Ana yang baru masuk ke tempat kerja baru, terpikat dengan Aris, pemuda yang tampan, baik, rajin bekerja dan sopan. Sempat pacaran selama setahun sebelum mereka menikah.
Di tahun kedua pernikahan mereka, karakter Aris berubah dan semakin lama semakin buruk dan jahat.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Frans Lizzie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 18 - Keinginan Ana
Acara ulang tahun Tiur malam itu berlangsung akrab dan seru. Empat gadis lajang, sepasang suami-istri dan seorang pria lajang saling bekerja sama menyiapkan hidangan makan malam.
Setelah selesai bakaran satenya, mereka segera berkumpul untuk makan bersama. Mereka tidak membuat lontong karena merepotkan. Jadi mereka menyantap sate ayam dan kambing dengan nasi.
Sayurannya??
Cap cay.
“Inilah dinner dengan menu sinting dari seorang hotelier. Main course sate ayam dan kambing, sayurannya cap cay. Menunya serba nggak nyambung, tapi yang penting, rasanya enak,” seru Yuni girang. “Mantap!”
Aniek menyambung, “Iya bener lho bumbu satenya maknyus. Cap cay nya juga seenak masakan chef hotel bintang lima ini.”
“Berterima kasihlah pada hidden chef malam ini.” Tiur membungkukkan badan penuh penghormatan kepada Aris. “Kemampuan memasak mu bikin aku menyayangkan kenapa masuk ke engineering sih.”
Ling Xie yang baru tiba setelah hampir semua hidangan siap, segera bereaksi antusias. “Wah! Beneran ini yang masak Aris? Iya, iya? Masakan Aris yang ini?” Ling Xie berkata sambil menunjuk ke arah Aris.
Yudi menjawab sambil cengengesan seperti biasa. “Lha ya bener tho Ce. Kan di sini cuma ada satu Aris yang ini.”
“Wah, Mas Aris pinter banget masak,” puji Aniek bersungguh-sungguh. “Nanti yang jadi istrinya pasti seneng. Mau makan enak tinggal minta dimasakin suami.”
Tiur dan Yuni langsung tergelak. Mode julid on. Dengan jari telunjuk mereka mulai menusuk-nusuk bagian tulang rusuk Yudi.
“Tuh denger tuh, Yudi yang agung. Istrimu tidak puas dengan performa mu sebagai suami,” ejek Yuni.
Ling Xie ikut-ikutan menambahkan, “Bener Yudi, harus lebih pinter menyenangkan hati istri. Sering memasakkan istri hidangan lezat lebih berharga lho daripada printout Photoshop-an gambar istri.”
Ana ikut tertawa keras mendengar sindiran Ling Xie. Tentu dia ingat kejadian lucu di office saat itu.
“Sialan,” Yudi menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal.
Tidak mau ia terus menjadi korban pem-bully-an,Yudi mencoba mengalihkan.
“Bakar jagung yuk. Mumpung bara apinya masih bagus.”
“Aku masih kenyang, Mas,” rengek Aniek. “Baru saja selesai makan sate.”
“Udah kamu ngobrol-ngobrol bareng Tiur dan cewek-cewek lain saja Dek. Biar mas dan Aris yang bakar jagungnya. Lagian tadi kata Ling Xie maksimal cuma sampai jam 11 saja, lalu pulang.”
“Wah iya bener,” seru Yuni. “Iya bener, Yudi. Ling Xie ga bisa ikut nginep. Iya cepetan bakar jagungnya. Guys, kita cewek cewek….”
“Masuk ke dalam yuk,” ajak Tiur. “Kita bikin wedang jahe saja di dalam buat semua. Pasti nikmat minum jahe sambil makan bakar jagung.”
Di dalam mereka saling bekerja sama menyiapkan wedang jahe. Yuni mengikis kulit jahe. Tiur mengeluarkan ceret besar dan mulai merebus jahe-jahe yang sudah dibakar terlebih dahulu.
“Ana sudah kemana saja sejak di Batam ini?” tanya Aniek. Ia memang baru berkenalan dengan Ana, karena memang baru ini kali pertama Ana ikut acara kumpul-kumpul anak sales.
“Baru ke mall-mall dan pasar saja sih. Ke pasar seken di Batu Aji, pernah juga.”
“Tak suka lihat pantai ya. Ke Pulau Putri, bagus lho. Nanti bisa naik pompong, semacam perahu kecil bermotor untuk menyeberang ke pulau,” lanjut Aniek lagi, yang lebih tua daripada para sales ladies ini.
Ana langsung tertarik. “Pulau Putri ya? Jauh dari mess kami? Naik bus dari bisakah ?”
