Season 1.
Kisah cinta antara bangsawan buta dengan seorang pelayan.
Alex Smith, seorang bangsawan raya yang mengalami kebutaan karena kecelakaan. Sialnya lagi, ia ditinggalkan oleh calon istrinya yang tidak mau menerima keadaan Alex.
Pada akhirnya, Alex menikah dengan Kinara Lee, seorang pelayan biasa yang menjadi pengantin pengganti. Kinara rela menikah dengan laki-laki yang tak mencintainya hanya karena tawaran yang menggiurkan.
Namun, benarkah hanya itu alasan mereka untuk menikah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Biru Samudera, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 28: Sebuah Rahasia
Billy berjalan keluar dengan gusar. Ia menuju gazebo di dekat kolam renang lalu mengeluarkan ponsel dari saku celana. Setelah membuka kunci layar, pria itu menekan beberapa nomor dan melakukan panggilan. Billy berjalan mondar-mandir dengan tidak sabar ketika nada dering terdengar hingga akhir tanpa diangkat.
"Sialan!" umpat Billy, tampak kesal. Ia menekan nomor yang lain, kemudian kembali berjalan mondar-mandir di pinggir kolam.
"Halo?" sergah Billy begitu nada dering terputus dan digantikan dengan suara seorang pria dari seberang sana. "Dengar, lakukan apa pun untuk mencegah Alex menemukan gadis itu, mengerti?"
Billy terlihat mendengarkan lawan bicaranya, lalu kembali berkata, "Tenang saja, aku yang akan bertanggung jawab. Baik lima tahun lalu atau sekarang, aku yang akan menanggung semuanya."
Rahang Billy terlihat kaku, ia memutuskan panggilan kemudian berbalik. Hanya sedetik, wajah pria itu memucat sekilas sebelum kembali normal.
"Kamu?" Mata Billy hampir keluar dari rongganya saat melihat Benji yang berdiri hanya sekitar lima langkah dari tempatnya. "Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Billy dengan raut curiga.
"Hanya mencari angin," jawab Benji sambil tersenyum lebar, terlihat sedikit mengejek.
"Kau mengikutiku?" selidik Billy, ia mengamati tiap perubahan di wajah Benji dengan teliti.
Benji mengangkat kedua tangannya dengan santai, seringai mengejek masih bertengger di wajah tampannya.
"Sejujurnya, saya lebih dulu ada di sini sebelum Anda, Tuan," jawab Benji seraya menatap Billy lekat.
Kedua pria itu saling menatap dalam diam, terlalu sibuk dengan pikiran dan praduga mereka masing-masing. Tak ada yang terlihat ingin membuka suara, hingga akhirnya Billy mendengkus samar sebelum berjalan melewati Benji.
"Tak ada sahabat sejati, yang ada hanya kepentingan pribadi, bukan begitu, Tuan?"
Suara Benji terdengar sangat pelan, persis ketika posisi tubuh Billy sejajar dengannya. Langkah kaki Billy terhenti satu detik, sebelum akhirnya ia kembali berjalan tanpa menoleh sama sekali.
Benji menatap punggung Billy yang menghilang di balik pintu. Ia segera meraih ponsel dari saku celana dan menekan speed dial. Hanya terdengar satu nada sambung sebelum panggilan itu dijawab oleh seseorang di seberang sana.
"Halo, Tuan. Semuanya berjalan sesuai rencana." Benji menyeringai sinis, menyimak perkataan lawan bicaranya.
"Baik, aku mengerti," ujar pria itu sebelum mengakhiri panggilan. Pria itu menyugar rambutnya sebelum melangkah kembali ke dalam rumah dengan wajah semringah.
***
Kinara mematut wajahnya di depan cermin. Setelah diberi make-up tipis dan hairdo, wajahnya terlihat sangat berbeda. Kini ia lebih mirip para putri kerajaan dari negeri dongeng yang sering ia baca saat kecil.
"Benar-benar cantik," puji para asisten yang membantunya merias diri tadi.
"Terima kasih." Kinara tersenyum puas. "Aku ingin riasan seperti ini saja untuk besok."
Wajah para asisten itu terlihat terkejut. Mereka saling memandang satu sama lain dengan raut tidak percaya.
“Begini saja?” tanya mereka bersamaan.
Kinara mengangguk dengan mantap. “Ada yang salah?” tanyanya, merasa heran melihat reaksi wanita-wanita di depannya.
“Emm ... itu ....” Salah seorang dari asisten itu tampak ragu-ragu sebelum berkata, “Apakah ini tidak terlalu sederhana, Nona?”
“Terlalu sederhana?” ulang Kinara.
“Iya,” timpal rekan wanita tadi, “Seharusnya tuan atau nyonya Smith telah menyediakan make-up artist yang profesional untuk merias Anda, Nona. Kami hanya iseng saja, merias bukanlah pekerjaan kami.”
“Aku rasa ini sudah cukup,” jawab Kinara, “Kalau kalian bersedia, tolong rias aku seperti ini besok,” pintanya sambil memasang wajah imut.
Keempat asisten tuan Jose kembali saling menatap. “Baik, kami akan datang besok,” jawab mereka serempak, membuat Kinara tersenyum puas.
“Ayo, kita keluar,” ajak Kinara, “Mari lihat pendapat tuan dan nyonya Smith.”
