah menasehatimu waktu itu. Bicaralah terus terang kepada Kimmy tapi kau tidak mendengarkanku, bukan!” seru Harry. Jasson seakan tidak memiliki perkataan untuk membantah lagi.
“Paman Gio dan Kakak Ken beberapa hari ini mencarimu. Kau menelantarkan pekerjaan dan tanggung jawabmu hanya karena Kimmy!”
“Kimmy juga tanggung jawabku!” seru Jasson. “Lagipula aku sudah tidak bekerja di sana lagi. Aku tidak peduli dengan mereka.”
“Apa maksudmu?”
“Apa kau tuli?” tanya Jasson. “Aku sudah tidak bekerja di perusahaan keluargaku lagi!”
Harry tiba-tiba tertawa sarkastik sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. “Lalu apa yang Kimmy harapkan dari suami yang tidak bekerja dan melupakan tanggung jawabnya seperti dirimu?”
Manik mata berwarna kelabu yang nyaris meredup itu menatap Harry dengan penuh kobaran api. Namun, dirinya hanya memilih diam daripada menyahuti perkataan sahabatnya yang mungkin hanya akan membuat dirinya semakin marah.