Aniek terlihat berpikir, “Dulu ada sih bus Trans Batam entah yang jalur berapa, aku lupa. Aku naik bus sudah dulu sekali sebelum aku menikah dengan Mas Yudi.”
Ana menatap teman-temannya. Menunggu tambahan respon dari yang lain. “Hei, kalian kok diam saja. Kasih info ke aku lah, gimana supaya bisa sampai ke tempat-tempat itu dari mess.”
Ling Xie yang selalu bijak menjawab, “Kalau aku ya, aku pergi bareng keluargaku naik mobil. Tapi itu sudah berapa tahun lalu. Kalau kalian?”
“Pernah ada acara employee gathering ke Pulau Putri, pakai mobil hotel. Tapi ya kapan lagi bakal ke sana.” Tiur menambahkan.
“Gitu ya,” kata Ana agak kecewa. “Aku sebetulnya ingin lho explore Batam ini. Batam kan beda kehidupannya dengan Jogja. Jadi ingin tahu banyak soal tempat-tempat yang masih asli dan indah, tentu kuliner juga…”
Aniek menyeletuk, “ Buruan punya pacar aja, Ana. Biar diajak keliling sama pacar kamu. Dulu aku pas pacaran sama Yudi juga menjelajah ke mana-mana. Pantai sepanjang jembatan Barelang sampai pulau terakhir sudah kami datangi. Pantai Nongsa, Marina juga sudah semua.”
Yuni dan Tiur langsung setuju.
“Iya betul itu. Aku setuju. Ana kan cantik. Punya pacar aja. Kenapa? Udah punya ya di Jawa?” tanya Yuni semangat.
Ana menggeleng. “Nggak. Aku jomblo kok. Tapi apa ya gitu sih solusinya. Kan bisa aku pergi bareng teman, kalau perlu aku berani kok pergi sendiri asal tau jalur transportasinya.”
“Aaaa, aku kurang setuju.” Ling Xie mengacungkan telunjuknya ke atas. “Ana, di sini bukan Jogja lho. Jogja memang udah daerah tujuan wisata sedari dulu. Semua teratur dan tersedia. Di sini nggak gitu, teman. Ana harus pergi bareng orang yang sudah tahu jalan sebelumnya. Di sana masih banyak pantai perawan yang jarang diketahui orang.”
Tiur membuka tutup ceret untuk menghirup rebusan jahe, kayu manis dan sedikit cengkeh. “Wedang jahe udah siap.”
Kemudian Tiur berteriak melalui jendela yang terbuka. “Aris, Aris… tolong bantu angkat ceret air jahe keluar. Tak kuat ini kami para cewek untuk angkat-angkat.”
“Siap, Boru.” seru Aris dari depan. Kemudian ia bergegas masuk ke dalam.
Di dapur, Aris segera mengangkat ceret besar yang masih di atas kompor.
Sedangkan Yuni mengangkat setumpuk gelas stainless steel dibantu oleh Ling Xie dan Aniek.
Tiur mengambil tissue kering maupun tissue basah lalu memanggil Ana, “Ana, kamu bantu bawain tissue ini aja keluar.”
Ana segera bergegas menerima tissue itu lalu mulai melangkahkan kaki bersama dengan yang lain.
Baru saja Aris meletakkan ceret berisi jahe panas di atas tatakan bambu, Yuni berseru keras.
“Guysss, tadi di dapur kami cerita-cerita. Ana ini ingin pergi liat Pulau Putri, juga Jembatan Barelang. Pokoknya ia ingin tahu tempat-tempat di Batam yang alam indah bukan mall mall yang di mana-mana sama aja kurang lebih.” Yuni diem sebentar sambil menatap dua cowok di depannya. “Kalian ini cowok-cowok, temenin lah anak bungsu kami ini. Masa pergi sendirian.”
Yudi menunjuk ke Aris. “Ya bareng sama Aris ini ajalah. Aku kan udah punya Aniek. Kowe isih jomblo tho Ris? Sing wingi..ora sido tho? Wah sopo tho yo wingi kuwi, jenenge sopo. Aku lali meneh.”
Tiur sudah melempar gumpalan tissue ke arah Yudi. “Omong Jawa lagi! Aku gak ngerti. Kau anggap apa kami ini, hah. Lalat yang nggak perlu tau kalian ini ngomongin apa, hah!”
Aris tertawa. “Jangan panas, Boru. Mas Yudi cuma bilang dia sudah punya istri Mbak Aniek, jadi kurang leluasa kalau pergi jadi biar aku nanti yang mengantar dan menemani ke mana Ana ingin pergi.”
Lalu Aris ganti menatap Ana dengan senyum menawan. “Kita atur waktunya ya agar tak mengganggu kerjaan kita.”
Terjadi kesunyian selama 5 detik setelah perkataan Aris. Tetapi kemudian…