Terkenal playboy dan sering bergonta-ganti pasangan membuat Dokter Willy mendapat pandangan buruk dari orang-orang.
Suatu hari ia jatuh cinta kepada Elsa, seorang gadis bungsu yang memiliki tiga kakak lelaki posesif dan cemburuan.
Mampukah si Playboy Willy meluluhkan ketiga kakak Elsa?
IG otor : KOLOM LANGIT
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kolom langit, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Membakar Masa Lalu
Cemburu memang dapat membuat seseorang melakukan hal-hal gila dan cenderung tidak masuk akal. Itulah yang terjadi pada seorang dokter yang juga menduduki posisi sebagai kepala rumah sakit itu. Jika dalam kesehariannya sebagai dokter, ia terlihat sangat berwibawa. Namun dirinya tetaplah manusia biasa yang juga bisa cemburu dan patah hati.
Tawa kepuasan terdengar menggema dari dalam sebuah mobil. Willy, Marchel dan Wira baru saja berhasil keluar dari gedung restoran setelah kegilaan Willy yang membuat seluruh alarm tanda bahaya berbunyi, hingga menimbulkan kepanikan luar biasa. Tampak beberapa pengunjung masih berdiri di hadapan gedung dengan bingung. Sebab semuanya tampak baik-baik saja. Bahkan tidak ada tanda-tanda asap kebakaran.
"Wahai penduduk bumi, yang terbakar itu hatinya Willy, bukan restorannya," celetuk Wira sembari tertawa.
"Kau sudah gila, Wil. Kau lihat orang-orang itu keluar dari gedung restoran dengan panik," ujar Marchel mencoba meredam tawanya.
"Biar saja. Setidaknya Elsa tidak perlu melewati makan malam romantis dengan manusia keong itu."
"Kalian tahu, ini adalah hal tergila yang pernah ku lakukan seumur hidupku. Kalau mereka tahu ini ulahmu, kau pasti dicincang kakaknya Elsa, si mafia itu." Marchel kembali mencoba menggoda Willy dengan menakut-nakutinya. Namun, Willy tidak menunjukkan reaksi takut sedikitpun. Ia akan menghadapi ketiga kakak Elsa dan bertekad tidak akan menyerah.
Perlahan tawa lepas itu pun mulai menghilang. Wajah masing-masing sudah mulai normal kembali. Bahkan kini air muka Willy sudah terlihat suram lagi, seperti tadi sebelum berangkat ke restoran. Jika mengingat keromantisan Elsa dan Rafli, hatinya bagai teriris.
"Wira, kau bisa minta orang suruhanmu mengawasi Elsa, kan?"
"Beres, aku juga sudah meminta orang memasang alat GPS di mobilnya, yang akan langsung terhubung ke ponselmu. Jadi kau bisa mengawasi bidadarimu kemana pun dia pergi."
Senyum kembali terbit di sudut bibir Willy. Beruntung ia punya dua sahabat durjana yang tidak pernah meninggalkannya dalam keadaan sesulit apapun. Marchel dan Wira yang berasal dari keluarga kaya raya, tidak pernah memandang status Willy yang berasal dari keluarga sederhana. Dukungan terus mereka berikan, hingga akhirnya Willy dapat menjadi seorang dokter seperti sekarang.
"Baiklah, ada gunanya juga punya teman durjana sepertimu."
"Sembarangan! Kalian yang durjana. Aku hanya terkontaminasi oleh kalian," ucap Wira tak terima. "Ngomong-ngomong, Elsa dan Rafli kemana, ya?"
"Entahlah, mungkin sudah pulang," ujar Marchel.
"Baiklah, aku juga mau pulang. Malam ini aku mau mengerjakan sesuatu yang penting di rumah."
*******
_
_
_
_
_
_
"Apa yang tidak kau sukai dari aku?"
Suatu malam yang mencekam, dimana hari itu menjadi titik awal dari patah hati yang dialami Willy. Shanum terbaring tak berdaya dengan luka yang terbalut perban di beberapa bagian tubuhnya, beberapa jam sebelum ia menghembuskan napas terakhirnya.
"Semuanya. Aku tidak suka semua yang ada pada dirimu," lirih Willy menahan air mata. "Memang apa yang aku tahu tentangmu yang bisa aku sukai? Tidak ada, kan?"
Tangan lemah Shan terulur, ingin meraih jemari lelaki yang duduk di sisinya. "Bisakah kau maafkan aku?"
"Tidak!" jawab Willy singkat.
Menahan kesakitan, wanita itu tersenyum tipis. Cairan bening tertahan di ekor matanya, mewakili sebuah penyesalan yang dalam.