Keempat asisten itu membantu memegangi ekor gaun Kinara dengan sangat hati-hati. Bukan apa-apa, tapi harga gaun itu setara dengan gabungan gaji mereka berempat selama setahun penuh. Tidak ada seorang pun yang ingin melakukan kesalahan. Kinara pun melangkahkan kakinya dengan sangat hati-hati. Iring-iringan kecil itu berjalan kembali menuju aula, mengundang decak kagum dari siapa pun yang berpapasan dengan mereka. Para pelayan menghentikan pekerjaan mereka sejenak, menujuk ke arah Kinara sambil berbisik-bisik. Kali ini, tak ada lagi cibiran atau tatapan sinis dari para pekerja itu. Kepala pelayan yang sedang menuangkan teh untuk tuan Smith dan Jose bahkan sampai lupa mengatupkan mulutnya.
“Mom,” sapa Kinara saat melihat nyonya Beatrice berjalan ke arahnya dengan tergesa.
“Oh, astaga, putriku cantik sekali. Alex tidak salah telah memilihmu,” ujar Beatrice Smith dengan wajah berbinar.
Kinara tersipu, ia menunduk malu-malu melihat tuan Jose pun mengangguk puas sambil melihat ke arahnya. Sekilas ia bersitatap dengan Benji, pria itu pun mengacungkan ibu jari sambil mengedipkan matanya. Kinara menggigit bibir sambil mere*mas pelan gaunnya, merasa sangat gugup.
“Apakah Mom dan Dad keberatan jika aku memakai riasan seperti ini untuk acara besok?” tanya Kinara.
Beatrice Smith menggeleng cepat. “Tentu saja tidak, Sayang,” jawabnya, “Kau terlihat sangat cantik dan natural dengan riasan ini. Sangat cocok denganmu.”
“Alex,” panggil Jonathan Smith saat melihat putranya memasuki aula bersama dua orang pendamping, “Calon pengantinmu sangat cantik,” pujinya.
Alex berdeham sebelum menjawab, “Benarkah? Simpan fotonya untukku.”
“Ah, benar. Foto!” pekik Beatrice Smith, “Billy, panggilkan juru foto terbaik di kota ini. Alex dan Kinara harus melakukan foto pra-wedding.”
Billy yang sejak masuk ke dalam aula tadi hanya memerhatikan semua gerak-gerik Benji dari sudut ruangan, terpaksa bangun dan merogoh ponsel dari dalam saku. Ia melirik sekilas ke arah Kinara, lalu terpaku selama beberapa saat. Ia tidak terlalu memerhatikan saat Kinara keluar tadi. Kini, gadis mungil dalam balutan gaun pengantin itu sungguh menarik perhatiannya.
"Alex, kali ini aku bersungguh-sungguh," bisik Billy di telinga sahabatnya, "Jika kau menyia-nyiakan pengantinmu ini, dengan senang hati aku menjadi salah satu yang berada di barisan paling depan yang menantimu menceraikannya."
Alex Smith mengatupkan rahangnya erat-erat. Entah mengapa Billy sangat sering minta dipukul akhir-akhir ini. Alex baru akan membuka mulut untuk membalas Billy ketika suara Beatrice Smith yang merdu bergema dalam ruangan.
"Cepatlah, Billy. Tunggu apa lagi?" desak nyonya Smith, "Cuaca sedang bagus, kedua calon mempelai sudah siap. Ini adalah momen yang sempurna!"
"Apanya yang sempurna?"
Suara yang menggelegar dari ujung ruangan membuat semua yang berada dalam aula sontak menoleh ke arah sumber suara. Seorang wanita yang sangat mirip dengan Ratu Elizabeth dari Inggris sedang berkacak pinggang di sana dengan sorot mata nyalang penuh amarah. Empat orang bodyguard berjaga di sisi kanan dan kirinya, dua orang pelayan wanita tampak berdiri dengan sigap di dekatnya.
"I-ibu?" Jonathan Smith tergagap, lalu buru-buru bangkit dan berjalan menuju wanita tua bergaun biru telur asin di ujung ruangan.
"Masih berani memanggilku ibu?!" Wanita tua itu mengacungkan kepalan tangannya. "Kemarilah, biar kuhajar otakmu yang kosong itu!"
"Kapan ibu datang? Kenapa tidak mengabari agar aku mengirim orang untuk menjemput?" tanya Beatrice Smith. Ia terlihat sama terkejutnya seperti suaminya.
"Tutup mulutmu," ujar wanita tua itu dengan nada tajam, "Siapa yang memberi izin pada kalian untuk menikahkan cucuku dengan gadis tanpa asal-usul yang jelas ini?"
Kinara menciut ketika mendapati tatapan permusuhan yang diarahkan padanya secara terang-terangan. Gadis itu ingin menyusutkan diri hingga tak terlihat oleh siapa pun.
"Tidak ada yang boleh menikahi Alex tanpa izin dariku!"
Suara yang menggelegar dalam ruangan itu membuat semua yang ada di dalamnya tiba-tiba membeku, terlebih Kinara. Gadis itu menatap wanita tua yang masih tampak gesit dan bugar di penghujung usia itu.
Gesit, bugar, dan menyeramkan. Kinara membatin.
Gadis itu membuang muka ketika lagi-lagi tatapan permusuhan diarahkan padanya, tajam dan menusuk. Kinara menggigit bibirnya, kini ia tahu, dari mana gen sombong dan arogan tuan mudanya berasal.
***
Haii, maaf baru sempat up. Semoga suka 😍
Alex- Nara cuma di kasi bareng ga sampe 2 th.. Kasian Alex..
ya ampuuun skrg baca lagi, ttp mewek jugaaa😭😭