"Aku terlalu banyak menyembunyikan sesuatu darimu. selain itu aku memaksamu menjadi apa yang ku mau dengan egois. Kau tidak suka kegelapan malam dan kunang-kunang. Kau juga tidak suka mawar merah. Tapi aku sudah memaksamu menyukai semua itu." Ia menarik napasnya saat kesakitan kembali menyerangnya. "Wil, bisakah kau lupakan aku dan melepas kepergianku dengan ikhlas? Mulailah hidupmu sebagai dirimu sendiri, bukan seperti yang aku mau. Kau akan menemukan seseorang yang mencintaimu dengan tulus tanpa sebuah perubahan."
"Aku akan berhenti saat aku menemukan yang sama denganmu."
*****
Malam sudah larut ketika Willy berada di taman belakang rumahnya. Di hadapannya ada segudang kenangan yang siap ia lepaskan. Sambil menatap sebuah foto berbingkai kayu di tangannya, ia menitikkan air mata. Tujuh tahun bukan waktu singkat untuk bisa merelakan kepergian seseorang yang pernah dicintai. Namun kini, ia kehilangan lagi saat cintanya mulai bertumbuh.
Percikan api mulai membakar satu persatu foto milik Shanum. Selaksa kenangan pun ikut terbakar di sana. Untuk pertama kalinya, Willy merasakan kelegaan yang selama ini dicarinya.
"Selamat tinggal Shan. Maaf aku butuh waktu begitu lama untuk melepas kepergianmu. Aku terlalu lama menutup diri."
Selesai dengan kegiatannya malam itu, Willy melangkah masuk ke dalam rumah. Ia membenahi beberapa bagian yang berantakan, setelah mencari benda apapun peninggalan Shan dan membakarnya habis. Kini tidak ada lagi kenangan Shanum yang membekas di rumah itu. Tatapannya kini tertuju pada sebuah foto yang terbingkai di atas meja. Seorang gadis sederhana dengan senyumnya yang sedikit menyebalkan bagi Willy.
"Kau benar, Shan ... Aku seharusnya mencari seseorang yang bisa menerimaku seperti apa adanya diriku, bukan malah sibuk mencari seseorang yang sama denganmu. Elsa, aku akan berjuang sekali lagi untukmu."
******
_
_
_
_
_
_
_
"Bos!" Terdengar suara panggilan yang berasal dari arah pintu. Seorang pria tanpa rambut di kepala memasuki ruangan dimana Zian, Fahri dan Evan sedang membicarakan sesuatu.
"Kau bawa informasi apa?" tanya Zian pada asisten andalannya itu.
Tanpa sepatah kata pun, Botak mengeluarkan ponsel dari saku jaketnya, kemudian menggeser ke hadapan tuannya. Tiga tangan pun saling berlomba untuk menjadi yang pertama mengetahui tentang informasi yang dibawa si botak.
"Aku duluan!" seru Fahri seakan tidak mau kalah, merebut ponsel dari tangan Zian dan membuat mantan mafia itu mencebikkan bibirnya.
Sepasang bola mata Fahri membulat, menatap ke layar ponsel yang menayangkan detik-detik Willy dan kedua temannya membuat kegaduhan di restoran itu. Ia kemudian melirik kedua adiknya bergantian, sehingga Zian dan Evan segera menggeser posisi duduknya agar dapat melihat video itu.
"Dugaan Bos benar! Kejadian di restoran tadi adalah ulah Dokter Willy dan dua temannya yang menyebalkan itu."
"Dia benar-benar gila. Aku rasa dia akan melakukan cara apapun untuk menggagalkan perjodohan Elsa dan Rafli," ujar Evan.
"Apa pihak restoran sudah melaporkan ini pada pihak yang berwajib?" tanya Fahri.
Evan menarik napas dalam. "Tentu saja mereka tidak akan berani. Wiratama Abimanyu kan anak Tuan Gunawan. Sebagian besar lahan di kawasan restoran tadi adalah milik Tuan Gunawan. Jadi pihak restoran tidak mungkin berani melaporkannya."
"Haruskah aku amankan tiga orang itu, Bos?" tanya Botak.
Dari cara pengucapannya, sepertinya si botak menaruh dendam kesumat pada Wira dan Marchel yang mengerjainya habis-habisan saat di mall. Bahkan ia harus menemani dua pria sableng itu minum kopi di kafe dan mendengar pembicaraan menggelikan di antara keduanya.
***
like
komen
pingin tau aja temannya dokter Allan sperti apa...😍
jdi aku seneng banget bacanya 🥰